Mohon tunggu...
Thomas Panji
Thomas Panji Mohon Tunggu... Freelancer - Content Writer

Berusaha dengan sebaik mungkin

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Politik Beras Mataram Islam

4 Januari 2020   01:00 Diperbarui: 8 Januari 2023   21:22 2302
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi saat bercocok tanam padi | worthpoint.com

Rakyat yang nantinya mengelola areal persawahan diharuskan membayar upeti kepada sang raja berupa hasil bumi. Di dalam kitab tersebut, Kerajaan Majapahit tercatat berhasil melakukan swasembada beras ke wilayah-wilayah yang menjadi daerah kekuasaannya (vassal). Menurut Koentjaraningrat (1984), meski berhasil melakukan swasembada beras, namun ternyata masih ada begitu banyak petani-petani miskin, karena kekayaan dari hasil swasembada itu hanya dapat dinikmati oleh para pembesar kerajaan. 

Dari Majapahit ke Mataram Islam 

Melihat keberhasilan mereka dalam mencapai kemakmuran karena komoditas beras, akhirnya Kerajaan Majapahit perlahan mulai memanfaatkan beras sebagai alat politik untuk menciptakan sekaligus merawat legitimasi seorang raja yang sedang bertahkta. Tidak ada catatan sejarah resmi yang menjelaskan tentang awal mula praktik politisasi Kerajaan Majapahit atas beras. Namun, menurut Gradjito dkk (2019), catatan sejarah itu dapat ditemukan kembali di dalam Kitab Negarakertagama. 

Di dalam kitab tersebut, salah satu hal yang dilakukan oleh Kerajaan Majapahit adalah menggaji para prajuritnya dengan beras dan gabah, selain memberikan gaji dalam bentuk harta seperti emas atau logam. Gabah juga diberikan kepada para prajurit agar mereka juga bisa bercocok tanam dan memiliki sumber makanannya sendiri kelak. Selain itu, gabah juga dapat diperjualbelikan dan dapat menjadi tambahan penghasilan bagi para prajurit untuk menambah kebutuhan rumah tangganya. 

Setelah Kerajaan Majapahit runtuh, Kesultanan Mataram Islam kemudian mewarisi dan memantapkan metode penguasaan padi dan beras sebagai alat politik.  Di sinilah kita akan mulai melihat, bagaimana padi dan beras kemudian lekat dengan praktik politik dan mampu menjadikannya sumber makanan pokok terbesar bagi masyarakat Indonesia. Sejak abad ke-16 sampai abad ke-18, penguasaan padi dan beras sudah program politik Kesultanan Mataram Islam (Maryoto, 2009). 

Keberhasilan panen padi dan swasembada beras menurut perspektif Sultan Mataram adalah simbol tercapainya stabilitas ekonomi, politik, dan sosial.

Bagi Kesultanan Mataram Islam, kesuksesan panen padi dan swasembada beras digunakan sebagai indikator keberhasilan dalam hal politik, ekonomi, dan sosial. Sebab, ketika seorang sultan mampu memenuhi ketiga indikator tersebut, artinya seorang sultan yang bertahkta dinilai mampu dan berhasil membawa rakyat serta kerajaannya menuju gerbang kesejahteraan, sekaligus menandakan kekuatan serta ketangguhan logistik kerajaan dalam hal militer. 

Menurut Olthof (2016), di dalam Babad Tanah Jawi terdapat sebuah catatan sejarah yang menjelaskan tentang praktik komodifikasi beras sebagai alat politik yang dilakukan oleh Kesultanan Mataram Islam. HJ de Graf, seorang peneliti Belanda mengklaim bahwa meski Babad Tanah Jawi isinya diduga mengandung mitos dan dongeng belaka, namun de Graf percaya bahwa pemanfataan padi sebagai komoditas politik sudah diterapkan di sekitar tahun 1500 sampai 1700-an. 

Sultan Agung Hanyokrokusumo|Sumber: tirto.id
Sultan Agung Hanyokrokusumo|Sumber: tirto.id

Praktik komodifikasi ini adalah salah satu tujuan utamanya Ki Ageng Pemanahan, pendiri Kesultanan Mataram Islam untuk menjaga ketangguhan pangan. Ki Ageng Pemanahan sadar, menciptakan kerajaan yang kuat haruslah dimulai dari urusan perut. Ketika urusan perut sudah tercukupi barulah kegiatan-kegiatan politik dan militer dapat dilakukan secara maksimal. Kebutuhan akan ketangguhan pangan tidak lepas dari ambisi Kesultanan Mataram Islam yang saat itu ingin untuk memperluas wilayah kekuasaanya. 

Beras dan Ekspansi Wliayah

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun