Mohon tunggu...
Thomas Panji
Thomas Panji Mohon Tunggu... Freelancer - Content Writer

Berusaha dengan sebaik mungkin

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Melihat Wajah Pendidikan Kita Setelah Covid-19

25 November 2020   08:00 Diperbarui: 26 November 2020   16:37 382
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Beberapa siswa SMA sedang melakukan belajar daring sembari menerapkan protokol kesehatan | pangandaran.pikiran-rakyat.com

Covid-19 mengubah pendidikan kita ke bentuk daring. Lalu, apakah ini akan menjadi tren yang ajeg di masa depan?

Pandemi Covid-19 belum berakhir, dan masalah ini tentu masih menjadi teka-teki bagi semua orang untuk bisa menyelesaikannya. Meski saat ini kita sudah boleh sedikit tenang, karena beberapa vaksin sudah mulai dilakukan uji klinis, namun sepertinya kita harus terus bersabar sampai kira-kira ada vaksin yang aman dan tepat. Sembari menunggu vaksin dan proses dari vaksinasi itu sendiri, mari kita lihat beberapa hal yang berubah karena Covid-19.

Salah satu hal yang berubah secara esensial adalah pendidikan. Pendidikan menjadi salah satu sektor yang sangat terdampak. Aktivitas pendidikan yang secara tradisional dilakukan lewat tatap muka dan kegiatan fisik lainnya, harus berubah ke dalam bentuk elektronik atau belajar secara daring. Tentu bukan hal yang menyenangkan, namun perubahan cara belajar ini tentu dilakukan demi keselamatan semua orang agar tidak saling menularkan.

Oke, pada artikel kali ini, penulis ingin mengulas dan menganalisis bagaimana situasi dan kondisi pendidikan kita di masa depan sebagai akibat dari pandemi Covid-19. Tentu sudah ada banyak sekali kajian dan analisis yang dilakukan oleh sejumlah ahli dari berbagai disiplin ilmu, dalam melihat fenomena baru dari pendidikan secara daring. Salah satu pandangan yang dijadikan acuan dalam tulisan ini adalah pandangan dari Jason Schenker.

Jason Schenker adalah seorang peramal dan futuris dibidang keuangan, ekonomi, perbankan dan industri terkemuka di dunia. Bloomberg News menempatkan Schenker dipuncak peramal dalam 43 kategori dan berhasil masuk sebagai salah satu dari 100 penasihat finansial paling berpengaruh di dunia oleh Investopedia pada tahun 2018. Schenker juga sudah menulis banyak sekali buku, dan salah satu yang terkenal adalah Jobs for Robots.

Buku Jobs for Robots menjadi salah satu acuan dasar dari penulisan serta ulasannya dalam memprediksi dan memproyeksikan masa depan pendidikan setelah pandemi Covid-19. Dalam bukunya yang berjudul Masa Depan Dunia Setelah Covid-19 (2020), Schenker memprediksi jika pendidikan kita di masa depan akan terus berlangsung secara elektronik atau daring dan teknologi komunikasi akan menjadi salah satu kebutuhan primer.

Pernyataan ini disampaikan lewat hasil analisisnya yang tertuang dalam buku Jobs for Robots yang diterbitkan pada tahun 2017 silam. Schenker menegaskan bahwa akan ada perubahan secara fundamental dalam berbagai aspek, sebagai akibat dari pendidikan yang dilakukan secara daring. Salah satu perubahan yang paling menonjol adalah intelektual masyarakat akan semakin meningkat pesat dan dibarengi peluang perbaikan ekonomi serta keuangan.

Kita mulai dari fenomena peningkatan intelektual di masyarakat. Schenker dalam bukunya, menjelaskan jika fenomena belajar secara daring justru membuka kans yang lebih besar terhadap kemudahan masyarakat untuk dapat mengakses berbagai platform belajar, materi belajar gratis ataupun kursus berbayar. Pada masa sekarang, terjadi pertumbuhan yang cukup pesat dibidang pendidikan kursus daring.

Ada dua jenis pendidikan kursus yang sedang menjadi tren saat ini. Yang pertama adalah massive online open course (MOOC) dan synchronous massive online course (SMOC). Mari kita bahas satu persatu untuk dapat menemukan perbedaannya. Kita mulai dari MOOC. MOOC adalah sebuah model pembelajaran yang dapat dilakukan secara online untuk skala besar dan jumlah partisipan yang banyak, tersebar diberbagai wilayah dan berjauhan (Johan, 2013).

Lalu yang kedua adalah SMOC. Seperti yang dikutip dari proctorfree.com, SMOC sama seperti halnya MOOC adalah kursus online yang tersedia bagi mahasiswa maupun masyarakat umum. Namun, tidak seperti MOOC, SMOC memiliki cara belajar yang lebih tradisional. Sebagai contoh, ada segelintir biaya yang harus dibayarkan kepada universitas yang menjadi penyelia jasa SMOC; ada jadwal kelas yang harus diikuti dan adanya interaksi antara dosen dengan mahasiswa.

Sejumlah mahasiswi sedang melaksanakan wisuda secara daring | katadata.co.id
Sejumlah mahasiswi sedang melaksanakan wisuda secara daring | katadata.co.id

Dua jenis pendidikan kursus daring yang sedang menjadi tren ini, sejatinya dapat menjadi pendobrak bagi sistem pendidikan tradisional. Tradisional yang dimaksud bukan hanya pada aktivitas belajar dan mengajarnya saja. Namun juga menyasar pada gelar yang diperoleh setelahnya. Dalam bukunya, Schenker menjelaskan jika sistem pendidikan di abad sekarang, masih berpegang teguh pada sistem pendidikan di era abad pertengahan.

Salah satu buktinya adalah gelar pendidikan yang harus ditempuh oleh seseorang ketika memasuki jenjang pendidikan tinggi. Kita tahu bahwa gelar awal setelah menempuh kuliah ada sarjana, lalu dilanjutkan ke pendidikan pascasarjana untuk memperoleh gelar master, dan yang terakhir menyusun disertasi untuk bisa mendapatkan gelar doktoral. Disini, Schenker mengajak kita untuk berefleksi bahwa sistem pendidikan seperti ini cenderung bersifat eksklusif.

Bisa bersifat eksklusif karena tidak semua orang memiliki kemampuan untuk bisa sampai dan masuk ke dalam sistem pendidikan tinggi. Sehingga tidak banyak orang yang memiliki kesempatan untuk bisa memiliki karier dan ilmu yang lebih baik serta peluang yang besar. Namun, pemanfaatan teknologi komunikasi yang semakin optimal selama pandemi Covid-19, tampaknya cukup mengganggu ekosistem pendidikan tradisional dan tatanan akademik secara meluas.

Fenomena penterasi teknologi dalam sistem pendidikan menurut pengamatan Schenker akan melahirkan beberapa tren baru. Tren yang pertama adalah munculnya disintermediasi biaya pendidikan. Seperti yang dikutip dari cerdasco.com, disintermediasi adalah sebuah kondisi dimana kita menarik sejumlah dana dari lembaga keuangan (bank atau lembaga simpan pinjam) untuk kemudian diinvestasikan secara langsung ke sebuah instrumen tertentu.

Dalam kasus ini, disintermediasi biaya berarti masyarakat akan semakin lebih mudah untuk mendapatkan kesempatan berinvestasi dibidang pendidikan, sebagai akibat dari banyaknya institusi perguruan tinggi maupun kursus yang membuka kelas daring dengan harga yang sangat terjangkau. Di masa sekarang, sudah banyak sekali kursus dan beberapa universitas ternama yang mulai membuka kelas daring dengan harga murah.

Disamping itu pembelajaran secara daring dan hadirnya disintermediasi biaya, ternyata juga ikut menegakkan keadilan dalam dunia pendidikan. Alasan ini muncul karena disinilah pendidikan dapat menemukan sisi kemuliaannya dalam melayani dan mencerdaskan masyarakat. Jika dulu kuantitas pendidikan dihitung berdasarkan kapasitas tampungan murid di suatu gedung, maka saat ini aturan tersebut tidak lagi berlaku, sebagai akibat dari pembelajaran daring.

Tren kedua yang berkembang adalah munculnya demokratisasi pendidikan. Demokratisasi muncul sebagai akibat dari disintermediasi biaya dan penggunaan teknologi komunikasi secara massal. Pendidikan daring menurut Schenker dianalogikan sebagai 'ruang kelas dalam genggaman'. Fenomena ini menjadi refleksi, bahwa masyarakat tidak perlu lagi khawatir terhadap kesempatan mengeyam pendidikan, karena akses dan biaya menjadi semakin mudah dan murah.

Aspek disintermediasi biaya dan demokratisasi pendidikan sejatinya tidak hanya akan menciptakan harga pendidikan yang makin murah dan akses yang makin mudah. Namun, kedua aspek ini juga dapat membentuk ransangan kepada anak-anak muda yang dihitung sebagai calon angkatan kerja, untuk lebih banyak menimba ilmu secara variatif, demi mendapatkan sertifikat untuk keperluan melamar kerja di bidang professional.

Beberapa siswa SMA sedang melakukan belajar daring sembari menerapkan protokol kesehatan | pangandaran.pikiran-rakyat.com
Beberapa siswa SMA sedang melakukan belajar daring sembari menerapkan protokol kesehatan | pangandaran.pikiran-rakyat.com

Kita tahu ada banyak sekali pekerja di masa pandemi Covid-19 ini yang aktivitasnya harus di rumahkan. Istilah ini sering kali kita kenal dengan nama kerja dari rumah. Schenker, dalam bukunya mengatakan, aktivitas bekerja dari rumah atau remote works akan menjadi suatu tren baru dalam dunia karir di masa mendatang. Hal ini berbanding lurus dengan semakin majunya teknologi komunikasi dan perubahan dalam generasi pekerja, yang di dominasi oleh Milenial dan Z.

Sebagai akibatnya, akan semakin banyak bisnis atau perusahaan yang membutuhkan tenaga kerja ahli dan professional. Karena yang dibutuhkan dalam lingkungan bisnis di masa mendatang adalah nilai kepercayaan yang tinggi dari perusahaan terhadap karyawan. Karena kepercayaan menjadi salah satu syarat terkuat, maka calon angkatan kerja nanti, perlu menunjukkan sejumlah bukti. Salah satunya adalah mengikuti berbagai kelas atau kursus daring dan memperoleh sertifikat.

Selain sertifikat, portfolio karya kerja dan rekomendasi dari berbagai pihak professional juga diperlukan. Maka dari itu, kelas ataupun kursus daring akan jadi satu tren baru yang semakin banyak diminati. Disinilah kita bisa melihat titik temu antara disintermediasi biaya dengan demokratisasi pendidikan. Kemudahan dan kemurahan dalam mengakses pendidikan berbanding lurus dengan semakin teredukasinya masyarakat secara luas.

Sekarang, kita beralih ke tren selanjutnya. Yakni, peluang untuk memperbaiki pengalaman belajar. Tren yang satu ini tercipta karena penetrasi teknologi yang makin kuat. Teknologi dan kegiatan otomatisasi akan semakin membaik seiring waktu berjalan, karena disebabkan oleh maraknya investasi di bidang teknologi dan edukasi atau Ed-Tech salah satunya. Tren ini, menurut Schenker juga ikut menghasilkan suatu fenomena unik.

Fenomena unik tersebut adalah hilangnya networking. Networking yang dimaksud adalah jaringan pertemanan yang bisa di dapat lewat pergaulan fisik di lingkungan kampus, entah itu dengan seorang dosen, tokoh publik, professor ataupun yang lainnya. Dalam konteks ini, networking bisa kita dapatkan dari diterimanya kita disebuah universitas atau perguruan tinggi ternama. Dsinilah titik dari munculnya gengsi untuk bisa masuk disebuah universitas ternama.

Sebagai akibat dari gengsi untuk bsia masuk ke universitas ternama dan mendapatkan networking yang baik, kita pun juga tidak akan segan-segan untuk mengeluarkan sejumlah uang dalam jumlah besar. Jika halnya kita telah diterima disebuah universitas ternama. Namun, karena situasi pandemi saat ini sangat berbahaya, maka berbagai universitas ternama pun juga harus menutup segala bentuk kegiatan belajar tatap muka dan diubah ke dalam bentuk belajar daring.

Kegiatan belajar daring inilah yang dinilai mematikan unsur dari keistimewaan sebuah universitas ternama, yakni networking. Namun, menurut Schenker dalam bukunya, menyebutkan bahwa pembelajaran secara daring dapat saja melahirkan sebuah potensi new networking. New networking yang dimaksud oleh Schenker mengacu pada munculnya penilaian secara objektif atas performa yang diikuti oleh pembuktian atas keahlian yang dimiliki oleh seorang pekerja.

Sehingga, networking di masa mendatang yang dikonsepkan oleh Schenker, akan didasarkan pada keseluruhan penilaian secara objektif atas performa kerja, professionalitas, jam terbang dan keahlian. Schenker menilai, networking yang seperti ini, sejatinya jauh lebih sehat. Selain itu, networking yang seperti ini, justru akan semakin memberangus berbagai praktik nepotisme dalam dunia kerja. Sehingga keadilan dalam konteks hak hidup dan bekerja menjadi semakin baik.

Akhirnya kita bisa menyimpulkan, situasi pendidikan kita di masa depan, sejatinya akan menjadi semakin lebih baik. Akan ada semakin banyak orang yang teredukasi dan disamping itu, akan ada semakin banyak orang juga yang jadi sejahtera secara ekonomi. Namun negatifnya, persaingan kerja akan jadi jauh lebih ketat. Maka dari itu, bersiaplah kita kawula muda untuk menghadapi segala ketidakmungkinan yang akan terjadi. Semangat! Kita Pasti Bisa!

Daftar Pustaka:

Schenker, J. 2020. Masa Depan Dunia Setelah Covid-19. Ciputat. alvabet.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun