Sampai akhir tahun 2015, Indonesia masih merasakan perlambatan ekonomi, meskipun dana APBN 2015 sampai bulan oktober sudah terserap sekitar 70 persen. Dampaknya masih belum terlalu signifikan terhadap daya beli masyarakat. Itu dapat dipahami, sebab APBN, hanyalah salah satu stimulus pembangunan. Peranan swasta jauh lebih besar sebenarnya terhadap bergeliatnya ekonomi suatu bangsa.
Masalahnya, menggerakkan swasta untuk pertumbuhan ekonomi juga didukung oleh kebijakan yang diambil oleh pemerintah. Itu sebabnya Presiden Jokowi sudah mengeluarkan 5 paket ekonomi untuk menggerakkan pembangunan yang ber-impact kepada meningkatnya daya beli masyarakat. Dalam soal ekonomi, tidak hanya peranan pemerintah saja yang diperlukan, Bank Indonesia sebagai lembaga independen yang mengatur moneter, juga berperanan cukup besar, oleh sebab masyarakat tidak dapat terpisah dari perbankan dalam soal ekonomi.
Saat pemerintah sudah mengeluarkan paket kebijakan ekonomi, dan akan keluar paket yang ke 6 hari rabu besok, Bank Indonesia sepertinya tidur, atau bahkan tidak melakukan apa-apa terkait BI Rate, sementara inflasi saat ini, sudah dikisaran 4 persen, BI rate masih tetap bertahan di posisi 7,5 persen.
Darmin Nasution, Menko Perekonomian, sudah mengisyaratkan secara halus, BI seharusnya sudah dapat menurunkan BI Rate-nya seperti saya kutip dari kompas.com 03 november 2015.
Ruang untuk menurunkan suku bunga acuan Bank Indonesia (BI rate) makin lebar, seiring dengan inflasi yang mengarah di bawah 4 persen hingga akhir tahun.
Dalam dua bulan terakhir, Badan Pusat Statistik (BPS) merilis indeks harga konsumen mencetak deflasi, masing-masing 0,05 persen pada September dan 0,08 persen pada Oktober.
“Sebetulnya dilihat dari (deflasi) itu, ada ruang untuk turunkan tingkat bunga. Kenapa BI belum menurunkan, saya juga enggak ngerti kenapa kira-kira. Dia (mungkin) masih takut sama goyang-goyang rupiah,” kata Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Darmin Nasution, Jakarta, Senin (2/11/2015).
Mantan Gubernur BI itu pun menjelaskan, dengan inflasi hingga akhir tahun yang diprediksikan mencapai 3,6 persen, artinya Real Interest Rate (RIR) makin jauh. RIR ini adalah selisih antara BI rate dengan inflasi.
“Nanti akhir tahun inflas kita 3,6 persen. Padahal BI rate 7,5 persen. Selisihnya hampir 4 persen. Biasanya bedanya 1 persen,” ucap Darmin.
Lantas apa yang bisa dilihat dari RIR yang lebar ini? Darmin mengatakan, orang-orang bakal lebih senang menyimpan uang, daripada meminjam uang dari bank.
Namun yang pasti, Darmin menyerahkan sepenuhnya urusan moneter kepada Agus DW Martowardojo beserta pertimbangannya.