Sepuluh hari saya meninggalkan ibukota, selama itu pula peta perpolitikan di Indonesia lagi ramai dan panas karena lagi musim kampanye. Saya hanya membaca tulisan para kompasianer tentang berbagai kampanye dan juga tentang caleg dan capres tanpa bisa memberikan vote dan komentar apalagi menulis tulisan, akibat sinyal yang tidak bagus di pegunungan pinggir Danau Toba.
foto kampung : Dokumen pribadi, tidak terlalu banyak spanduk caleg di jalanan seperti di daerah lain.
Tetapi sebagai penulis, saya tentu tidak boleh kekurangan informasi, sekalipun tidak langsung bisa di publish untuk publik. Saya juga tidak boleh ketinggalan tentang isu kampanye caleg dan capres.
Ketika saya di kampung, saya mulai berbincang tentang kampanye caleg dan capres. Di kampung saya, ntah karena masih pedesaan atau karena hal lain, tidak terlalu banyak gambar-gambar tentang caleg dan gambar partai. Lalu saya bertanya mengapa tidak terlalu banyak gambar caleg dan partai yang di pampang di sepanjang jalan? Rupanya di pedesaan di kampung saya masih kental kekerabatan mempengaruhi pilihan seseorang.Jadi para caleg sudah tahu benar, daerah mana saja yang bisa direbut suaranya atau mana yang tidak bisa, itulah yang mempengaruhi pamplet, spanduk tertentu terpasang, itu sebabnya di setiap daerah akan berbeda spanduk caleg yang terpasang.
Dan pilihan sepertinya tidak lari dari seseorang caleg yang masih kerabat dekat dari marga yang ada di kampung kami. Lalu saya sedikit kesal dalam hati karena caleg ini bukan dari partai yang saya inginkan menang dalam Pemilu kali ini. Saya semakin penasaran dengan pilihan mereka, mengapa dari partai itu? bukan dari partai yang saya inginkan, terutama keluarga besar saya! Apa dasar pemikiran mereka? ternyata hanya satu jawabannya, yaitu hubungan kekerabatan, bukan kualitas caleg, bukan visi misi caleg.
Ternyata orang kampung tidak terlalu peduli dengan visi misi, maka dengan susah saya menjelaskan kelebihan dan kekurangan partai A, demikian partai B, dst.
Politik uang juga kayaknya sangat berpengaruh besar terhadap pilihan masyrakat perkampungan. Tim sukses dengan berbagai cara tetap mengedepankan materi untuk menjaring para pemilih.
Tetapi dari berbagai diskusi, ada satu yang membuat saya puas yaitu mantapnya pilihan mereka terhadap Jokowi sebagai calon presiden.
Dari berbagai diskusi yang saya dapatkan, mereka sudah mantap memilih Jokowi menjadi Presiden berikutnya. Dan bagi mereka, caleg pilihan mereka untuk DPRD kabupaten boleh kerabat (Saudara) tetapi pilihan mereka untuk DPR pusat adalah caleg dari partai PDIP, dengan tujuan dan harapan agar PDIP menang di pusat, sekalipun di daerah (DPRD) tidak menang.
Itu menandakan bahwa mereka loyal terhadap sosok Jokowi bukan partai pengusungnya. Jadi di dalam pileg ini bisa kita temukan suara yang agak berbeda jauh antara perolehan suara PDIP (DPR) pusat dan DPRD (daerah), artinya seorang pemilih bisa berbeda pilihan partainya antara daerah dan pusat.
Inilah pengaruh "Jokowi Effect". Di Daerah saya, untuk DPRD kabupaten bisa menang partai Demokrat atau Nasdem (karena calegnya (DPRD) kerabat dekat , tetapi untuk pusat yang menang PDIP (Karena faktor Jokowi. Dan fakta itu akan bisa terbukti tgl 9 april nanti.