Kita juga harus berefleksi bahwa inovasi dan kreativitas itu sejatinya diperkenankan dalam kuliner, namun mencoba untuk rendah hati dan adanya kemauan secara tulus untuk mempelajari serta memahami local knowledge itu menjadi kunci penting dalam menciptakan makanan yang pantas dimakan dan di satu sisi membuat status serta kedudukan kita menjadi lebih terpandang, sebab adanya keinginan untuk menghargai kebudayaan bangsa lain.
Lantas, apa yang dilakukan oleh Jamie Oliver dengan nasi gorengnya tidak terlepas dari mentalitas superiornya sebagai bangsa Barat, yang pada akhirnya membuat pengetahuan dan kreativitasnya berhenti ditataran yang kebanyakan orang Indonesia memahaminya sebagai "sok tau" alih-alih sebagai orang ahli dibidang kuliner yang mampu mengelevasi dan menciptakan kebaharuan mengenai cita rasa masakan yang pantas diterima oleh mulut.
Mentalitas Barat superior yang tertanam kuat dalam diri Jamie Oliver yang pada akhirnya menolak berbagai bentuk pakem dari esensi pembuatan dan pengetahuan soal nasi goreng itu pada akhirnya diperparah juga dengan tumbuhnya konsep sistem dunia, yang mana menempatkan Jamie Oliver sebagai individu dari wilayah core, yang secara sejarah lekat dengan poskolonialisme dan neokolonialisme itu sendiri di banyak hal.
Daftar Pustaka:
Said, E. (1995). Orientalism. London. Penguin Books
Utami, S. (2018). Kuliner Sebagai Identitas Budaya: Perspektif Komunikasi Lintas Budaya. Journal of Strategic Communication, 8(2): 36-44. Universitas Pancasila
Nurhadi. (2007). Poskolonial: Sebuah Pembahasan. Seminar Rumpun Sastra.
McPhail. 2014. GLOBAL COMMUNICATION: THEORY, STAKEHOLDERS, AND TRENDS. West Sussex. WILEY Blackwell.
Nkrumah, K. 1965. Neo-Colonialisme The Last Stage of Imperialism. New York. International Publisher.
Gardjito, M et al. 2019. Gastronomi Indonesia (Jilid II). Yogyakarta. Global Pustaka Utama.