Terhitung sudah kurang dari seminggu menjelang pelantikan Jokowi sebagai Presiden untuk kedua kalinya. Dan tepat pada hari itu juga, Menteri Kabinet Indonesia Kerja jilid I berakhir.
Lalu yang ditunggu-tunggu masyarakat pada tahap berikutnya adalah siapa-siapa saja menteri yang akan dipilih Jokowi untuk membantunya 5 tahun yang akan datang?
Para elite politik dan tokoh masyarakat sudah kasak-kusuk, ke sana ke mari mengadakan penjajakan, lobi sana-sini. Dulu lawan tanding, sekarang malah merapat dan seakan tak pernah terjadi rivalitas. Semua disatukan oleh kepentingan yang sama yaitu kekuasaan.
Teman koalisi saling mendikte dan saling memperlihatkan pengaruhnya, untuk meningkatkan bargaining position. Pertemuan diadakan tanpa melibatkan salah satu tokoh dan sebaliknya demikian yang pada akhirnya meningkatkan saling curiga, mengurangi saling percaya antara satu tokoh dengan tokoh yang lainnya.
Lalu rival koalisi memantau dari kejauhan dan coba masuk di tengah terjadinya saling curiga di antara sesama koalisi. Satu tokoh memperhatikan langkah dan gerak-gerik tokoh yang lain, demikian sebaliknya. Mereka lupa, sesungguhnya keputusan tunggal hanya ada di tangan si empunya hak prerogatif, Jokowi, Mr. President terpilih.
Yang tak kalah sibuknya adalah para makelar jabatan, semua kasak-kusuk, berseliweran di ranah kegelapan. Seandainya, kita punya hak untuk menyadap ponsel berbagai tokoh dan elite politik di Jakarta dua minggu terakhir ini, pasti sangat kacau kasak-kusuknya.Â
Segala tanduk akan keluar di saat terakhir ini, membacakan semua apa yang telah dilakukannya untuk pemenangan Jokowi-Ma'ruf Amin. Semua akan bercerita tentang keringat yang telah dikeluarkannya. Maka sesungguhnya, dalam politik tidak ada makan siang yang gratis.
Pun, kata-kata relawan juga sebenarnya sumir, bahkan abu-abu pengertiannya. Sebab banyak grup-grup relawan yang pada akhirnya bermaksud mencari "sesuatu", padahal dia menyebut dirinya sebagai relawan.Â
Nah, jangan heran! Grup-grup relawan ini juga sekarang kasak-kusuk menagih keringatnya, secara diam-diam, bergerak di ruang-ruang kegelapan, berharap mendapatkan kabar berita, barangkali ketua tim relawan mereka dipanggil atau justru banyak yang berharap untuk mendapatkan jabatan tertentu.
Nah, yang mereka lupakan adalah bahwa mereka sesungguhnya tak mengenal Jokowi lebih dalam. Banyak yang dekat secara fisik, tetapi tidak mengenal Jokowi. Contoh soal seperti Romahurmuziy yang tersangkut makelar Jabatan (oleh KPK).Â
Bung Rommy menganggap dia sudah dekat dengan Jokowi, lalu dia berpikir jika berbuat sesuatu, dia akan aman atau tidak tersentuh. Tetapi dia salah. Jokowi adalah Jokowi, Jokowi yang konsisten dengan integritasnya.