Mohon tunggu...
Thomas Panji
Thomas Panji Mohon Tunggu... Freelancer - Content Writer

Berusaha dengan sebaik mungkin

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup Pilihan

Filosofi Teras di Balik Belajar Main Saham

29 September 2021   08:00 Diperbarui: 6 Oktober 2021   18:52 768
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi dari belajar investasi saham | universalbroker.co.id

Ada trikotomi kendali dibalik belajar dan aktivitas jual beli saham

Kita selalu dihadapkan pada banyak ketidakmungkinan dan ketidakpastian. Namun terkadang, ketidakpastian dan ketidakmungkinan ini bisa jadi membuat kita belajar dan bersiap akan kehadirannya. 2.000 tahun yang lalu sebelum masehi, seorang filsuf Yunani bernama Zeno melahirkan suatu aliran filsafat bernama stoa (filsafat teras). Salah satu buah pemikiran darinya yang membuat penulis tersadar adalah dikotomi dan trikotomi kendali.

Dikotomi dan trikotomi kendali dalam filosofi stoa dapat dianalogikan sebagai ketidakpastian dan ketidakmungkinan itu sendiri. Menurut Manampiring (2019), dikotomi kendali adalah segala sesuatu yang bertolak dari luar dan seutuhnya tidak bisa kita dikendali. Ada berbagai contoh mengenai dikotomi kendali, seperti hujan deras yang tidak bisa kita suruh untuk reda dalam waktu lima menit, atau pasangan yang tidak bisa kita kendalikan untuk berhenti marah-marah.

Sedangkan, trikotomi kendali adalah berbagai hal yang sejatinya mirip seperti dikotomi kendali, namun dalam konteks ini kita sebagai manusia mampu untuk mengendalikan sebagiannya. Dalam trikotomi kendali, kita hanya bisa mengendalikan satu hal dalam hidup kita, yakni pikiran dan rasa kita sendiri. Ada berbagai contoh soal trikotomi kendali, namun dalam ulasan artikel kali ini, penulis akan fokus pada kegiatan belajar serta jual beli saham.

Pada hari Sabtu tanggal 25 September 2021, penulis bersama dengan teman-teman kompasianer dari komunitas Kompasianer Jogja (Kjog) baru saja menyelenggarakan dan mengikuti sebuah acara yang bertajuk "Bisa Apa Dengan 100 Ribu, Cara Praktis Trading Saham Untuk Pemula". Acara ini diselenggarakan di resto Borobudur Silver, yang berlokasi di Jl. Menteri Supeno No. 41, Sorosutan, Umbulharjo, Kota Yogyakarta.

Acara dimulai tepat pada pukul 16.30 WIB, dan diawali pembukaan oleh Selly Sagita, selaku pemilik usaha dan kemudian dilanjutkan oleh moderator, Florentina Retno. Setelah pembukaan dan perkenalan singkat, acara kemudian dilanjutkan dengan materi utama yang dibawakan oleh Eko Indriyanto. Eko, selaku pemateri utama di awal sesi sudah memberi nasihat, bahwa ketika memutuskan untuk belajar saham maka ada berbagai resiko yang harus dihadapi.  

"Resiko yang harus dihadapi saat bermain saham adalah rugi dalam skala besar. Karena ruginya bisa besar sekali, jadi disamping bermain saham kita juga harus sering-sering membaca berita dan mengikuti perkembangan isu, supaya punya keputusan yang tepat", tutur Eko.

Menurut Eko, dengan membaca berita dan mengikuti perkembangan isu-isu yang terjadi di media massa online atau di media sosial, kita akan menjadi lebih mudah dalam mengetahui berbagai faktor resiko yang dapat terjadi di kemudian hari ketika akan membeli saham, seperti misalnya terhindar dari resiko saham-saham yang digoreng oleh berbagai tokoh publik tertentu yang dapat mempengaruhi perputaran uang di pasar modal.

"Misalnya kayak kemarin, waktu Elon Musk mau bangun pabrik Tesla di Indonesia, saham Antam (Aneka Tambang) langsung the moon. Ini jelas banget kan bahwa kita harus hati-hati dan bersabar. Karena kasus kayak gini contohnya belum mencapai keputusan final dan beresiko banget buat menjatuhkan harga komoditas fisiknya", ujar Eko.

Isu antara Elon Musk dengan naiknya saham Antam | kaltim.tribunnews.com
Isu antara Elon Musk dengan naiknya saham Antam | kaltim.tribunnews.com

Setelah asyik bercerita soal saham dan berbagai faktor resikonya, Eko kemudian mengajak penulis dan para kompasianer Jogja lainnya untuk mulai melakukan trial membeli saham menggunakan aplikasi online. Pada saat trial, Eko menjelaskan ada beberapa hal dasar yang harus dipahami terlebih dahulu oleh kami. Kurang lebih ada empat hal penting yang harus dipahami terlebih dahulu saat mulai belajar tentang saham dan sebelum membelinya.

Pertama, menurut Eko keputusan dalam membeli saham harus didasarkan pada pertimbangan yang rasional. Rasional di sini adalah tidak hanya mengacu pada harga atau nama dari suatu entitas yang menjual saham, namun yang juga perlu dilihat adalah aktivitas jual beli sahamnya. Ketika saham itu aktif atau ada pergerakan jual beli yang ramai, maka ini dapat menjadi indikator untuk menilai bagus atau tidaknya kualitas suatu saham.

"Jangan gampang terbuai dengan "nama perusahaan" ya, karena yang sudah terkenal sekali sahamnya belum tentu bagus dan yang tidak terkenal atau undervalued bisa jadi lebih bagus dan harganya bisa sampai to the moon. Jadi, selalu baca laporan keuangan terlebih dahulu sebelum beli saham yang diinginkan, supaya pembelanjaannya tidak impulsif", tutur Eko.  

Kedua, beli lah saham saat harganya turun dan jual lah kembali saat harganya naik. Perilaku ini mungkin terlihat cukup sepele, mengingat sejak dahulu kecenderungan ini memang terus dilakukan dan dilestarikan dalam proses mencari suatu keuntungan. Namun, perilaku seperti ini sangat berbeda dalam konteks jual beli saham. Dalam jual beli saham, harga bisa saja berubah, entah itu dalam hitungan jam, menit atau bahkan detik sekalipun.

Maka dari itu, Eko menyarankan untuk kembali melihat dan menganalisis pada berita dan isu-isu yang terus berkembang di media online, agar para investor atau trader saham tidak terjebak di dalam suatu keraguan saat proses jual beli saham. Disamping itu, Eko juga menyarankan untuk selalu mengikuti perkembangan pasar, yang bisa dilakukan dengan melihat pada beberapa berita yang secara khusus membahas soal pergerakan pasar modal dan saham.

Ketiga, lihat lah PBV (Price to Book Value) pada laporan perusahaan tersebut. Menurut Aliya (2021) PBV (Price to Book Value) adalah nilai aset bersih dari sebuah perusahaan, di mana perhitungannya adalah harga saham dibagi dengan total aset (value) yang dimiliki oleh perusahaan tersebut selama masa operasional. Nilai dari hasil pembagian tersebut nantinya akan berguna untuk menentukan, apakah harga dari sebuah saham bisa dikatakan murah atau mahal.

"PBV yang bagus adalah PBV yang berada di bawah satu. PBV yang ada di bawah satu menandakan bahwa harga saham yang dijual termasuk murah. PBV yang berada di bawah satu umumnya berharga sekitar Rp 100 untuk satu lembarnya. Nah, kalau PBV sudah menyentuh angka 7 ke atas, maka bisa dipastikan jika harganya semakin mahal", tutur Eko.  

Selain melihat PBV, Eko juga menyarankan untuk melihat BVS (Book Value per Share). Menurut Darmawan (2021), BVS (Book Value per Share) adalah nilai sebuah aset atau kelompok aset dikurangi dengan sejumlah penyusutan nilai yang dibebankan selama umur pengguna aset tersebut. Jika nilai BVS perusahaan lebih tinggi dari pada nilai pasar per sahamnya (PBV), maka sahamnya bisa dikatakan undervalued atau murah dan lebih rendah dari harga pasar.

Ilustrasi dari pelaku keuangan yang sedang mempelajari saham | folderbisnis.com
Ilustrasi dari pelaku keuangan yang sedang mempelajari saham | folderbisnis.com

Keempat, selalu perhatikan PER (Price to Earning Ratio) pada laporan perusahaan yang tertera. Menurut Adieb (2021), PER (Price to Earning Ratio) adalah gambaran mengenai rasio harga saham suatu perusahaan dan keuntungan atau laba yang mampu dihasilkan oleh perusahaan tersebut. Jika PER perusahaan memiliki nilai yang tinggi, maka artinya saham perusahaan tersebut pasti nilainya juga akan tinggi, begitu pun juga dengan labanya.

Mengutip dari pernyataan Lo Keng Hong, Eko menjelaskan bahwa nilai PER yang baik adalah yang berada di bawah 10. Namun, analisis lain juga menyebutkan bahwa jika nilai PER di bawah 12 sampai 18, maka saham tersebut masih layak untuk dibeli dan harus disesuaikan dengan kapital yang dimiliki oleh masing-masing investor. Salah satu hal yang harus dihindari dari suatu PER adalah jika nilainya negatif, maka ada kemungkinan akan merugi.

"Jika PER negatif, maka bisa dipastikan sedang mengalami kerugian  dan menjadi sinyal bagi para investor untuk lepas saham. Kalau PER perusahaan tetap minus, bisa dipastikan keuntungan atau laba yang diperoleh menjadi semakin sedikit, dan yang lebih buruknya lagi adanya kemungkinan pailit (bangkrut)", tutur Eko.

Kelima, selalu lihat bagian DER (Debt to Equity Ratio). Menurut Ramadhani (2020), DER (Debt to Equity Ratio) adalah rasio hutang terhadap ekuitas atau rasio keuangan yang berusaha membandingkan jumlah hutang dengan ekuitas, atau mudahnya gambaran mengenai hutang perusahaan yang dimiliki. Menurut Eko, jika angka DER lebih kecil dari tiga atau sama dengan tiga, maka artinya utang perusahaan masih dapat ditoleransi.

Mendekati akhir acara, Eko juga berpesan kepada kami semua untuk kembali mempertimbangkan maksud dan tujuan dalam bermain saham serta menyarankan untuk mengetahui terlebih dahulu profil risiko masing-masing. Maksud dan tujuan berguna dalam menetapkan target ketika berinvestasi, akan digunakan apa nantinya uang hasil investasi tersebut. Sedangkan profil risiko membantu kita untuk menentukan apakah suka mengambil resiko yang tinggi atau tidak.

Setelah acara selesai, penulis kemudian berusaha menyimpulkan inti dari acara tersebut, yang berkaitan dengan filosofi stoa (berdasarkan penjelasan di muka), terkhususnya pada bagian trikotomi kendali. Kesimpulan yang penulis dapat adalah di semua hal yang penuh dengan ketidakmungkinan dan ketidakpastian seperti sekarang, pilihan untuk belajar berinvestasi saham adalah salah satu cara terbaik untuk bertahan di tengah situasi sulit.

Namun, yang harus diingat adalah saham tidak menjadi jalan keluar satu-satunya untuk mengubah nasib, sebab saham adalah semua hal yang juga tidak mungkin dan tidak pasti. Ironisnya, Eko juga menyimpulkan bahwa kepastian dalam saham adalah ketidakpastian itu sendiri. Maka dari itu, menurut penulis fungsi trikotomi kendali dalam konteks ini adalah meski saham tidak bisa dikendalikan seutuhnya, namun setidaknya kita masih bisa mengendalikan diri kita.

Kita bisa mempertanyakan ulang apa tujuan kita bermain saham dan bagaimana profil resiko dari kita masing-masing. Selain itu, trikotomi kendali juga berfungsi untuk mencoba mematahkan ketidakmungkinan dan ketidakpastian tersebut dengan mempersiapkan rencana, psikis, atau bahkan semakin memperjelas peta tindakan yang akan dieksekusi. Dengan trikotomi kendali, kita juga dapat terus belajar dan mempersiapkan hal-hal buruk yang bisa terjadi.

Ingat, saham juga adalah sesuatu yang tidak bisa kita kendalikan, namun kita masih bisa mengendalikan diri kita dengan mempersiapkan banyak hal yang dapat membangun kesiapan mental, strategi, dan ekspektasi kita terhadap saham (trikotomi kendali). Maka dari itu, disamping belajar saham, alangkah baiknya juga dibarengi dengan belajar filosofi stoa. Semoga dengan trikotomi kendali, kita dapat semakin memaknai hidup dan penderitaan menjadi lebih manis.

 

Daftar Pustaka:

Manampiring. (2019). Filosofi Teras, Filsafat Yunani-Romawi Kuno Untuk Mental Tangguh Masa Kini. Penerbit Buku Kompas. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun