Sejatinya, arti kata “di bawah kulit” ini memiliki sebuah anggapan jika media massa atau komunikasi massa memiliki efek yang kuat, terarah, segera dan langsung. Teori ini sejalan dengan konsep komunikasi stimulus dan respon atau ransangan dan stimulus (S-R) yang membuat orang ketika membaca sebuah berita di media massa langsung dapat mempercayai pesan tersebut tanpa harus berpikir dua kali (Onong Uchjana, 2003, hal. 84).
Di sini, masyarakat yang mengkonsumsi sebuah berita dinilai tidak memiliki cukup waktu dan kemampuan untuk bisa mencari sumber-sumber berita lainnya yang sekiranya dapat membantu mereka untuk bisa mendapatkan informasi dan kebenaran yang tepat. Alasan ketidakmampuan ini bisa terjadi karena ada dua buah faktor. Menurut Elihu Katz dalam Uchjana (2003, hal. 84) dua buah faktor itu adalah:
a). media sangat ampuh dan mampu memasukan ide-ide pada mereka yang tidak berdaya
b). massa komunikan yang terpecah yang artinya komunikan tidak saling berhubungan satu sama lain.
Dalam ilmu media, sebuah teori pada dasarnya menjadi sebuah strategi untuk bisa menciptakan sebuah sudut pandang dalam peliputan dan penulisan berita. Penggunaan sebuah teori juga harus disesuaikan dengan situasi dan kondisi yang sedang berkembang saat itu. Covid-19 statusnya ditetapkan oleh pemerintah sebagai Bencana Nasional.
Penetapan status ini kemudian akan sangat mempengaruhi bagaimana media bisa membentuk sudut pandang yang tepat sehingga massa (masyarakat) dapat mengikuti perkembangannya secara up to date. Karena Covid-19 berada dalam isu Bencana Nasional, maka media memakai teori jarum hipodermik sebagai terapi kejut untuk masyarakat agar mereka selalu waspada dengan penyebaran wabah ini.
Pemilihan teori ini didasari oleh sifat berita yang dapat menciptakan efek yang kuat, terarah, segera dan langsung bagi masyarakat. Namun, penggunaan teori seperti ini pada dasarnya juga dapat menimbulkan perasaan tidak aman, cemas dan khawatir bagi masyarakat dan dapat berujung pada tindakan panic buying.
Breaking news menjadi salah satu tayangan berita yang dianggap sangat ampuh untuk memberitakan mengenai penyebaran wabah Covid-19 karena breaking news memiliki karakter substansi berita yang sesuai dengan karakter dari teori jarum hipodermik, yakni searah, segera dan langsung. Karena karakter yang demikian, breaking news dipandang sebagai produk berita yang memiliki momok menakutkan karena memiliki sifat pemberitaan yang mendadak dan segera.
Kehadiran dari breaking news juga menandakan adanya sebuah informasi dan kejadian yang sangat penting yang harus diikuti dan dikonsumsi oleh semua orang. Hal ini pada dasarnya akan berpotensi menimbulkan perasaan tidak berdaya bagi masyarakat luas karena masyarakat dinilai tidak siap dengan sebuah tayangan breaking news yang megulas Covid-19.
Sebagai contoh kecil, breaking news saat ini selalu hadir untuk melaporkan mengenai meningkatnya jumlah pasien positif Covid-19 lengkap dengan jumlah pasien yang meninggal dunia akibat virus ini.