Pekerjaannya yang baru itu nyatanya juga hanya bertahan selama tiga tahun. Setelah memutuskan resign, Sidik akhirnya menekuni bisnis dan bertahan hingga belasan tahun lamanya. Di masa-masa menjalankan bisnis, Sidik akhirnya menikah pada tahun 1975 dengan R. R Lily Indra Ginarni Kalapaaking, seorang dokter gigi asal Kebumen, Jawa Tengah yang ternyata masih memiliki garis keturunan dari Sultan Agung. Â Â
Setelah lama menetap di Jakarta, Sidik dan sang istri pun akhirnya memutuskan untuk menetap di Yogyakarta. Alasan kepindahannya ini pun disebabkan oleh suasana Kota Jakarta yang membuat kurang merasa nyaman. Selain itu, Yogyakarta cenderung relatif dekat dengan tempat kelahiran istrinya, yakni Kebumen. Akhirnya, pada tahun 1990 Sidik beserta keluarganya pindah ke Yogyakarta, dan dari sinilah Sidik memutuskan untuk menjadi seorang pelukis.
Keinginannya untuk menjadi pelukis ternyata telah tumbuh sejak lama. Namun, karena adanya berbagai alasan politis di Indonesia yang melarang aktivitas masyarakat Tionghoa dalam berekspresi membuatnya harus menunggu lama untuk mendapatkan momentum tersebut. Di tengah keputusannya, Sidik beruntung dapat bertemu dan berinteraksi dengan beberapa seniman Yogyakarta yang justru semakin menumbuhkan cita-citanya itu.
Di awal-awal melukis, Sidik bercerita bahwa banyak lukisannya kala itu masih berfokus pada konsep Cina Benteng. Namun, lambat laun Sidik mengubah gaya melukisnya dengan memadukan teknik Tiongkok dan Barat. Sidik menjelaskan bahwa teknik melukis Tiongkok lebih menekankan pada unsur ketenangan dan pendekatan batin. Sedangkan, teknik melukis Barat menekankan pada unsur cahaya, warna, dan sifat materialistik.
Perjuangan bagi Sebuah Karya Seni
Berkat usaha dan juga keuletannya dalam mengkawinkan dua teknik lukis tersebut, lukisan-lukisan yang dibuat oleh Sidik pun lambat laun semakin menarik perhatian banyak pihak, terkhususnya pemerintah Republik Rakyat Tiongkok melalui perwakilan duta besar mereka yang ada di Jakarta. Pada tahun 2001, Sidik pernah mengikuti perlombaan Seni Lukis dan Kaligrafi Tiongkok Sedunia di Beijing, RRT.
Di perlombaan itu, Sidik berhasil menyabet penghargaan "Chinese Painting Excellence Award," dan kembali mendapatkan penghargaan yang sama di tahun 2002. Dari situ, nama Sidik semakin dikenal oleh beberapa kalangan seniman lukis di Tiongkok. Dia bercerita bahwa pernah ditolak oleh kurator lukisan National Museum of China (NAMoC) ketika hendak menyerahkan proposal untuk mengadakan pameran tunggal di sana.
Sebagai pembuktian bahwa karyanya pantas untuk dipamerkan di NAMoC, Sidik kemudian berinisiatif untuk membuat dua pameran tunggal di The China Millenium, Beijing dan Liu Haisu Art Museum, Shanghai pada tahun 2006. Di dua pameran tunggal tersebut, Sidik tak lupa mengundang kurator lukisan dari NAMoC untuk melihat karya-karyanya. Inisiatif ini kemudian membuahkan hasil yang sangat manis.
Pada tahun 2007, Sidik akhirnya berhasil menggelar pameran tunggalnya di NAMoC dan mendapatkan anugerah sebagai Research Fellow pada Chinese Academic of Art. Sebagai seorang Research Fellow, Sidik banyak memberikan masukan mengenai pentingnya menjaga identitas Asia di tengah gempuran seni lukis kontemporer Barat yang saat itu banyak digandrungi seniman muda Tiongkok.
"Mau bagaimana pun, identitas Asia itu tidak boleh hilang, karena itu yang menjadi pembeda kita dalam melahirkan suatu karya. Konsep Barat tetap kita adopsi agar kesenian kita tetap bisa diterima oleh masyarakat Internasional," tutur Sidik.
Titik Terendah Sidik dan Kebahagiannya