Mohon tunggu...
Thomson Cyrus
Thomson Cyrus Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta, blogger, vlogger

Untuk Kerjasama, Bisa hub Kontak Email : thomsoncyrus74@gmail.com DM IG : @thomsoncyrus74

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Yusril Bukan Lawan Sepadan Ahok, Bagaimana kalau Prabowo yang Maju?

2 Maret 2016   14:02 Diperbarui: 4 April 2017   18:30 4275
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

 

[caption caption="Gambar, tempo.co"][/caption]Mungkin banyak yang percaya kalau Yusril yang maju di pilkada DKI, head to head misalnya, maka Yusril kemungkinan untuk menang sangat besar. Bahkan Yusril sendiri sangat yakin, tentu dia percaya diri dengan pengalaman dan pengetahuan yang dia miliki. Tetapi menurut analisa saya, Yusril bukanlah lawan yang sepadan bagi Ahok. Dan Ahokpun sangat paham dengan itu, itu sebabnya Ahok mendorong Yusril agar maju, sebab Ahok sudah berhitung, tentunya lewat berbagai perhitungan, jika dia berhadapan dengan Yusril, head to head misalnya, maka gampang bagi Ahok untuk memenangkannya. Mengapa? Ini beberapa alasan :

Pertama, Karena yang diperebutkan adalah kursi eksekutif, Gubernur DKI, maka kita membandingkan saat Ahok dan Yusril sama-sama duduk di pemerintahan, biar adil dan aple to aple perbandingannya. Yusril sudah pernah duduk sebagai Menteri di beberapa periode mulai dari Jaman Gus Dur, Megawati hingga SBY, kalau tidak salah di jaman Suharto juga dia punya kedudukan yang baik. Dari semua periode itu, prestasi Yusril biasa saja, tidak ada yang menonjol, mengapa dia sering dipercaya menjadi Menteri, tidak lain tidak bukan, karena posisinya di Partai Bulan Bintang yang punya bargaining position ketika itu, hampir tidak ada yang kita lihat gebrakannya meskipun dia sudah puluhan tahun berada di pemerintahan.

Puncaknya, Yusril dipecat (ressufle) SBY ketika itu, yang di duga ada kaitannya dengan masalah korupsi  yang menjeratnya, meskipun hingga kini kasusnya tidak jelas, tetapi masih segar diingatan kita, Yusril di resuffle ketika itu terkait issu korupsi dan terbukti sudah pernah dipanggil untuk diperiksa, meskipun akhir kasusnya kita tidak tahu seperti apa? Tetapi yang pasti, ending karirnya sebagai eksekutif tidak menyenangkan.

Sebaliknya, Ahok adalah eksekutif yang berprestasi, baik ketika dia sebagai Bupati Bangka Belitung, baik ketika berduet dengan Jokowi sebagai Wakil Gubernur, bahkan semakin menterang sebagai Gubernur DKI saat ini. Sangking banyaknya gebrakan yang dibuat Ahok, kita terkadang terkaget-kaget sekaligus tersadar bahwa ternyata bisa memperbaiki carut marut yang sudah lama membusuk di DKI Jakarta. 

Dan di tangan Ahok, semua menjadi jelas, kita tersadar, banjir ternyata bisa diatasi, bukan lagi musibah, jika semua orang bekerja bersama-sama. Bahwa ada orang jahat misalnya yang membuang kabel di got-got jakarta agar saluran air tersumbat dan Jakarta banjir, benar, dan itu yang saya katakan tadi, mata kita jadi terbuka ditangan Ahok. 

Siapa menyangka misalnya Kalijodo bisa digusur hanya sekejap tanpa ada perlawanan, padahal selama ini digambarkan sangat angker. Siapa nyangka misalnya Kampung Pulo bisa bebas banjir, meskipun normalisasi sungai belum selesai. Siapa menyangka misalnya Tanah Abang yang sembraut itu bisa tertib seperti sekarang. Siapa menyangka misalnya sungai-sungai di Jakarta bisa bersih kayak sekarang? Di jaman Fauzi Bowo yang ahli perkotaan itu bahkan sangat kumuh. masih banyak listnya jika kita mau urai semua. Tetapi sudah banyak tulisan tentang prestasi Ahok.

Jika demikian perbandingannya, menurut saya, masyarakat Jakarta bukan lagi masyarakat yang gampang dibodoh bodohin, mereka sudah melihat bukti nyata. Ahok adalah solusi untuk permasalahan mereka.

Kedua, Mari kita bandingkan ketika Yusril dan Ahok sebagai anggota DPR, karena keduanya juga pernah duduk sebagai anggota DPR meskipun bukan dalam periode yang sama.

Ahok ketika menjadi anggota DPR adalah orang yang rajin menggaungkan transparansi. Gaji dan pengeluarannya setiap bulan dilaporkan lewat websitenya, sehingga masyarakat tahu gaji dan pengeluarannya setiap bulan. Demikian juga apa yang sedang dilakukannya di gedung DPR, membahas tentang apa dan sebagainya. Ahok beberkan semua di website-nya sehingga masyarakat yang memilihnya tahu, apa yang sedang dilakukan Ahok.

Berkebalikan dengan itu, Yusril justru tampil hanya sebagai biasa saja dan kita tidak tahu apa yang dia lakukan di gedung DPR, kecuali manuver-manuver politiknya, tidak ada yang kita ingat.

Jika demikian halnya, baik di eksekutif maupun di legislatif, tetap Ahok juaranya, jika harus head to head.

Ketiga, Jika kita membandingkan misalnya dukungan masyarakat dan partai politik. Keduanya juga njomplang...plang...

Ahok hingga kini telah didukung teman Ahok yang memungkinkan Ahok maju lewat jalur independen, data terbaru teman Ahok sudah mengumpulkan lebih dari 750 ribu fotocopy KTP dan sudah melewati batas minimal yang dibutuhkan untuk maju lewat jalur independen. Di tambah dukungan partai Nasdem yang sudah declare mendukung Ahok, senyap-senyap terdengar PDIP juga idem.

Yusril, belum ada dukungan nyata. MEskipun dia sudah mulai safari terutama mendatangi ketum Partai Demokrat, SBY...tetapi belum ada pernyataan dukungan dari SBY, sebaliknya Ruhut Sitompul, koordinator juru bicara partai Demokrat bahkan secara terang-terangan sudah mengatakan Ruhut adalah tim sukses AHok. Pun, dari relawan yang mengumpulkan KTP buat Yusril tidak ada yang rela, catet ya, belum ada yang mengatakan sukarewan Yusril, itu artinya tiada yang rela untuk mendukungnya.

Jika saya ingin banyak beberkan fakta, sebenarnya banyak, tetapi saya sudahi aja 3, agar saya berlanjut kepada saran dan masukan konstuktif, agar Pilkada DKI menarik dan berkualitas.

[caption caption="gambar, tribunnews.com"]

[/caption]Setelah sebelumnya, Ridwan Kamil mengatakan tidak akan maju saat ini di pilkada DKI, sebelumnya juga Risma Triharini juga sudah menolak, sesudah itu Ganjar Pranowo juga katakan tidak mungkin maju di pilkada DKI, maka sudah tidak ada lagi calon-calon saat ini yang muncul yang sepadan dengan AHok, semisal Yusril Ihza Mahendra, Sandiaga Uno, M. Tauifik, Lulung, Ahmad Dhani, dll...menurut analisa saya, sangat jauh.

Jika mengacu kepada fakta tersebut, bukan tidak mungkin pilkada DKI hanya diikuti satu pasang saja, seperti yang hampir terjadi di Surabaya, sebab jika semua berhitung, jangan-jangan semua partai akhirnya mendukung Ahok dengan tujuan mencitrakan diri sebagai partai yang mendengar suara rakyat yang mendukung pilihan rakyat. Ini yang terjadi kemarin di beberapa daerah. Dan bukan tidak mungkin itu terjadi di Jakarta.

Untuk itu, menurut analisa saya, sebenarnya ada satu figur yang layak dipertarungkan dengan Ahok. Dukungan untuk figur ini pasti tinggi, jika saja, dia mau turun gunung.

Menurut saya, Prabowo Subianto adalah figur yang mampu bersaing menghadapi Ahok di DKI. Dan usul ini perlu dipertimbangkan, mengapa?

Pertama, Pendukung Prabowo Subianto masih riil, nyata, di DKI, pemilihnya ketika pilpres tahun 2014 dapat di dorong lagi, sebab di Jakarta saat itu, banyak pendukung militan Prabowo. Dan menurut saya, hingga saat ini masih tetap cinta kepada Prabowo.

Jika saja, Prabowo mau turun gunung, menurut saya, pilkada DKI akan sangat menarik. Ganjalan mungkin hanya satu, yaitu gengsi bertarung di level yang lebih kecil. Selain itu, bisa saja dia malu bertarung dua kali melawan orang-orang yang didukungnya sebelumnya, pernah melawan Jokowi. Jika terjadi kemudian melawan Ahok.

Tetapi, menurut saya, tidak ada salahnya, mendorong Prabowo untuk turun gunung di pilkada DKI tahun 2017 ini. Dan jika ini terjadi, demokrasi Indonesia akan semakin matang, pilkada berkualitas dan seru (harapannya tidak panas).

Kedua, Jika saja Prabowo mau turun gunung dan ikut pilkada DKI, ini juga dapat dia jadikan sebagai ujian, sekaligus pembuktian, apakah dia layak kembali mencalonkan diri misalnya dalam pilpres 2019.

Seumpama Prabowo Subianto mau ikut dan mampu mengalahkan Ahok, maka DKI menurut hemat saya bisa menjadi batu loncatan untuk menunjukkan bahwa dia benar, "Macan Asia"...tetapi di sisi lain, jika Prabowo Subianto tidak berprestasi maka mungkin hanya Gubernur DKI lah pekerjaan terakhirnya sebagai eksekutif.

Saran ini, jika pihak-pihak Prabowo membaca tulisan saya ini, secara iklas dan jujur saya katakan akan membawa perbaikan kualitas pilkada, sekaligus juga mematangkan demokrasi kita. Prabowo Subianto harus banyak juga belajar dari beberapa pemimpin yang dulu di level nasional mau turun gunung ke daerah untuk berkarya.

Saran ini saya sampaikan, bukan karena saya tidak ingin Ahok menang di DKI. Saya hanya berkepentingan mendorong pilkada yang berkualitas, sekaligus menguji kemampuan Ahok untuk mengalahkan "macan asia". Sebab jika Jokowi sudah mampu mengalahkan macan asia, saya pikir Ahok juga mampu. Dengan demikian, kita mendapatkan kandidat yang qualified. Endingnya, siapapun yang menang, kita mendapatkan pemimpin yang cakap, mampu dan berintegritas.

Seandainya, tulisan ini dibaca oleh pihak Gerindra dan ring satu Prabowo, coba pertimbangkan.

Salam kompasiana.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun