Mohon tunggu...
Thomson Cyrus
Thomson Cyrus Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta, blogger, vlogger

Untuk Kerjasama, Bisa hub Kontak Email : thomsoncyrus74@gmail.com DM IG : @thomsoncyrus74

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Ruhut Sitompul Lolos ke Senayan, Kok Bisa?

26 April 2014   15:43 Diperbarui: 23 Juni 2015   23:10 2956
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Seandainya kita punya kuasa untuk menentukan siapa-siapa saja yang layak menjadi anggota DPR, maka kitapun akan membuat list sesuai dengan pemahaman dan keterkenalan kita terhadap si calon. Sadar tidak sadar kita juga dipengaruhi oleh faktor kesukaan kita terhadap pilihan yang akan kita pilih. Persoalannya kita lebih banyak hanya mengenal luarnya saja, kita tidak kenal luar dalam dari seseorang yang akan kita pilih.

Salah satu kelemahan sistem demokrasi adalah bahwa pemenang tidak selalu yang "terbaik" menurut aturan keilmuan, kompetensi, kapasitas ataupun keahlian. Tetapi pemenang di alam demokrasi ialah berdasarkan banyaknya jumlah dukungan yang didapatkan, dan kita harus terima bahwa jumlah dukungan ini tidak selalu berdasarkan pengetahuan dan pengenalannya terhadap calon yang dipilih.

Dalam banyak hal, kita juga lupa bahwa dalam alam demokrasi, harga dari sebuah suara adalah sama, tidak peduli apa statusnya, orang kaya ataupun miskin sama, pemimpin atau rakyat biasa sama, pendidikan tinggi atau orang yang bahkan buta huruf juga sama, Ini yang sering kita lupa, sehingga jika kita mengetahui Si A terpilih, kita mungkin gak bisa terima, Si B terpilih kita juga belum tentu terima. Ini yang membuat kita sering menjadi hakim bagi sebuah proses. Ini seringkali dialami oleh orang yang katakan merasa punya "wawasan" atau bahkan ada yang merasa diri pakar sehingga sah saja dia mengatakan dirinya pengamat. Dan Pengamat juga lupa bahwa harga suaranya tetaplah sama dengan orang yang bukan pengamat.

Dan kita akhirnya meragukan kualitas seseorang yang terpilih. Kita bahkan sebelah mata memandang artis-artis yang terpilih menjadi anggota Dewan. Mengapa? Karena kita menganggap mereka tidak punya kemampuan. Padahal jika kita sadari, betapa persaingan untuk memenangkan diri menjadi anggota Dewan terpilih adalah sesuatu yang susah dan membuat strategi yang harus hebat. Itu sebabnya kita melihat, berapa banyak tokoh-tokoh nasional yang gagal terpilih dalam Pileg 2014 ini.

Secara pribadi, saya sendiri sangat menghargai setiap orang yang terpilih menjadi anggota Dewan, oleh karena menurut pendapat saya, mereka telah menunjukkan kualitasnya dalam bersaing untuk merebut satu kursi anggota Dewan. Selain itu, sebagai orang yang paham demokrasi, saya menerima pilihan orang terhadap calon anggota Dewan yang menang. Saya paham bahwa harga suara setiap orang sama. Tidak boleh kita menghakimi pilihan orang dalam alam demokrasi.

Dan akhirnya kita akan tiba pada kesimpulan bahwa kita suka dan tidak suka dengan seseorang yang terpilih tersebut. Ketika berbicara suka dan tidak suka, maka kita diperhadapkan pada pokoknya bla bla....Kita menjadi tidak bisa menerima orang yang tidak kita suka dan disaat bersamaan kita seperti memaksakan bahwa yang kita sukalah yang benar.

Sumber foto : republika.co.id

Serupa kita memandang Ruhut Sitompul yang juga dikatakan lolos kembali ke Senayan. Seperti yang saya katakan diawal tulisan ini bahwa ketika kita berbicara Ruhut Sitompul. Kita diperhadapkan pada pemikiran pro dan kontra terhadap kemenangannya.

Memahami Keterpilihan Ruhut Sitompul.

Ruhut Sitompul mencalonkan diri dari Sumut I meliputi Medan, Deli Serdang, Tebing Tinggi. Daerah ini adalah kota-kota besar di Sumut yang pemilihnya adalah penduduk kota yang padat dengan berbagai tipe dan karakter manusia.

Saya menduga suara yang mendukung Ruhut Sitompul, terutama datang dari komunitas orang Batak, dimana peran marga-marga sangat mendominasi. Di kota Medan, Orang Batak yang bermarga Sitompul itu sangat banyak, belum diambil dari marga ibunya ruhut Sitompul, dan marga-marga lain. Dalam halnya, sudah berhubungan dengan kesukuan, kita juga diperhadapkan pada pilihan sulit, ketika harus memilih, apalagi tidak ada caleg yang menonjol di daerah itu, maka ketika kita memilih, satu-satunya alasan kita adalah faktor kedaerahan. Dan ini tidak bisa disalahkan, sebab itulah esensi yg namanya wakil rakyat, artinya itu mewakili rakyat yang memilihnya.

Di Samping itu, Ruhut Sitompul aktif di organisasi keluarga Tentara, dukungan pasti ada dari keluarga tentara untuk Ruhut Sitompul. Kita harus akui, pembelaan Ruhut terhadap setiap permasalahan Tentara bukan lagi hal aneh, banyak kasus tentara yang dibela oleh Ruhut Sitompul. Dan keluarga Tentara juga tahu, bagaimana peranan Ruhut bagi keberadaan mereka. Dalam konteks ini, ada rasa memiliki (sense of belonging) kepada Ruhut Sitompul. Dan wajar jika mereka memberikan dukungan kepada Ruhut Sitompul.

Di dalam pemahaman kita, terkadang kita emosi melihat perilaku Ruhut Sitompul baik dalam berdebat maupun memberikan komentar tentang sesuatu hal yang sedang diperdebatkan. Dalam hati kecil kita, mungkin kita mengutuk Ruhut. Tetapi kita tak boleh lupa akan karakter manusia. Sejelek-jeleknya kita berpandangan terhadap seseorang, tetap saja ada orang yang nge-fans sama dia.

Saya jadi teringat ketika masih tinggal di Medan, betapa setiap orang senang melihat Mike Tyson, petinju legendaris itu. Orang-orang Medan suka dengan keberanian, Mike Tyson mewakili diri mereka di dalam tinju. Ganas, garang, juga mematikan.

Serupa dengan Tyson, di bidang politik, Ruhut dapat saya ibaratkan seperti Mike Tyson. Dia senang bertarung, berani, dan juga mematikan. Kita cepat KO kalau berdebat dengan Ruhut. Omongannya yang memanaskan lawan bicara, membuat orang cepat marah, dan Ruhut suka dengan itu, sebab saat itulah moment yang dia tunggu-tunggu. Orang Medan, suka dengan gaya seperti itu, sebab bagi mereka itu mewakili diri mereka. Sekaligus juga menjadi hiburan bagi mereka. Dan ketika orang senang dan merasa terhibur, maka dia tentu akan suka dengan sosok tersebut, karena itu mewakili diri mereka.

Saya sendiri, sebagai orang yang besar di Medan, dapat memahami, mengapa Ruhut Sitompul masih mendapatkan  dukungan di Dapil Medan, Deli Serdang dan Tebing Tinggi. Tiga unsur yang mendukung Ruhut, Orang Batak, Keluarga Tentara, dan juga penggemar Ruhut, sudah cukup untuk membuatnya tetap terpilih.

Hitung-hitungan seperti yang saya sebutkan ini, yang sering kita lupa, mengapa seseorang itu masih tetap mendapatkan kepercayaan dari rakyat, meskipun caleg itu kita anggap kontroversial bahkan kita anggap tidak layak menjadi anggota Dewan.

Ruhut Sitompul diyakini akan terpilih kembali menjadi anggota Dewan. Lima tahun ke depan, kita harus mempersiapkan diri kita untuk melihat Ruhut dengan berbagai akting, lakon, ucapan dan mungkin juga kita bisa melihat Ruhut yang berbeda. Siapa yang tahu?

Demokrasi telah memberikan kita untuk selalu pro dan kontra. Mari kita berpesta.

Selamat Pagi. Salam kompasiana.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun