"Salah satu makanan kesukaannya adalah zwaartzuur. Dalam bahasa Belanda, zwaart artinya hitam dan zuur artinya kecut. Hidangan ini terbuat dari daging bebek yang dimasak bersama dengan nanas, anggur merah, saus tomat, kaldu, dan rempah yang menghasilkan cita rasa masam dengan kuah hitam yang pekat, mirip seperti semur. Kemudian, karena masyarakat Jawa tidak mengenal huruf Z dalam aksara Jawa, maka namanya diplesetkan menjadi suwar-suwir," terang Anton.
Anton juga menjelaskan suwar-suwir yang saat ini sudah diubah dan dikreasikan menjadi lebih lekat dengan sentuhan Indonesia. Sentuhan itu datang dari penggunaan buah kedondong dan nanas warna saus yang menghasilkan saus putih dengan cita rasa yang asam, manis, dan gurih, tidak seperti halnya zwaartzuur Belanda yang kuah hitam pekat karena pengaruh dari anggur merah, kaldu sapi, dan efek dari mirepoix serta saus tomat. Â
Suwar-suwir hasil kreativitas para juru masak restoran Bale Raos tidak kalah kualitasnya dengan zwaartzuur Belanda. Dari kualitas daging bebek yang dipilih misalnya, daging bebek yang dipakai adalah bebek berusia enam hingga delapan bulan, karena lebih empuk sehingga mudah diolah dan tidak cenderung sulit di fillet. Sedangkan nanas dan kedondong yang dipakai berasal dari sekitar Yogyakarta, yang mana merepresentasikan kekayaan hasil bumi Mataram.Â
Kersanan Dalem mungkin hanyalah daftar makanan kesukaan para sultan yang hidup di lingkungan Keraton Yogyakarta. Namun siapa sangka, sejarah telah berbicara, bahwa Kersanan Dalem berjasa dalam melawan penjajahan Belanda dan menghadirkan kemerdekaan bagi Indonesia lewat caranya yang unik dan elegan. Kita harus bangga karena itu, dan atas itu juga lah kita harus bertanggung jawab dalam merawat dan melestarikan Kersanan Dalem sebagai khazanah kuliner Indonesia yang tak ternilai harganya.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H