Mohon tunggu...
Thomas Panji
Thomas Panji Mohon Tunggu... Freelancer - Content Writer

Berusaha dengan sebaik mungkin

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Belajar Berdaya dan Berkarya dari Agus Yusuf

4 Februari 2023   08:00 Diperbarui: 4 Februari 2023   08:00 623
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Agus saat sedang mengikuti sebuah ajang pameran seni di Surabaya baru-baru ini | Dok. Sri Rohmatiah (Istri Agus)

Meski terlahir difabel, Agus Yusuf membuktikan jika itu tidak menjadi penghalangnnya untuk berdaya dan berkarya.  

Kaum difabel seringkali diperlakukan diskriminatif (Auditya, 2021). Kurangnya pengetahuan soal difabel, yang akhirnya melahirkan stereotipe sempit membuat keberadaan dan keberdayaan mereka menjadi kurang dihormati. Padahal, di Indonesia ada begitu banyak difabel yang berdaya dan berkontribusi bagi lingkungannya. Salah satunya Agus Yusuf.

Agus Yusuf atau akrab disapa Agus adalah seorang pelukis difabel asal Madiun. Ia tak pernah membayangkan, bahwa meski dirinya harus terlahir tanpa memiliki anggota tubuh yang lengkap, namun hal itu nyatanya tak pernah menyurutkan semangatnya untuk menghidupi cintanya yang besar terhadap seni, yakni melukis.  

Lukisan Bunga 

Lelaki kelahiran Madiun, Jawa Timur tahun 1963 itu masih ingat pengalamannya, berjalan kaki sejauh tiga kilometer tanpa menggunakan bantuan alat sama sekali untuk bersekolah. Tujuan Agus saat itu hanya satu, ingin hidup normal selayaknya mereka yang memiliki anggota tubuh lengkap dan mampu melakukan sesuatu dengan leluasa.

Meski kedua orang tua Agus awalnya khawatir dengan segala hal yang dilakukannya dalam kondisi difabel dan sempat mendapat tawaran dari tentangganya untuk memasukkan Agus ke sebuah rumah khusus pelatihan difabel, namun kedua orang tuanya enggan untuk melakukan hal itu dan lebih memilih membiarkan Agus bertumbuh sesuai keinginannya.

Prinsipnya amatlah kuat, bahkan kelewat keras. Namun karena itulah, Agus akhirnya berhasil tumbuh menjadi sosok yang sangat mandiri dan percaya diri dengan keterbatasan fisiknya. Persoalan seperti menyeterika, menggembala kambing, hingga melukis ia jalani selayaknya orang normal yang memiliki anggota tubuh lengkap.

Dalam hal melukis misalnya, Agus belajar secara otodidak saat kelas dua Sekolah Dasar (SD) selama enam bulan, dengan menggunakan mulut dan kakinya. Meski sulit serta ditambah rasa pegal, Agus terus mencoba dan berusaha setiap hari. Sampai akhirnya, Agus mampu menghasilkan karya pertamanya, yakni lukisan bunga.

"Sejak melukis dari kelas dua SD sampai sekarang, saya suka melukis dengan gaya naturalis dan realis, seperti melukis bunga, gunung, dan pemandangan. Alasannya, agar lukisan saya mudah untuk diterima banyak orang," kata Agus.

Lukisan pertamanya itu membuat guru-guru di sekolahnya melihat jika Agus memiliki bakat istimewa dalam melukis. Saat ia duduk di bangku kelas lima SD, Agus bercerita jika ia dipercaya oleh guru-gurunya untuk mewakili sekolah dalam kompetisi melukis di tingkat antar sekolah dan menjadi pengalaman pertamanya dalam berkompetisi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun