Menu Kegemaran Sang Sultan dan Tugas Seorang Abdi Dalem
Makanan kegemaran setiap sultan yang terkadung di dalam babad-babad (ensiklopedia kerajaan) yang mencatat soal Kersanan Dalem, selalu menjelaskan jika makanan kesukaan setiap sultan yang bertahkta adalah berbagai makanan yang telah mereka santap sejak kanak-kanak hingga sekarang. Sebagai contoh, Sri Sultan Hamengkubowono VII sudah dididik oleh Kanjeng Ratu Ageng atau ibu sang Sultan untuk menyantap berbagai makanan yang sederhana namun sangat kaya akan gizi dan protein.Â
Gardjito menjelaskan, Sri Sultan Hamengkubowono VII kurang lebih memiliki tiga hidangan kesukaan. Ketiga hidangan tersebut dinamai sebagai hidangan istimewa dan telah disantap sejak kanak-kanak. Ketiga hidangan itu yakni, tim piyik, semur yang terbuat dari daging burung dara; tala tawon, hidangan pepes yang terbuat propolis atau sarang tawon yang masih memiliki telur-telur tawon; dan gendon salak, hama ulat pohon salak yang biasanya diolah menjadi pepes ulat atau bisa juga dimakan mentah-mentah.Â
"Ketiga hidangan tersebut sangat istimewa untuk sang Sultan. Sebab, semuanya sangat kaya akan nutrisi dan protein yang baik untuk bisa menjamin kesehatan sang Sultan. Sehingga memang, para abdi dalem ini harus memahami dan jangan lupa mengistimewakan setiap jenis hidangan yang akan disajikan kepada sang Sultan,"Â tutur Gardjito.
Sebagai suatu hidangan kegemaran, Kersanan Dalem selalu menghadirkan makna yang mendalam terhadap setiap hidangan yang disajikan. Sebagai contoh, di dalam Kersanan Dalem terdapat satu menu sayur yang selalu disajikan sebagai ungkapan persembahan kepada sang Sultan dari para abdi dalem. Menu sayur (sejenis sup dengan kuah santan) itu bernama sayur kluwih, linuwih, atau linangkung, yang artinya unggul dan gilang gemilang.Â
Adapun Gardjito juga menjelaskan jika tata cara penyajian Kersanan Dalem tidak bisa dilakukan oleh sembarang pihak. Para abdi dalem yang bekerja di pawon (dapur) keraton yang secara khusus ditugaskan untuk menyajikan dan melayani kebutuhan jamuan sultan dikenal sebagai abdi dalem bujona. Para abdi dalem bujona ini pun ternyata juga sudah dibagi tugas-tugasnya dan tidak perkenankan untuk melakukan tugas lain di luar tugas utamanya.Â
Gardjito bercerita, jika ada abdi dalem yang hanya ditugaskan untuk berbelanja, maka abdi dalem tersebut hanya akan bertugas untuk berbelanja saja dan tidak mengerjakan tugas lain. Ini juga berlaku bagi para abdi dalem lain yang bertugas memasak, menyajikan makanan, membawa makanan, membuatkan minuman, dan lainnya. Hal ini bertujuan untuk memastikan bahwa sultan mendapatkan pelayanan yang prima sekaligus dapat memastikan kesempurnaan kerja dari setiap abdi dalem.Â
Meski terlihat sangat ketat dan teratur, namun uniknya tidak ada aturan yang menjelaskan secara rinci maupun tertulis mengenai syarat-syarat bagi seorang abdi dalem untuk bisa bekerja di dapur keraton. Menurut riset gardjito, seorang kepala dapur keraton misalnya selalu ditunjuk langsung oleh sang sultan dan siapa pun mereka yang ditunjuk harus memahami betul cara memasak yang dapat menghasilkan suatu makanan yang bernutrisi, bergizi, bersih, dan bebas penyakit.Â
Selain keunikan tadi, salah satu keunikan lain dari Kersanan Dalem adalah adanya kelompok abdi dalem yang memiliki tugas khusus untuk membawa serta mengawal makanan sang sultan. Abdi dalem itu bernama abdi dalem gladhag dan abdi dalem keparak. Tugas abdi dalem gladhag ini adalah menaruh makanan yang sudah matang ke dalam gladhag, sebuah peti kayu khusus yang diistimewakan untuk mengangkut makanan sultan. Sedangkan, abdi dalem keparak bertugas mengawal makanan dari dapur ke atas meja makan.Â
Kersanan Dalem, Akulturasi, dan Jejak Perlawanan Terhadap Penjajahan