Kehadiran dari berita online dan penggunaan multimedia yang diterapkan oleh berbagai macam perusahaan media saat ini mengingatkan kita bahwa untuk bisa mencari dan mendapatkan sebuah berita atau informasi yang kita butuhkan ternyata dapat dilakukan dalam waktu yang sangat singkat serta sangat efisien karena telah di dukung oleh perangkat teknologi yang dapat mempermudah hal tersebut seperti layaknya internet dan telepon pintar.
Fenomena yang dijelaskan tadi mungkin tidak akan pernah terjadi jika internet memang tidak pernah ada. Dengan adanya internet, media massa juga menjadi salah satu elemen yang sangat terpengaruh dalam kerangka kerjanya. Kita bisa melihat saat ini bahwa ada begitu banyak perusahaan media massa terutama media cetak seperti surat kabar yang gulung tikar karena bergesernya trend dan pola konsumsi masyarakat terhadap sebuah konten berita. Masyarakat saat ini memang lebih menggemari berita online dan multimedia.
Alasan kenapa masyarakat lebih menggemarinya pun memang terdengar sangat klasik, seperti dirasa lebih cepat, efisien, murah dan praktis. Fenomena gulung tikar perusahaan media cetak memang menjadi sebuah tamparan keras dalam masa transisi media massa saat ini.
Transisi ini pun juga semakin diperparah oleh mereka yang tidak tahu menahu dan menganggap bahwa media online atau media yang berbasis internet akan menghabisi semua media-media konvensional termasuk radio dan televisi. Padahal dalam kenyataannya berita online dan multimedia sendiri justru menyelamatkan media konvensional dengan sistem konvergensi dan integrasi media yang justru membuat kekuatan dari setiap media baik itu konvensional dan online menjadi lebih besar pengaruhnya.
Baca juga:Â
Penjelasan diatas adalah sebuah gambaran yang sedang berputar hari ini. Ini adalah bentuk dari jurnalisme masa depan atau future of journalism. Jurnalisme masa depan sebetulnya adalah sebuah ringkasan dari dua tema besar dalam sejarah kehadiran internet yang sangat mempengaruhi dan mengubah pola konsumsi masyarakat terhadap media, yakni berita online atau jurnalisme online dan multimedia. Dua tema besar inilah yang sebetulnya jika disimpulkan namanya menjadi jurnaslime masa depan.
Jurnalisme masa depan sendiri memang tidak terlalu bisa dijelaskan secara defintif, tetapi fenomena ini bisa kita dalami lewat banyaknya perubahan konsumsi dan cara bagaimana perusahaan media mempresentasikan hasil dari pemberitaannya. Bicara soal jurnalisme masa depan berarti kita juga berbicara tentang segala sesuatu hal yang berbau teknologi dan ekosistem teknologi baru yang tercipta dari sana.
Internet menjadi awal dari kemunculan berita online dan pencipta kerangka kerja multimedia. Kemunculan internet juga menjadi pengingat untuk kita bahwa kita telah berada di era teknologi 4.0 yang artinya segala aspek kehidupan kita tidak akan pernah bisa lepas dari campur tangan internet dan teknologi termasuk juga untuk konsumsi kita terhadap media massa.
Kemunculan internet menurut Peter Horrocks dalam paper yang berjudul The Future of Journalism yang diterbitkan oleh BBC College of Journalism (2009. Publication 1, p. 6-17) mengungkapkan bahwa bentuk dari jurnalisme masa depan ditandai dengan kehancuran dari jurnalisme benteng atau jurnalisme konvensional yang hanya berfokus pada satu media.
Kehadiran internet dan kemunculan berita online membuat sebuah perubahan kultur media, dimana produksi sebuah berita tidak lagi bergerak dari unit berita, tetapi bergerak dari budaya dan sudut pandang audiens. Secara sederhana, produksi berita kita saat ini sangat dipengaruhi oleh interaktivitas yang tercipta dari kegiatan berkomunikasi audiens yang terjadi di kolom-kolom komentar berita, sehingga tidak menutup kemungkinan jika permintaan audiens terhadap sebuah pemberitaan akan menjadi jauh lebih banyak.
Konten Soundcloud: Menderita Karena Hoax
Permintaan yang akan semakin banyak ini pun juga memunculkan banyak masalah baru seperti ketidaksanggupan perusahaan media terkait untuk memenuhi semua permintaan berita. Jeef Jarvis seorang Profesor Jurnalisme Interaktif di City University of New York dalam The Future of Journalism (2009. Publication 1, p. 6-17), menyebutkan bahwa cara yang paling rapih untuk dapat menghasilkan sebuah konten berita yang kolaboratif yang sesuai dengan pergeseran kultur media masyarakat adalah dengan mengdepankan jurnalisme berjejaring atau networked journalism.
Jurnalisme berjejaring menurut Jarvis berarti setiap perusahaan media atau portal media menggunakan teknik memberi "tautan" supaya pembaca bisa mengakses ke sumber-sumber lain yang terkait dalam sebuah produk berita. Pemberian tautan ini juga berguna untuk menciptakan sindikasi dengan platform media yang lain seperti di platform audio, video, dan lainnya.
Ide yang disampaikan oleh Jarvis mungkin dapat semakin memperjelas tentang teknis dan praktik yang diperlukan untuk bisa membuat sebuah produk berita jurnalisme masa depan yang baik. Menurut Michael Sparks dalam jurnal yang berjudul The Future Journalism: Networked Journalism (2012. Vol, 6), mengungkapkan bahwa setidaknya untuk dapat membuat sebuah produk berita jurnalisme modern yang baik kita harus memahami beberapa teknik dan praktik tertentu yang dapat mendukung kualitas dari produk berita kita. Beberapa teknik dan praktik tersebut antara lain:
a). Menambang data, mengalisis data, memvisualisasikan data dan pemetaan
Di era teknologi digital saat ini, jurnalis sejatinya harus bisa dalam melakukan segala kegiatan produksi dan pengolahan berita yang berbasis data. Kehadiran jumlah data dari setiap orang yang berselancar di internet semakin bertambah jumlah dan kapasitasnya. Ini merupakan suatu peluang yang bagus bagi para jurnalis untuk bisa memanfaatkan sumber daya data demi keperluan untuk membentuk sebuah rangkaian cerita dari sebuah produk berita secara jauh lebih kreatif dan kaya.
Maka dari itu, jurnalis di zaman sekarang di harapkan untuk mau bekerja sama dengan para programmer dan desainer untuk semakin mempermudah produksi sebuah berita dan lebih mempermudah jurnalis untuk menavigasi konsumen pembacanya.
Video saat ini menggantikan kehadiran berita yang berbasis teks sebagai produk berita yang mudah diterima oleh banyak orang. Teks, audio dan video saat ini sudah saling ter-integrasi satu sama lain untuk semakin memperkaya kekuatan storytelling sebuah berita. Literasi visual saat ini menjadi sangat penting bagi seluruh kalangan jurnalis karena visual lebih mudah dipahami dan penggunaan foto misalnya bisa membawa sebuah pesan yang jauh lebih kaya ketimbang sebuah pesan yang tertulis.
Visualisasi berita saat ini juga dianggap lebih mampu untuk menarik pembaca atau audiens dalam merefleksikan dan merasakan segala sesuatu yang menjadi fokus dari sebuah pemberitaan karena penggunaan visual.
c). Sudut pandang jurnalisme
Era digital seperti saat ini mungkin agaknya cukup sulit untuk mempertahankan sikap netralitas dan objektivitas seorang jurnalis. Namun, sebetulnya sikap yang harus dimiliki oleh jurnalis saat ini yang sudah dekat dan bersahabat dengan kultur digital yang lekat dengan video dan foto, sikap transparansi dan kemandirian sangat penting agar jurnalisme dapat dipercaya di abad ke-21. Sudut pandang adalah kunci utama yang bisa menjamin rasa transparansi dan kemaandirian baagi seorang jurnalis.
Pelaporan menjadi syarat terpenting demi mempertahankan nilai dan membangun kredibilitas dan kapasitas analisis dengan transparan tentang pemberitaannya. Sehingga, untuk bisa menciptakan hal tersebut, jurnalis saat ini setidak juga terbantu dengan teknologi miniaturisasi kamera yang memungkinkan bentuk-bentuk baru jurnalisme point of view semakin mempertahankan kemandirian dan transparansi.
d). Jurnalisme otomatis/robot
Kurang lebih sekitar tiga atau empat tahun terakhir telah ada penggunaan kecerdasan buatan dalam proses produksi sebuah berita. Robot saat ini juga dipakai oleh para pelaku media untuk mempermudah proses produksi sebuah berita online. Cara kerja jurnalisme ini adalah mengambil berbagai sumber informasi dari internet dan kemudian di produksi ulang yang selanjutnya diintegrasikan, dipaketkan dan didistribusikan untuk kepentingan media.
Perusahaan media besar layaknya Forbes menggunakan program ini karena alasan kecepatan produksi berita yang luar biasa dan menjadi sangat penting bagi Forbes sebagai media yang bermain di pasar keuangan global yang juga sangat membutuhkan kecepatan data. Disini, jurnalis perlu untuk semakin mengembangkan kemampuan dalam berintepretasi, analisis dan bercerita supaya dapat membuat sebuah produk berita yang hampir serupa dengan jurnalisme otomatis.
Kita bisa menyimpulkan bahwa jurnalisme masa depan memang akan mengambil banyak peran dalam merubah cara kerja jurnalisme dan cara bagaimana kita mengkonsumsi media. Ini menandakan bahwa perusahaan media dan kapasitas seorang jurnalis harus disiapkan secara baik untuk menghadapi berbagai kemungkinan perubahan pola produksi dan pemberitaan yang semakin kompleks sebagai akibat dari perubahan kultur media saat ini. Sehingga hasil sebuah produk berita dan esensi kerja jurnalisme masih bisa dipercaya di tengah maraknya penggunaan teknologi kecerdasan buatan untuk memproduksi sebuah berita.
Daftar Pustaka:
Hayward, D. (2009). The Future of Journalism. bbc.co.uk.Â
Parks, M. (2012). The Future of Journalism: Networked Journalism. researchgate.net.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H