Mohon tunggu...
Thomson Cyrus
Thomson Cyrus Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta, blogger, vlogger

Untuk Kerjasama, Bisa hub Kontak Email : thomsoncyrus74@gmail.com DM IG : @thomsoncyrus74

Selanjutnya

Tutup

Catatan Pilihan

Tentang KPK vs Polri, Kesabaran Kita Terus Diuji; Revolusi Mental ala Jokowi

10 Februari 2015   14:13 Diperbarui: 17 Juni 2015   11:30 1215
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_368091" align="aligncenter" width="300" caption="Kesabaran kita terus diuji (sumber gambar : gambar.co)"][/caption]

Ada begitu banyak analisa yang diberikan oleh anak bangsa ini tentang kemelut yang terjadi antara KPK vs Polri.  Sebulan lamanya, kita dijejali pemberitaan tentang kasus KPK vs Polri, seakan tidak ada lagi masalah kita yang lain selain permasalahan KPK vs Polri. Bahkan tak jarang dari kita menganggap bahwa jika tidak cepat diselesaikan maka akan terjadi kegaduhan besar di negara ini, akan terjadi kehancuran besar terhadap bangsa ini.

Memang era reformasi ini, membebaskan kita untuk berbicara, terlalu bebas kita ber-opini, hingga tak jarang apa yang kita ketahui, apa yang kita katakan masih jauh dari kenyataan, tetapi kita sudah merasa itulah (opini) kitalah yang paling benar. Soal kasus BG dan BW misalnya, kita sering menuduh Jokowi belum mengambil keputusan, padahal Jokowi sudah mengambil keputusan.

Keputusan adalah menunda melantik BG sampai waktu yang menurut Presiden, ada waktu terbaik untuk menentukan apakah BG tetap dilantik atau tidak, Presiden Jokowi telah menunjuk PLT Polri Komjen Badrodin Haiti sebagai orang yang menjalankan fungsi dan tugas Kapolri.

Permasalahannya adalah kita menganggap bahwa itu bukan keputusan seorang Presiden. Kita menganggap Presiden memutuskan kalau sudah melantik atau tidak melantik BG. Ini kita yang harus hati-hati dalam bersikap. Kita jangan terlalu emosional dalam menyikapi permasalahan ini. Presiden Jokowi tentu memikirkan segala kemungkinan mengapa bersikap seperti itu.

Ada beberapa hal yang menjadi perenungan kita yang dapat saya ambil hikmahnya:

Pertama, Kasus BG yang kita hubungkan juga ada kaitannya dengan kasus BW. Langsung atau tidak langsung, telah membawa kita kepada mentalitas yang rapuh. Mengapa? Terlalu besar kegaduhan yang kita rasakan dari kasus yang dihadapi BG. Kita dibawa ke titik di mana kitalah yang paling benar dalam melihat permasalahan yang ada. Coba kita perhatikan, ada begitu banyak tokoh masyarakat yang mengatakan BG harus dibatalkan dilantik dan menyuruh mundur sebab BG sudah tersangka, tetapi di sisi lain ketika BW mengundurkan diri sebagai ketua KPK lalu ditolak oleh komisioner yang lain dan di waktu yang sama BW adalah seorang tersangka (terlepas benar atau tidak kasusnya direkayasa atau tidak), kita cenderung diam dan seakan mendukung BW tidak perlu mundur. Di sinilah letak mentalitas kita yang sudah tidak benar. Sebab kita sudah pada kesimpulan bahwa BG pasti salah, BW direkayasa.

Kita tidak memberikan ruang yang cukup pada proses hukum yang ada untuk berjalan sesuai dengan aturan yang ada. Bahkan para pakar hukumlah yang memprovokasi kita kepada kesimpulan di atas bahwa BG pasti salah, BW direkayasa, padahal kita sama-sama belum melihat persidangan di antara keduanya, apalagi bukti-bukti yang dimiliki.

Dalam proses inilah menurut saya, seorang Presiden Jokowi melihat, ada yang salah dalam mentalitas anak bangsa ini, hingga kita melihat seperti diulur-ulur, Jokowi bagi kita seperti peragu dan tidak berani. Padahal kita tahu, program Jokowi yang paling mendasar adalah revolusi mental. Jokowi ingin memulihkan mentalitas kita yang tidak lagi patuh pada proses hukum. Hukum yang kita miliki selama ini berpatokan pada hukum yang memenangkan pada logika publik, meskipun logika publik belum tentu benar. Misal ketika kasus cicak vs buaya, Bibit - Candra, akibat desakan publik, Presiden SBY mengambil satu keputusan yang intinya menghentikan kasus itu. Akibat keputusan yang diambil SBY waktu itu, maka terjadilah kasus serupa saat ini dengan harapan desakan publik agar Presiden Jokowi ikut campur.

Menurut hemat saya, apa yang dilakukan Jokowi saat ini sudah benar. Coba Anda lihat, statement-statement dari pihak KPK, Presiden harus turun tangan, Presiden harus mengeluarkan Perppu, Jika Presiden tidak menyelamatkan KPK maka kami akan mengembalikan mandat itu kepada Presiden, dan lain sebagainya. Semua pernyataan itu kan bentuk tekanan dan ancaman agar Presiden mengambil keputusan yang memihak kepada mereka. Inilah mentalitas yang harus diubah. Presiden Jokowi sadar betul, KPK sendiri bukanlah tanpa kelemahan. Polri juga banyak masalah. Tetapi Jokowi juga bukan diam tanpa berpikir solusi yang tepat. Dia berpikir keras untuk mengubah mentalitas anak bangsa ini.

Kedua, Polemik KPK vs Polri ini bukanlah masalah tentang hukum menurut saya, ini tentang perilaku penegak hukum. Perilaku di mana hukum itu sendiri dimainkan seenak udelnya para penegak hukum. Komisioner KPK dengan kekuasaan yang dimilikinya tidak menghormati seorang Presiden (Jokowi baru mengajukan BG jadi cakapolri). Sekali lagi saya pendukung KPK, tetapi komisioner KPK harus bijaksana dalam mentersangkakan seseorang apalagi seorang Cakapolri, tentang timing, apalagi ini hanya kasus gratifikasi (kapan saja dapat diusut kalau mau). Tetapi karena perilaku komisioner KPK yang hanya ingin menunjukkan kekuasaannya maka mereka tanpa berhitung banyak aspek, langsung saja memberikan label koruptor pada BG. Saya setuju BG tidak Kapolri kalau dia tersangka, jangan disalahartikan.

Perilaku oknum penegak hukum jugalah yang membawa BW menjadi tersangka tentang kesaksian palsu. Penegak hukum memainkan hukum sesuai dengan keinginannya. Soal terbukti salah atau tidak itu urusan belakangan. Jadi kasus mereka berdua ini bukan soal penegakan hukum itu sendiri, tetapi soal perilaku penegak hukum.

Itu sebabnya Jokowi belum melantik BG sampai saat ini atau membatalkan melantik BG. Jokowi ingin melihat duduk permasalahannya yang sebenarnya berdasarkan hukum, makanya Jokowi menunggu proses praperadilan BG. Jika proses yang dilakukan oleh KPK benar terhadap BG, maka Jokowi tidak akan ragu membatalkan pelantikan BG. Demikian juga kasus BW, jika prosesnya benar atau direkayasa, di situ nanti Presiden Jokowi mengambil keputusan apakah menerima surat pengunduran BW atau tidak.

Mentalitas yang seperti inilah yang sedang dibangun oleh Presiden Jokowi. Jokowi ingin melihat semua berjalan sesuai dengan proses yang ada. Mengapa kita terlalu bernafsu mendesak Batal atau dilantik BG, toh dengan Plt Kapolri saja untuk sementara Polri dapat berjalan efektif, tidak ada satu hal yang besar yang mengkhawatirkan kita dengan cara seperti itu, sambil menunggu keputusan berikut yang terbaik untuk bangsa ini.

Ketiga, Opini masyarakat terlalu liar. Itu dapat terlihat dari kesimpulan kita yang liar. Seorang Megawati yang diam, yang belum mengeluarkan pernyataan sepatah kata pun tentang kasus ini, telah kita tuduh di balik semua ini. Mengapa kita menjadi bangsa pemarah? Mengapa kita menjadi bangsa yang tidak sabar untuk mengikuti proses ini? Bukankah kita menjadi pendosa jika kita menuduh seseorang penyebabnya padahal belum tentu seperti itu? Kita sudah berani menghakimi seorang Megawati tanpa pernah sekalipun kita mendengar satu kata pun pernyataan dari beliau. Sungguh!...Anak bangsa ini, bukan lagi generasi yang arif, generasi bangsa ini sekarang adalah generasi pemarah, generasi yang se-suka nya mencaci maki pemimpinnya. Padahal semua ajaran agama kita mengajarkan hormatilah pemimpinmu! Sejelek apa pun pemimpinmu, tetaplah dia pemimpin yang telah dipilih untuk memimpinmu.

Kita bukan lagi generasi penyabar, terlalu pendek sumbu yang kita miliki, hingga sedikit percikan dapat membakar amarah kita. Jokowi ingin mengubah mentalitas kita, generasi pemarah menjadi generasi penyabar. Sabar itu tidak berbatas, sering kita berkata, sabar ada batasnya. Itu pernyataan yang salah, Jika sabar itu ada batasnya maka sabar itu akan berubah menjadi bukan sabar lagi. Sabar itu tidak berbatas.

Kesabaran kita terus-terusan diuji. Disitulah letak kedewasaan kita berbangsa dan bernegara. Jika tingkat kesabaran kita sudah tinggi, maka tingkat kedewasaan kita telah semakin matang. Jokowi masih melihat kesabaran kita belum dewasa, dengan cara dia (ala Jokowi), kesabaran kita diuji setiap hari, hingga kita matang. Dan terbukti, riak-riak kegaduhan KPK vs Polri sudah mulai surut, kita mulai merasa capek. Sebenarnya yang terjadi adalah kita semakin sabar, kadar kesabaran kita semakin meningkat dari hari ke hari melihat dan menunggu keputusan berikut yang akan diambil oleh Presiden Jokowi. Itulah revolusi mental yang akan dibawa oleh Jokowi.

Ada saatnya Jokowi mengambil keputusan cepat dan ada saatnya Jokowi mengambil keputusan memerlukan waktu, semua ada pertimbangannya, semoga Jokowi diberikan hikmah dan kebijaksanaan untuk mengambil keputusan terbaik bagi anak bangsa ini.

Salam Kompasiana,

Grand Wisata, 10 Feb 15

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun