Mohon tunggu...
Thomson Cyrus
Thomson Cyrus Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta, blogger, vlogger

Untuk Kerjasama, Bisa hub Kontak Email : thomsoncyrus74@gmail.com DM IG : @thomsoncyrus74

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Megawati - Puan Maharani di Hujat, Padahal Rakyat yang Salah

10 Oktober 2014   17:50 Diperbarui: 17 Juni 2015   21:36 2702
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Megawati dan Puan Maharani, Anak dan Cucu Soekarno Bahu Membahu di PDIP, sumber photo : kompas.com

Sial benar nasib Megawati dan Puan Maharani. Sudah tidak mendapat dukungan menjadi Capres atau Cawapres di masa lalu, hingga kemudian Megawati dengan mendengar hati rakyat memutuskan untuk menunjuk Jokowi menjadi Capres dari PDIP, lalu kemudian dari berbagai momentum politik masih disalahkan.

Saya mencoba tulisan ini untuk melihat dan mendudukkan pada porsi yang benar, agar logika kita tidak melompat-lompat, sehingga kita sendiri menjadi sulit untuk melihat, mana kebenaran sejati? Siapa yang jujur, siapa yang bersandiwara, siapa yang korban dan siapa juga yang menari-nari diatas kegaduhan politik ini.

Kita harus sadari, Parlemen saat ini adalah hasil dari pemilu 2014 yang mengutus 10 partai politik duduk di Senayan, dengan hasil tidak ada pemenang yang mayoritas. PDIP sebagai pemenang hanya memperoleh 18,9% suara di DPR. Tidak sampai 20 %, meskipun menyandang pemenang pemilu, lalu apa konsekwensinya? Tidak ada pemenang mayoritas tunggal, yang akibatnya adalah politik yang sangat cair dan dapat kita lihat hasilnya sekarang. Penguasa DPR dan MPR adalah Koalisi Merah Putih, koalisi yang kalah dalam Pilpres dengan motornya penggeraknya Prabowo Hatta, ARB, Amin Rais, Akbar Tanjung, Hidayat Nur Wahid, Surya Dharma Ali, dan Di back up SBY dari jalur Abu-abu.

Meskipun demokrasi di Negara kita sudah mulai berjalan, tetapi jika kita melihat hasil Pileg dan Pilpres, sesungguhnya kita belum dapat berbangga hati. Sebab, masyarakat dalam menentukan pilihannya belum dilandaskan oleh visi dan misi partai untuk menjalankan negara ini. Itu dapat terlihat dari hasil Pileg dan Pilpres.

Megawati telah mengumumkan Jokowi akan dicalonkan sebagai Presiden sebelum Pileg. Jika rakyat menginginkan Jokowi menjadi Presiden, mestinya rakyat memilih PDIP pada saat Pileg, agar PDIP dapat mengajukan Jokowi menjadi Presiden. Tetapi sepertinya logika itu belum bisa berlaku di Indonesia. Banyak faktor mengapa hal itu tidak terjadi, di masa yang lalu penelitian telah banyak dilakukan untuk mengungkap fenomena itu, di antaranya adalah banyaknya praktek uang dalam Pileg dan juga faktor ketokohan Caleg yang diusung oleh parpol pengusung serta adanya faktor kedaerahan.

Jika demikian halnya maka kita perlu mempersiapkan diri kita untuk menerima segala bentuk konsekwensi politik, termasuk apa yang terjadi saat ini di Parlemen dan MPR, dimana PDIP sebagai pemenang pemilu tidak mendapatkan jatah kepemimpinan di DPR/MPR, terlepas dari UU MD3 yang di revisi di menit-menit terakhir masa DPR yang lalu dengan maksud dan tujuan untuk merebut kekuasaan di DPR/MPR.

Pertarungan politik yang begitu rupa ini juga dijadikan sebagai ajang untuk membunuh karakter lawan politik, terutama digunakan sebagai balas dendam politik, yang tujuannya adalah merebut panggung politik. Akibatnya kita mendapatkan seseorang menjadi pahlawan dan tentunya seseorang menjadi pecundang, pesakitan.

Saya tertarik menulis tema ini, sebab saya ingin juga memberikan pandangan, paling tidak dari segi opini saya berpikir bahwa ada yang tidak seharusnya menjadi korban, pesakitan dalam proses ini agar orang-orang atau tokoh-tokoh politik yang kotor tidak menjadi pahlawan, lalu tokoh politik yang jujur dan punya karakter menjadi pesakitan.

Megawati adalah musuh bagi politisi pragmatis.

SBY adalah salah satu diantara begitu banyak yang menyalahkan Megawati, karena Megawati tidak mau bertemu dengan SBY untuk deal-deal politik. SBY sudah 10 tahun menunggu moment untuk bertemu dengan Megawati secara hati ke hati, meskipun beberapa kali ada pertemuan, tetapi itu bukan dalam konteks pertemuan mereka berdua secara individu maupun secara partai.

SBY lupa, Megawati adalah politisi yang sudah tertempa sejak jaman Soeharto, MEgawati sudah terbiasa dimusuhi, MEgawati sudah terbiasa tidak diberi ruang untuk bergerak, baginya kekuasaan bukan yang utama, 10 tahun di luar pemerintah dapat dilewati dengan ending kemenangan. Ini yang dilupakan SBY, dan Megawati hanya benci dengan satu hal yaitu Kebohongan. Dan menurut MEgawati, itulah yang dilakukan oleh SBY tahun 2004. Sampai saat ini, SBY belum mengklarifikasi hal itu, itu sebabnya MEgawati belum bersedia bertemu dengan SBY.

Tuduhan SBY tentang penyebab kekalahan Koalisi Indonesia Hebat adalah Megawati yang tidak mau menemuinya, langsung saja diiyakan oleh berbagai pihak. Padahal kita tahu, dari berbagai moment kita tahu SBY adalah rajanya pemain sandiwara. Badan saja yang besar, tetapi cengeng. Dia adalah pemimpin si raja tega, pemimpin yang bermuka dua, di depan bilang A tetapi di belakang bilang B. Dia lah mpu nya pemimpin pembohong di Indonesia.

Megawati adalah pemimpin yang sudah rela mencalonkan Jokowi demi Indonesia yang lebih baik. Jika kita lupa akan hal itu, maka kita sudah sama seperti pembohong yang satu lagi. Megawati telah banyak menghasilkan pemimpin pemimpin berkualitas 10 tahun belakangan ini. Pemimpin yang berhasil adalah pemimpin yang berhasil menciptakan pemimpin baru yang hebat, bahkan jauh lebih hebat dari seorang Megawati sendiri.

Berbeda kalau kita lihat hasilnya dari kepemimpinan SBY, dia adalah pemimpin yang gagal. Sebab dia lebih banyak mengantar kader-kadernya ke KPK daripada menghasilkan kader yang dapat dijadikan teladan. Selama 10 tahun SBY memimpin hampir tidak ada kadernya yang berprestasi di kabinet maupun di daerah. Ini sejalan dengan prestasi SBY 10 tahun yang tidak meninggalkan jejak yang bagus, seperti selama ini sering kita alami, Negara auto pilot.

Megawati bahkan telah mengkader Puan Maharani dengan memberikan otoritas yang tinggi untuk menjalankan roda partai. Puan Maharani sebagai penjelmaan Taufik Kiemas, juga bukan copy-an Megawati bahkan dia lebih condong dengan gaya Taufik Kiemas yang tidak kaku seperti Megawati. Bahwa hasilnya belum baik untuk koalisi Indonesia Hebat, itu adalah masalah lain.

Yang orang tidak sadar adalah masing-masing para politisi memainkan perannya sesuai dengan yang menguntungkan partainya masing-masing. Sialnya bagi Puan Maharani adalah Koalisi Merah Putih, jauh-jauh hari telah mengunci dengan rapat mulai dari UU MD3 sampai Tatib DPR/MPR. Sehingga apapun usaha dan upaya yang dilakukan Puan akan terlihat sia-sia dan Puan Maharani akan terlihat seperti politisi yang belum berpengalaman.

Dan saya melihat ini bukan permasalahan yang harus ditangisi. Megawati dan Puan Maharani jangan kita jadikan pesakitan. Bagi saya, situasi saat ini adalah pilihan rakyat, maka kita sebagai rakyat, jangan cepat-cepat menghujat. Kembalilah kepada diri kita sendiri, sebab kitalah yang berkontribusi dalam situasi ini. Kita yang menentukan pilihan pada saat pileg. seandainya pilihan kita terfokus dan sesuai keinginan kita untuk memilih Jokowi dengan dukungan kepada partai pengusung, maka tidak akan terjadi seperti ini.

Pembelajarannya adalah kita belajarlah untuk memilih partai politik yang sesuai dengan keinginan kita juga untuk memilih pemimpin bangsa ini. Jangan kita memilih partai A tetapi memilih pemimpin dari partai B. kita selaraskan logika pilihan kita, agar kita tidak sakit.

Kegagalan Puan Maharani untuk memenangkan Koalisi Indonesia Hebat juga dipengaruhi oleh sikap Jokowi yang tidak mau tawar menawar Kabinet. Sikap itu bagus di satu sisi, tetapi di sisi lain, Koalisi Indonesia Hebat susah mendapat teman baru. Kita dukung sikap Jokowi yang seperti itu, tetapi kita terima juga suasana yang seperti ini, dan kita dukung terus Jokowi jika ada penjegalan di tengah jalan oleh tangan tangan kotor dari politisi semacam Hashim J.

Megawati dan Puan Maharani telah mewakafkan diri untuk menjadi bumper untuk Jokowi dan Indonesia yang lebih hebat, sudah selayaknya kita menghargai peran perempuan hebat ini.

Salam kompasiana.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun