Sidik sempat lama menetap di Tiongkok sebagai Research Fellow, dan pada tahun 2009, Sidik harus kembali ke tanah air karena istrinya meninggal dunia. Pada tahun ini juga lah Sidik mengalami kehilangan semangat yang sangat besar dalam berkesenian. Dukanya yang mendalam itu sempat membuatnya berhenti cukup lama dalam melukis, yakni sampai pada tahun 2012 atau tiga tahun lamanya.
Selama masa duka itu, Sidik banyak merenung dan meratapi kepergian istrinya serta meninggalkan sementara kanvas-kanvasnya yang masih putih bersih itu. Setelah tiga tahun meratapi kepergian istrinya, pada tahun 2012 Sidik kemudian mendapat kunjungan tamu yang sangat istimewa di kediamannya, yakni Duta Besar Tiongkok untuk Indonesia, Liu Jianchao dan Menteri Kebudayaan Tiongkok, Cai Wu.
Tujuan kedatangan dua tokoh prominence Tiongkok itu adalah untuk meminta Sidik kembali melukis! Hal dikarenakan Sidik adalah salah seorang Research Fellow dan salah satu tugas besarnya adalah untuk tetap berkarya dan terus mempopulerkan seni lukis Tiongkok ke dunia Internasional. Permintaan dari kedua tokoh tersebut akhirnya disetujui oleh Sidik dan dirinya pun akhirnya kembali memegang pit kesayangannya dan kembali "mabuk" di atas kanvas.
Setelah dua tahun kembali melukis, pada tahun 2014 Sidik ditawarkan dan diikutsertakan oleh Kedutaan Besar Tiongkok di Jakarta melalui China International Cooperation Center (CICC) untuk mengikuti kompetisi seni lukis di Carrousel de Louvre, Perancis, yang diselenggarakan oleh Societe Nationale des Beaux Arts (SNBA), yang diikuti oleh 600 seniman dari 56 negara, termasuk Sidik dengan karyanya yang berjudul "Englightment Orientalism."
Pada acara tersebut Sidik memperoleh dua penghargaan berupa Medaille d'Or (medali emas) untuk penghargaan juara umum dan penghargaan untuk karya terbaik pilihan tim juri. Setelah empat tahun memperoleh penghargaan seni yang bergengsi itu, Sidik pada tahun 2018 kembali mengikuti pameran di Louvre, Perancis dan kembali menerima penghargaan baru berupa Prix Special du Jury dalam perhelatan Salon des Beaux Arts.
Akhirnya, kita dapat memahami bahwa Sidik Marto Widjojo layak menyandang gelar sebagai salah satu maestro kenamaan Indonesia. Bukan tanpa alasan. Laku batinnya yang kuat mengenai alam semesta, yang selalu dibawa ke dalam tiap lukisannya, mengandung nilai batin bahwa kita hanyalah sesuatu yang teramat kecil di hadapannya. Sehingga, ada baiknya jika kita berserah padanya sekaligus tunduk pada kuasanya yang maha baik, yakni alam semesta.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H