Jogja Pasaraya Malioboro tidak hanya sekadar berjualan. Namun, ada semangat pelestarian budaya dan kreatifitas lokal di dalamnya.
Melancong ke Yogyakarta rasanya kurang lengkap jika tidak berkunjung ke Malioboro, salah satu ikon wisata paling legendaris di Yogyakarta atau bahkan di Indonesia. Sejak dikembangkan sebagai pusat niaga dan kuliner oleh pemerintah kolonial Belanda di sekitaran tahun 1800-an (Wijanarko, 2021), Malioboro saat ini semakin berbenah untuk dapat meraih status sebagai salah satu atraksi pariwisata budaya warisan dunia UNESCO (Purnandaru, 2021).
Untuk dapat meraih predikat dan status tersebut, maka pemerintah kota Yogyakarta melalui titah Sri Sultan Hamengkubuwono X selaku Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta mulai merevitalisasi Jalan Malioboro. Salah satu program yang cukup mendapatkan perbincangan hangat di kalangan masyarakat Yogyakarta adalah adanya program relokasi dan penataan ulang pedagang kaki lima (PKL) ke tempat yang lebih terkonsentrasi serta lebih rapih tentunya.
Alasan relokasi PKL dari sepanjang jalan Malioboro ini, di satu sisi juga diperuntukan untuk semakin mengembalikan nilai-nilai sejarah dan budaya kota Yogyakarta di zaman dahulu, yang beberapa di antaranya terekam jelas jejaknya pada sepanjang deretan pertokoan di jalan Malioboro, yang umurnya rata-rata telah mencapai ratusan tahun (Pangaribowo, 2021). Dengan demikian, maka saat ini kita akan melihat wajah jalan Malioboro yang lebih segar.
Berbagai deretan pertokoan saat ini sudah mulai terlihat kembali "aura" sejarahnya, trotoar semakin bersih, pejalan kaki semakin leluasa melangkah, dan lainnya. Salah satu hal menarik dari adanya pengejawantahan kebijakan ini adalah banyaknya pertokoan disepanjang jalan Malioboro yang saat ini sedang berusaha untuk berbenah dan semakin mempercantik dirinya masing-masing dengan berbagai renovasi serta inovasi baru dalam bisnisnya.
Tak terkecuali juga Jogja Pasaraya Malioboro, salah satu pusat perbelanjaan dengan konsep mini departement store yang terletak di jantung pariwisata kota Yogyakarta, khususnya di kawasan Malioboro. Jogja Pasaraya Malioboro menawarkan konsep dan sensasi yang segar bagi para pelancong. Sebab, alih-alih menawarkan produk yang seragam, Jogja Pasaraya Malioboro justru berani membawa ide dan inovasi baru bagi pariwisata di kawasan Malioboro.
Hal ini dapat pembaca temukan dan buktikan sendiri dari begitu banyaknya produk-produk UMKM dari seluruh wilayah Yogyakarta yang unik dan menarik untuk ditilik serta dipilih. Kurang lebih ada sekitar 400 jenama (brand) UMKM dari seluruh penjuru Yogyakarta yang ditawarkan oleh Jogja Pasaraya Malioboro. Berbagai produk industri kreatif UMKM mulai dari batik hingga keripik dapat pembaca temukan dengan mudah dan melimpah di sini.
Alasan mengapa produk UMKM lokal dipilih oleh Jogja Pasaraya Malioboro untuk ditawarkan kepada para pelancong adalah karena adanya misi pelestarian budaya dan promosi UMKM lokal itu sendiri. Hal ini sesuai dengan apa yang disampaikan secara langsung oleh CEO sekaligus founder Jogja Pasaraya Malioboro, Aditya Suryadinata, di acara #NgabuburitAsyik di Jogja Pasaraya Malioboro yang diselenggarakan oleh Kompianer Joga (22/4/2022).
Dalam diskusinya, Adi menyatakan bahwa visi Jogja Pasaraya Malioboro adalah membantu meningkatkan perekonomian UMKM lokal. Maka, semangat menghadirkan produk UMKM lokal adalah kewajiban dan presensi Jogja Pasaraya Malioboro tidak hanya menjadi sekadar departement store saja, tetapi juga menjadi salah satu bagian yang mampu mempromosikan kreativitas, keunikan, dan kemajuan industri kreatif di Yogyakarta.
Di samping itu, Adi juga menambahkan bahwa alasan lain kenapa produk UMKM dipilih sebagai komoditasnya adalah karena adanya dukungan dari pemerintah daerah Kota Yogyakarta yang ingin terus berusaha merawat kawasan Malioboro sebagai episentrum wisata budaya, seni, dan industri kreatif Yogyakarta. Sehingga, menurutnya cita-cita itu bisa didukung dengan menghadirkan produk-produk UMKM lokal di Jogja Pasaraya Malioboro.
Apa yang dilakukan oleh pemerintah daerah Kota Yogyakarta dengan program tersebut, menurut penilaiannya adalah sesuatu yang cukup berbeda dengan kota-kota wisata lain di Indonesia. Sebab, kota-kota besar yang memiliki ikon wisata budaya dan sejarah layaknya Jakarta dengan Kota Tua, Bandung dengan Cihampelas, dan Bali dengan Kuta tidak memperoleh perhatian yang cukup dari pemerintahnya, sehingga pelaku-pelaku UMKM ini justru terpencar ke mana-mana.
"Kota Tua, pecah; Cihampelas, pecah; Kuta, pecah juga. Jadi, wisatawan yang datang biasanya akan kesulitan cari produk-produk lokal kayak kerajinan dan lainnya itu. Padahal peminat produk-produk seperti itu banyak sekali, khususnya turis mancanegara," tutur Adi.
Sehingga, dengan adanya program baik ini menurut penilaian Adi harus didukung juga dengan adanya inisiatif untuk menghadirkan berbagai hal yang lekat dengan identitas Yogyakarta itu sendiri, yang salah satu di antaranya adalah produk-produk UMKM lokal. Dengan demikian, ada semacam win-win solution yang hadir, di mana UMKM lokal dapat semakin berkembang dan Jogja Pasaraya Malioboro dapat menjadi pusat oleh-oleh Jogja terlengkap kelak.
Untuk bisa menghidupkan dan menumbuhkan cita-cita tersebut, Adi menjelaskan bahwa langkah yang ditempuh olehnya sejauh ini adalah dengan memfokuskan pada berbagai produk yang dapat menjadi andalan bagi Jogja Pasaraya Malioboro. Dari 400 jenama (brand) yang tersedia, produk-produk kategori fesyen; hunian dan tempat tinggal; serta makanan dan minuman masih menjadi produk-produk primadona sejauh ini.
Produk-produk fesyen mulai dari baju kaus unik hingga kain batik menjadi dua produk fesyen yang sejauh ini mendapatkan animo yang cukup besar dari pengunjung. Produk perlengkapan rumah tangga layaknya pot bunga tembikar, kerajinan anyaman rotan, gelas keramik, hingga sumpit estetik dapat ditemukan juga di sini. Selain itu, produk makanan dan minuman khas Yogyakarta mulai dari bakpia hingga bir jawa pun juga tersedia di sini dan dapat dijadikan oleh-oleh.
Dalam perjalanannya, Adi menceritakan bahwa 400 jenama (brand) UMKM yang dihadirkan di Jogja Pasaraya Malioboro semuanya telah melalui proses seleksi dan sortir yang ketat. Hal ini bertujuan untuk memastikan bahwa produk-produk yang dihadirkan oleh Jogja Pasaraya Malioboro adalah berbagai produk yang berkualitas dan mampu untuk bersaing dengan berbagai produk-produk besar yang sudah merajai banyak pasar retail.
"Karena balik lagi, visi dan misi kita adalah jadi pusat oleh-oleh Jogja terlengkap. Jadi, kita berusaha hadirkan produk-produk yang berkualitas dan ga asal seleksi gitu aja," tutur Adi.
Selain menghadirkan berbagai produk UMKM lokal yang unik dan berbeda dari pusat oleh-oleh lainnya, Jogja Pasaraya Malioboro juga berusaha menciptakan suasan yang homy dan service yang baik dari para karyawannya. Hal ini kembali dipertegas oleh Adi, bahwa konsep dari Jogja Pasaraya Malioboro sendiri secara arsitektural berusaha mengawinkan gaya bangunan Jawa klasik dengan pendekatan gaya modern berkonsep minimalis.
Hal ini terlihat dari adanya sejumlah penggunaan elemen kayu dari gebyok, dekorasi unik berupa guci-guci yang menggantung di langit-langit, dan penggunaan lantai tegel bermotif batik di beberapa sudut ruangan. Penggunaan cat putih bersih dan penerangan yang maksimal serta dekorasi seni kontemporer juga menjadi daya tarik tersendiri yang dapat menjadi daya tarik pengunjung yang datang ke Jogja Pasaraya Malioboro.
Untuk semakin memastikan kenyamanan setiap pengunjung yang berbelanja, Jogja Pasaraya Malioboro juga berusaha memastikan bahwa setiap karyawan yang bekerja dapat memberikan performa service yang terbaik. Hal itu penulis temukan dari beberapa bentuk keramahan serta inisiatif para karyawan yang berusaha membantu para calon pembeli untuk lebih mengetahui product knowledge berbagai produk yang akan dibeli oleh mereka.
Selain berusaha memastikan performa terbaik setiap karyawan, Jogja Pasaraya Malioboro juga berkomitmen untuk menciptakan ruang berbelanja dan rekreasi yang semakin aman bagi para pengunjung di tengah merebaknya pandemi COVID-19 varian baru. Adi selaku CEO dan founder menegaskan bahwa langkah yang ditempuhnya adalah dengan menerapkan protokol kesehatan yang ketat dan memastikan vaksinasi bagi semua karyawan.
Dalam urusan protokol kesehatan, Adi memastikan bahwa setiap karyawan mengenakan masker medis sesuai dengan standar yang sudah ditetapkan oleh Kementerian Kesehatan Republik Indonesia dan telah menerima vaksin COVID-19 dosis lengkap. Selain itu, penyediaan hand sanitizer di beberapa sudut toko dan pengecekan suhu tubuh sebelum memasuki toko juga sudah dihadirkan untuk semakin memastikan protokol kesehatan tersebut.
"Sampai sejauh ini 89 persen karyawan kita sudah mendapatkan vaksin COVID-19 dosis ketiga (booster). Jadi, kita bisa pastikan bahwa setiap pengunjung yang akan datang berbelanja tidak perlu takut, karena kita semua sudah dosis lengkap semua dan mayoritas juga sudah dapat vaksin booster," tutur Adi.
Sehingga, kita bisa menyimpulkan bahwa apa yang dilakukan oleh Jogja Pasaraya Malioboro tidak hanya sekadar untuk mencari keuntungan saja, namun juga berusaha untuk melestarikan nilai-nilai sejarah dari jalan Malioboro itu sendiri dan juga berusaha untuk memajukan serta mempromosikan kemajuan serta kreatifitas masyarakat Yogyakarta melalui berbagai produk UMKM lokal yang dijajakan di dalamnya.
Jogja Pasaraya Malioboro kiranya boleh jadi salah satu destinasi wisata favorit bagi para pelancong yang hendak mencari oleh-oleh khas Yogyakarta sebelum kembali ke kota asal. Tidak hanya soal keunikannya saja, namun Pasar Jogja Malioboro juga berusaha meninggalkan kenangan manis bagi setiap pengunjung yang datang. Sebab, kenangan manis akan Yogyakarta akan selalu membekas dan membuat kita ingin kembali lagi dan lagi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H