Pada OPCC tahun 2022 Kota Probolinggo berhasil menjadi salah satu dari 72 finalis global yang mewakili Indonesia, sekaligus menjadi kali perdana bagi Kota Probolinggo sebagai finalis dalam perhelatan global itu (PPID Kota Probolinggo, 2022). Adapun Kota Balikpapan dan DKI Jakarta juga berhasil keluar sebagai finalis dan mewakili Indonesia.
Menurut Habib Hadi Zainal Abidin, Wali Kota Probolinggo, Kota Probolinggo dapat terpilih sebagai salah satu finalis OPCC karena memiliki peta rencana aksi yang jelas dan telah mampu mengidentifikasi berbagai sektor yang menjadi penyumbang emisi gas rumah kaca (GRK) terbesar, yang mana sektor tersebut berasal dari sektor limbah.
Berbagai upaya-upaya proaktif untuk menangani masalah limbah yang ada telah dijalankan oleh seluruh jajaran pemerintah Kota Probolinggo, seperti mengadakan program bank sampah, konversi limbah menjadi energi, menggalakkan pemanfataan energi ramah lingkungan, dan lainnya (WWF, 2022)
Atas itu, Kota Probolinggo terpilih menjadi salah satu dari tiga finalis yang mewakili Indonesia dalam perhelatan OPCC dan berhasil keluar sebagai juara dunia serta berhasil menyandang gelar "We Love Cities" setelah proses pemungutan suara dengan total perolehan sebanyak 1,29 juta suara serta 116 ribu saran secara global (Kota Probolinggo, 2022).
"Tim kampanye pun kami bentuk dalam tiap perangkat daerah untuk mensosialisasikan program lingkungan hidup Kota Probolinggo kepada masyarakat, sehingga masyarakat paham dan mampu memberikan dukungannya pada upaya kami ini," kata Zainal Abidin.
Resep KeberhasilanÂ
Ada berbagai upaya yang dilakukan pemerintah Kota Probolinggo untuk mencapai keberhasilan tersebut. Selain berfokus pada sektor limbah, pemerintah kota juga bekerja pada sektor-sektor lainnya, seperti sektor energi terbarukan, sektor lahan dan ruang terbuka hijau, serta sektor ketahanan pangan masyarakat (WWF, 2023). Â
Seperti yang sudah disinggung sebelumnya, dalam mengatasi masalah pada sektor limbah, pemerintah Kota Probolinggo mengambil langkah inisiatif yang cukup unik. Keunikan itu berasal dari inisiatif mereka untuk memanfaatkan dan mengkonversi air limbah dari pabrik tahu menjadi energi biogas bagi kebutuhan rumah tangga (Kota Probolinggo, 2022).
Inisiatif ini muncul pada tahun 2015, yang mana saat itu pemerintah Kota Probolinggo berusaha mencari solusi untuk mengatasi limbah air tahu yang kerap dibuang di sembarang tempat dan dapat mencemari air baku. Untuk itu, pemerintah kota kemudian meluncurkan program Pelita Si Abah (Pemanfaatan Limbah Tahu sebagai Alternatif Bahan Bakar).
Menurut Prasetyadi dkk (2018), kemampuan reaktor biogas yang digunakan untuk mengolah limbah air tahu tersebut mampu mencapai volume produksi maksimal sebesar 35.158 liter/hari dengan rata-rata nilai metana sebesar 65%, dan keberadaan reaktor tersebut telah dirasakan manfaatnya oleh 150 kepala keluarga di Kota Probolinggo.