Mohon tunggu...
Thomas Panji
Thomas Panji Mohon Tunggu... Freelancer - Content Writer

Berusaha dengan sebaik mungkin

Selanjutnya

Tutup

Foodie Pilihan

Emma&Ethan's Pizza, Autentisitas Italia dari Daerah Istimewa

17 Maret 2021   08:00 Diperbarui: 17 Maret 2021   08:08 512
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kreasi pizza dari Emma&Ethan's Pizza (dari kiri ke kanan: Margharite, Hawaiian, Meatlover) | Dok. pribadi/ Thomas Panji

Ada banyak inovasi bisnis yang muncul selama pandemi. Salah satunya adalah pizza.

Pandemi Covid-19 telah membuat kita sadar, bahwa tidak ada satu pun bisnis yang tetap dapat tegar bertahan. Kita sudah diperlihatkan dengan serangkaian perusahaan-perusahaan besar dari seluruh dunia yang harus angkat tangan, atas ketidaksanggupannya dalam melanjutkan ekosistem bisnis akibat banyaknya hal yang dibatasi dan ditiadakan dalam satu momen secara bersamaan. Salah satu indutsri yang sangat terdampak akibat pandemi ini adalah industri hospitality.

Seperti yang dimuat dalam laman resmi suneducationgroup.com, industri hospitality dipahami sebagai sebuah industri yang berfokus pada hubungan antara tamu dan tuan rumah, atau tindakan bersikap ramah saat melayani tamu yang datang. Industri hospitality sering disangkut pautkan dengan bidang perhotelan. Namun, cakupan dalam industri ini juga merambah pada aspek yang jauh lebih luas. Seperti event; travel&tourism; culinary dan lainnya.

Karena industri ini berkaitan dengan pelayanan tamu dan sangat mengedepankan aspek sentuhan yang hangat dan ramah, maka ke semua hal itu sirna, semenjak pandemi Covid-19 menyerang. Dilansir dari kompas.com, di awal tahun 2020 sebagai contoh, kita sudah diperlihatkan dengan munculnya kasus persebaran virus korona di atas kapal pesiar Diamond Princess, yang sejatinya menjadi simbol besar dari industri hospitality yang sangat bernilai dan bergengsi.

Fenomena Diamond Princess tentu menciptakan tanda peringatan bagi industri hospitality yang lain, bahwa ada kemungkinan hal-hal sulit akan segera terjadi. Dan sialnya, kita sudah melihat hal itu sekarang. Mulai dari hotel yang kolamnya diubah menjadi kolam pembiakan ikan air tawar sampai dengan maskapai penerbangan asing yang akhirnya harus membuka lapak kaki lima akibat ketidaksanggupan mereka dalam memenuhi target bisnis perusahaan.

Semua industri hospitality sekarang tentu sedang berada dalam mode bertahan, agar bisnisnya tidak mati, meski pendapatannya tidak terlalu besar di tengah situasi sulit seperti sekarang. Salah satu hotel yang berada di jantung kota Yogyakarta, bernama Puri Pangeran melakukan sebuah inovasi kuliner nan ciamik untuk membuat operasionalnya tetap bertahan. Nuansa hotel bercorak Bali semi modern langsung menyambut penulis ketika tiba dilokasi.

Pepohonan rindang; taman yang cukup dirawat dengan baik serta gaya arsitektur Bali pastinya, semakin membuat hotel ini tidak hanya terasa seperti tempat penginapan biasa, namun juga rumah singgah yang boleh jadi salah satu rekomendasi penulis ketika pembaca melancong ke Yogyakarta. Di tengah situasi sulit seperti sekarang, Puri Pangeran membuat sebuah inovasi kuliner dalam bentuk seloyang pizza khas Italia yang terkenal dengan pinggirannya yang renyah.

Saat itu hari Sabtu, tanggal 13 Maret 2021 dan jam sudah menunjukkan pukul 15.15 WIB. Penulis berserta dengan teman-teman Kompasinaer Jogja (KJog) telah berkumpul diruang pertemuan untuk segera mencicipi delapan varian pizza khas Italia kreasi hotel Puri Pangeran. Di tengah meja makan panjang yang telah diisi oleh kami para Kompasianer Jogja, datanglah Ida Bagus Narendra Kusumawardhana, pemilik hotel Puri Pangeran sekaligus sang kreator pizza.

Emma&Ethan's Pizza, begitulah nama restoran pizza milik Bagus yang masih menjadi bagian dari hotel Puri Pangeran. Nama Emma&Ethan's yang menjadi brand dari restoran pizza miliknya, terinspirasi dari nama kedua buah hatinya yang saat itu sedang ingin makan seloyang pizza. Tapi, tak dinaya tak disangka, aktivitas memasak pizza yang tadinya hanya bertujuan untuk memenuhi permintaan buah hatinya, justru berubah menjadi sebuah inovasi bisnis yang kebaruan.

Dalam sesi tanya jawab antara Kompasianer dengan Bagus, ada banyak sekali cerita menarik yang menginspirasi kami sekaligus juga menjadi modal penting bagi Bagus untuk memulai langkahnya membuka restoran pizza di tengah situasi sulit. Pengalaman tinggal dan kerjanya selama lebih dari 16 tahun di Australia, serta bantuan dari sang kakak yang pernah menekuni ilmu food&beverages industry, membuat langkah bisnis kuliner pizzanya semakin mantap.

Bagus bersama sang kakak sedang memipihkan adonan pizza | Dok. pribadi/ Thomas Panji
Bagus bersama sang kakak sedang memipihkan adonan pizza | Dok. pribadi/ Thomas Panji

“Selama 16 tahun itu, saya kebanyakan dihabiskan di dapur, mulai kerja jadi butcher sampai kerja di toko pizza, saya pernah tekuni itu semua. Kalau ditanya kenapa saya buka toko pizza, karena saya punya pengalaman kerja itu yang pertama, yang kedua kebanyakan pengunjung hotel disini ataupun ada banyak turis asing di Jogja yang susah banget cari restoran pizza atau bread and pastry yang cocok untuk mereka,” jelas Bagus.

Setelah sedikit bercerita mengenai pengalaman kerja dan kegemarannya di dunia kuliner serta berbagai hal menarik lainnya, penulis pun langsung bergegas ke dapur untuk melihat langsung proses pembuatan pizza tersebut. Di dapur, penulis juga bertemu dengan sang kakak sedang sibuk mempersiapkan pizza. Kami bertiga banyak berbincang seputar sejarah pizza, sejarah hotel, latar belakang kegemaran hingga bercerita mengenai sedikit resep rahasia soal pizza dan roti.

Di dapur, penulis cukup terkejut, karena ternyata, tidak hanya pizza saja yang dimasak di restoran Bagus, namun juga aneka roti dan pastry khas luar negeri, yang tampilannya juga ikut menggugah selera. Mulai dari brown bread sampai croissant khas Pernacis, semuanya memenuhi dapur milik Bagus. Di tengah obrolan kami bertiga yang seru, Bagus kemudian mengambil pisau khusus roti dan membelah dua sebuah croissant untuk penulis.

Penulis pun diminta oleh Bagus untuk mencicipi roti khas Perancis tersebut. Rasa lembut roti yang telah dilipat sebanyak 15 kali dan ditambah dengan mentega berkualitas tinggi yang gurih, langsung terasa lidah penulis. Rasanya terlalu sempurna untuk sebuah roti khas Pernacis yang terlihat sangat sederhana, namun diperlukan dedikasi dan belajar selama bertahun-tahun untuk bisa mendapatkan kualitas croissant terbaik, yang terkenal dengan kelembutan dan cita rasa yang gurih.

Setelah puas mencicipi croissant, penulis kembali melihat proses pembuatan pizza yang sedang dikerjakan oleh Bagus bersama sang kakak. Ada sebuah kotak berisi sekitar delapan buah adonan pizza yang telah disimpan selama kurang lebih 24 jam. Menurut Bagus, 24 jam adalah waktu resting terbaik untuk bisa mendapatkan konsistensi adonan pizza yang sempurna. Sang kakak bercerita bahwa adonan pizza sebetulnya bisa disimpan lebih lama, yakni sekitar empat hari.

Namun, jika kebutuhannya mendesak, maka adonan bisa digunakan setelah didiamkan selama 24 jam lamanya. Di tengah proses memasak, Bagus dan sang kakak bercerita mengenai karakteristik perbedaan antara pizza khas Italia dengan pizza yang diproduksi oleh restoran cepat saji. Menurut penuturannya, pizza khas Italia memiliki pinggiran yang lebih tipis dan lebih renyah. Hal itu bisa didapatkan dari berat adonan yang digunakan, yakni sekitar 200 gram/adonan pizza.

“Kalau pizza restoran cepat saji itu udah ada sentuhan “industrialisasinya” dan disesuaikan sama budaya makan orang Amerika Serikat, yang porsi makanannya gede-gede. Kalo kita berat adonan 200g/adonan, mereka itu sekitar 300 gram-350gram/adonan pizza. Jadi,semakin berat adonannya, maka semakin tebal pinggiran pizzanya,” tutur Bagus

Sedang asyik mengobrol, penulis tidak menyadari bahwa ada satu buah pizza yang telah selesai diberi saus tomat, topping, dan sekarang sedang berada di dalam oven dengan suhu 400oC. Bagus mengakui, suhu sebesar 400oC adalah suhu terbaik yang dapat membuat pizza cepat matang plus mendapatkan efek renyah dipinggirannya. Pizza yang sedang dimasak di dalam oven ini bernama margharite pizza, atau biasa disebut sebagai The Mother of Pizza.

Disebut demikian, karena margharite pizza adalah pizza varian pertama yang muncul di dunia, sebelum munculnya berbagai inovasi menu yang lebih beragam, seperti menggunakan pepperoni; smoke beef; ikan tuna; buah nanas; paprika; buah zaitun dan lainnya. Bahan untuk membuat margharite pizza pun juga sangat sederhana. Hanya diperlukan saus tomat, lalu ditabur dengan oregano; keju mozzarella; daun kemangi dan minyak zaitun.

Croissant kreasi Emma&Ethan's Pizza, gurih dan sangat lembut ketika dikunyah | Dok. pribadi/ Thomas Panji
Croissant kreasi Emma&Ethan's Pizza, gurih dan sangat lembut ketika dikunyah | Dok. pribadi/ Thomas Panji

Setelah menunggu sekitar dua menit, akhirnya pizza pertama keluar dari oven. Selagi masih panas, penulis pun kemudian langsung memfoto pizza marghrite yang tersaji diatas meja bersama dengan kompasianer lainnya. Tanpa menunggu waktu lama, pizza yang masih panas itu pun langsung kami sergap tanpa pikir panjang. Beruntung, penulis mendapatkan sepotong margharite yang masih panas, ditambah dengan aroma oregano serta keju mozarella yang sangat menggoda.

Pada gigitan pertama, penulis langsung merasakan tektstur keju mozarella yang meleleh dengan sempurna, yang menjadikan cita rasa margharite terasa sangat kaya. Perpaduan antara oregano; daun kemangi dan minyak zaitun, semakin menambah cita rasa khas margharite yang rasanya sulit untuk ditolak lidah. Ketika dikunyah, tebalnya taburan keju mozarella membuat penulis merasa seolah-olah sedang menggigit taburan daging sapi cincang yang sangat banyak.

Daun kemangi yang harum dan masih terlihat segar serta ditambah dengan pinggiran pizza yang renyah, membuat napsu makan penulis menjadi kian tak terbendung. Setelah puas mencicipi dua potong margharite yang menjadi menu pembuka, kemudian datanglah berbagai pizza kreasi Emma&Ethan's Pizza lainnya. Jika ditotal, ada sekitar delapan loyang yang disajikan di atas meja! Termasuk margharite pizza yang sudah habis dilahap oleh kami para kompasianer.

Tujuh menu pizza lainnya yang dihidangkan antara lain, meat lover (taburan daging asap, sosis serta jamur); vegetariana (taburan paprika hijau, paprika merah, buah zaitun, tomat dan jamur); hawaiian (taburan daging asap, buah nanas segar dan keju mozarella); tuna (taburan tuna cincang dan buah zaitun); bolognese (taburan daging sapi cincang dan irisan tomat segar); pepperoni (irisan pepperoni dan taburan oregano) dan deluxe cheese (double keju mozarella extra).

Dari delapan loyang pizza yang tersaji di atas meja makan, penulis mendapatkan dua menu pizza terfavorit versi penulis, yakni hawaiian dan vegetariana pizza. Paduan dari buah nanas yang renyah dan manis, ditambah dengan taburan daging asap, saus tomat, keju mozarella dan oregano, membuat hawaiian pizza memiliki cita rasa umami yang sangat kaya dan khas. Paduan terbaik, antara bahan-bahan tropis dengan bahan-bahan dari Eropa Timur.

Rasa gurih, manis, asam dan sedikit pahit dari oregano, membuat penulis kesulitan untuk menceritakan cita rasanya sekaligus sulit juga untuk melupakan ke khasannya. Lalu, menu pizza yang kedua adalah vegetariana pizza. Taburan paprika hijau, paprika merah, buah zaitun, irisan tomat; jamur dan oregano membuat vegetariana pizza cocok sekali disantap bagi pembaca yang ingin makan pizza dengan porsi penuh namun tetap ringan ketika masuk ke mulut.

Vegetariana pizza mungkin dapat menjadi salah satu rekomendasi penulis bagi pembaca yang sedang melaksanakan diet, namun masih tetap ingin menyantap berbagai jenis hidangan umum, seperti pizza misalnya. Untuk pembaca yang tertarik mencicipi seloyang pizza kreasi Emma&Ethan's Pizza, pembaca dapat merogoh kocek mulai dari Rp 55.000,00 sampai dengan Rp 75.000,00. Meski cukup mahal, namun soal rasa penulis berani menggaransinya.

Bagi pembaca yang mungkin sedang melancong ke Yogyakarta, tidak ada salahnya untuk memesan seloyang pizza dari Emma&Ethan's Pizza untuk dimakan bersama dengan keluarga atau kerabat dekat di tempat penginapan. Karena pandemi Covid-19 sudah memaksa kita untuk berpikir dan mengambil langkah paling ekstrem dalam berbisnis dan berkarir, sekarang, waktunya bagi kita untuk tegar berdiri dan kembali memulai semuanya dari nol, meskipun itu sulit.

“Saya pribadi harapannya ya semoga pandemi cepat reda, pariwisata mulai pelan-pelan dibuka lagi satu-satu, dan semakin banyak orang pula yang semakin bisa dapat harapannya setelah satu tahun banyak mikir karena banyak hal juga yang harus ditunda atau bahkan dibatalkan. Harapannya semogaa juga UMKM naik lagi dan makin banyak orang yang bisa sejahtera lagi,” tutup Bagus.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Foodie Selengkapnya
Lihat Foodie Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun