Di dalam penanggalan tersebut, rasi bintang Scorpio menutupi empat hari, dimana satu hari ditutup oleh kepala, dua hari oleh badan dan hari terakhir oleh ekor. Hari yang ditutup oleh badan dianggap sebagai hari baik dan sisanya tidak (Reid, 2014).
Selain harus mahir dalam membaca penanggalan perhala-an, seorang dukun Batak juga dibekali oleh empat pusaka lain sebagai penunjang dalam pekerjaannya. Keempat pusaka itu antara lain dua buah tongkat yang dinamakan tondung hujur dan tondung rangas yang terbuat dari kayu hitam yang ujungnya dipahat muka binatang. Lalu ada sebuah kitab bernama ati siporhas yang digunakan untuk menentukan waktu menyerang musuh dan sebuah tali bernama rombu siporhas.
Fungsi dari tali rombu siporhas hampir sama seperti ati siporhas, namun tali rombu siporhas lebih sering digunakan untuk mengukur kekuatan kedua pihak yang sedang bertikai.Â
Kebiasan perang dalam kehidupan sosial masyarakat Batak menurut Anthony Reid (2014) sudah terjadi sejak lama. Jika sebuah desa berencana untuk menyerang desa lain karena memiliki permasalahan, masyarakat Batak biasanya akan mengadakan upacara perayaan sebelum menyerang desa musuh. Â
Upacara perayaan ini biasa digelar di malam hari, dan dari sekian banyak upacara perayaan, upacara ini menjadi salah satu hal yang sangat menarik minat masyarakat desa untuk bergabung bersama.Â
Dalam upacara tersebut, penduduk desa akan membangun sebuah gubuk kecil yang diletakan di tengah-tengah tanah desa dan semua penduduk akan berkumpul ditengahnya dan membentuk lingkaran.
Kemudian, dukun atau Datu akan membetangkan ulos berwarna hijau disekitar gubuk tersebut. Ulos yang dibentangkan kemudian diikat kedua ujungya dengan sebuah tali sepanjang 60 sentimeter.Â
Di ujung kedua tali tersebut ada sebuah gundukan lilin yang melambangkan kepala manusia. Pada bagian tali yang lain, terdapat maanik-manik yang melambangkan keragaman anggota masyarakat. Manik-manik melambangkan kepala desa, ksatria dan lainnya (kasta).
Tali yang diikatkan itulah yang dinamakan dengan rombu siporhas, yang berfungsi untuk melambangkan kedua pihak yang sedang bertikai. Setelah diikatkan dan didoakan, kemudian sang dukun akan memegang tali tersebut untuk memohon pertolongan dan petunjuk dari para leluhur untuk mengetahui kapan waktu yang baik untuk berperang dan meraih kemenangan. Setelah melakukan permohonan dan pembacaan mantra, sang dukun kemudian akan menjatukan talinya.
Tali yang sudah jatuh kemudian akan diterawang dan ditafsirkan oleh sang dukun utuk mengetahui kapan waktu yang baik untuk berangkat berperang. Jika hasil yang diperoleh baik, maka seluruh penduduk desa akan bersiap-siap untuk mengadakan pertempuran. Namun, jika hasil kurang baik, maka seluruh penduduk desa akan mempertimbangkan sembari menunggu hari yang baik untuk menyerang desa lawan tiba.