Ibarat tim sepakbola, tim juara selalu mempersiapkan timnya dengan baik dan serius jika memasuki musim pertandingan baru. Tim juara selalu mengevaluasi, mana kelebihan dan mana kekurangan timnya. Segala daya upaya akan dilakukan untuk menambal lubang - lubang yang sering digunakan lawan untuk menyerang.
Dalam politik juga begitu. Petahana akan selalu mengevaluasi kelemahan tim juaranya, yang seringkali kebobolan oleh tim oposisi dan dimanfaatkan sebagai jalan untuk menyerang petahana. Kita tahu selama ini Jokowi dan Kabinet kerjanya sudah bekerja cakep, banyak capaian, banyak keberhasilan, tetapi banyak yang tidak tersampaikan dengan baik ke masyarakat.
Isu-isu keberhasilan Jokowi dan Kabinet kerjanya bisa tertutupi dengan sempurna oleh isu - isu yang dibangun oleh pihak oposisi. Padahal kebenaran isu yang diusung oleh tim oposisi itu belum teruji kebenarannya sesuai fakta dilapangan. Sebutlah misalnya isu TKA yang massif dihembuskan kubu Gerindra dan PKS, lalu kemudian terbantahkan dari hasil kunjungan DPR ke Sulawesi beberapa waktu yang lalu. Dimana jumlah TKA sangat sedikit dibanding Tenaga Kerja Indonesia yang bekerja di perusahaan tersebut.
Demikian isu-isu harga pangan yang melonjak padahal faktanya harga pangan stabil. Isu - isu BUMN mau bangkrut, isu-isu ekonomi lagi susah, isu isu soal demokrasi yang semakin terkekang, isu - isu tentang kebohongan divestasi 51% saham PT Freeport, yang semua ini di framing akan membawa Indonesia menjadi Negara yang hancur dan berujunglah #2019GantiPresiden.
Hastag 2019 ganti Presiden ini juga begitu massif pergerakannya di medsos lalu diwujudkan dengan aksi - aksi pengumpulan massa dimana - mana yang digerakkan oleh pasangan Mardhani Ali Sera dan Neno Warisman yang di back up penuh oleh duet Fahri Hamzah dan Fadli Zon.
Menyadari pergerakan #2019gantipresiden, Presiden Jokowi mencium aroma tidak sedap menjelang Pilpres 2019 ini. Jokowi mencium ada celah kelemahan tim juara yang dia punya untuk mempertahankan tim juara Nawacita jilid2-nya. Menteri - menterinya sudah bekerja cukup baik, tetapi lemah dalam menyampaikan hasil ke masyarakat.
Capaian sudah banyak, tetapi  banyak yang tak terdengar.  Oposisi jeli melihat celah kelemahan tim Jokowi itu, sehingga sempat kebobolan dengan berbagai serangan hebat dari oposisi. Putar otak sana - sini, sebagai Pemimpin sekaligus user,  Jokowi melihat ada satu titik yang belum sempurna dalam timnya.
Jika Ibarat sepakbola, Jokowi sudah memiliki Kiper terbaik dalam diri Jenderal Moeldoko yang siap kapan saja menangkap isu isu yang ditendang ke Jokowi, memiliki bek terbaik dalam diri Jenderal Tito Karnavian dan Marsekal Hadi Tjahjanto dan Jenderal Ryamizard Ryacudu, mereka inilah tembok tembok kokoh  pertahanan Jokowi saat ini, yang siap kapan saja mengamankan isu isu liar yang terus ditendang ke area lapangan Jokowi.Â
Memiliki penyerang terbaik dalam diri Susi Pudjiastuti menggolkan target-target perikanan, ada juga penyerang terbaik Arief Yahya yang terus meningkatkan capaian target Pariwisata, Ada juga Penyerang handal Basuki Hadimuliono yang terus gencar menggolkan infrastruktur di se-antero nusantara, jangan lupakan penyerang sayap Amran Sulaiman pelan tapi pasti menggolkan target target swasembada pangan, penyerang sayap Iganasius Jonan yang sempat dihukum Jokowi juga tak kalah bagusnya.
Playmaker Murni dihuni oleh ibu kita Sri Mulyani yang siap mengatur anggaran seperti indahnya Zidane membagi bagi bola buat striker sehingga dengan muda menggolkan Nawacita. Jokowi juga punya Rini M Sumarno di playmaker bayangan yang siap menggunakan BUMN sebagai agen pembangunan.
Sayangnya Jokowi melihat ada celah yang besar dalam gelandang bertahan yaitu orang yang siap merebut bola (isu-isu) dari tim lawan (oposisi) untuk kemudian diolah, jika perlu sesekali ditendang ke wilayah lawan agar menjadi pergumulan di area lawan. Nah, Kejelian Pak Jokowi merekrut Jenderal Moeldoko berimbas kepada kejelian Moeldoko merekrut Ali Mochtar Ngabalin ke dalam timnya, dimana Ali Mochtar Ngabalin bisa digunakan sewaktu - waktu sebagai juru bicara Pemerintah meski kedudukannya hanya sebagai Staf Ahli dibawah Deputi IV sebagai bawahan Eko Sulistyo.