Virus corona membuat semua aktivitas masyarakat menjadi terasa sulit. Mungkin klaim yang penulis ajukan disini tidak perlu diragukan ataupun di analisis lebih jauh oleh pembaca. Klaim ini senada dengan dampak dari virus corona yang tidak hanya membawa petaka soal penyakit dan kematian, namun juga menyasar pada runtuh dan matinya berbagai bentuk aktivitas perekonomian serta keuangan masyarakat.
Para pelaku UMKM terpukul, karyawan banyak di rumahkan, institusi pendidikan ditutup, pasar saham anjlok dan lainnya. Rangkaian peristiwa ini menjadi anomali yang mempertegas bahwa virus ini memaksa masyarakat untuk harus berpikir ulang dan membuat strategi baru agar daya ekonomi dan finansialnya bisa bertahan di situasi sulit ini. Strategi untuk bertahan mungkin menjadi pilihan yang terbaik agar tetap bisa melakukan aktivitas secara normal.
Strategi bertahan seperti menabung, mengatur ulang skala prioritas, membuat rincian keuangan baru, lebih rajin mengamati pergerakan saham dan lainnya adalah beberapa hal yang bisa dilakukan
Selain menerapkan strategi bertahan, ada baiknya jika kita juga mempelajari dan menerapkan kecerdasan finansial atau financial intellligance. Kecerdasan finansial sekiranya bisa membantu kita untuk bisa berefleksi atas berbagai bentuk pengeluaran yang kita lakukan dan bagaimana seharusnya kita lebih bijak dalam mengatur pola keuangan.
Kecerdasan finansial menurut Harefa (2001) adalah kecerdasan yang secara khusus memahami bagaimana cara uang bekerja dan bagaimana cara seseorang bisa memperlakukan uang supaya bisa bertambah banyak dan dapat mencukupi segala kebutuhan. Untuk bisa sampai pada tahap yang demikian, sekiranya kita perlu memahami bahwa kecerdasan finansial itu dibentuk dari berbagai rangkai komponen kecerdasan, seperti kecerdasan intelektual, sosial, emosional dan lainnya.
Rangkaian komponen kecerdasan ini menurut Harefa akan sangat mantap jika diikuti dengan pembelajaran pengelolaan keuangan secara langsung, apa lagi ditengah situasi sulit seperti ini yang menuntut kita untuk harus berpikir jauh lebih kreatif.
Menurut Harefa (2001), kecerdasan finansial dapat dipelajari lewat empat langkah berikut. Pertama, cobalah untuk mulai identifikasi berbagai jenis penghasilan yang dapat diperoleh melalui cara yang halal. Ditengah situasi pandemi ini kita pasti selalu bersugesti bahwa tidak ada bisnis yang dapat bertahan, banyak terjadi PHK dan lainnya. Namun, pada kenyataannya masih ada cukup banyak bisnis yang moncer selama pandemi.
Menurut pernyataan Menteri Keuangan Sri Mulyani seperti yang dikutip dari situs berita Warta Ekonomi, ada beberapa sektor yang justru tumbuh positif selama pandemi, yakni sektor jasa logistik dan komunikasi; pangan; farmasi serta tekstil. Melihat pernyataan Sri Mulyani diatas, apakah anda terbayang untuk memulai bisnis? Sekiranya tidak ada yang lebih baik selain memulai bisnis meskipun cukup sulit ketimbang mencari untung dengan mengorbankan etika dan rasa kemanusiaan terhadap orang lain yang lebih membutuhkan, seperti menimbun masker dan menjualnya lebih mahal sebagai contoh.
Kedua, temukanlah berbagai macam cara untuk dapat memperbanyak sumber-sumber penghasilan dari waktu ke waktu. Langkah yang kedua ini tampaknya diterapkan oleh semua orang yang sudah berpenghasilan dan perlu tata kelola keuangan yang baik. Untuk bisa melipatgandakan penghasilan, seseorang perlu memulai bisnis. Tetapi masalahnya tidak semua orang punya jiwa bisnis. Meski demikian, paling tidak setiap orang sekiranya masih memiliki jiwa untuk berhemat.
Konteks berhemat disini mengarah kepada bentuk seperti menabung atau mengalokasikan uang untuk membeli berbagai macam aset, seperti emas, saham, reksadana dan lainnya. Untuk bisa mengalokasikan uang agar bisa membeli sebuah aset, kita juga memerlukan dukungan daya keuangan yang mencukupi.