Selama delapan tahun berdiri menu "ayam goreng tulang lepas", sambal bawang manis, dan kremesan tetap jadi menu favorit Lesehan Rizky.Â
Makanan lesehan merupakan salah satu kuliner yang cukup populer di Yogyakarta. Jumlahnya yang cukup banyak dan biasa menjajakan varian menu yang beragam, membuat lesehan tidak pernah sepi pengunjung. Meski begitu, warung lesehan terkenal sebagai tempat makan yang monoton karena cenderung menyajikan makanan yang seragam seperti halnya warung lesehan pada umumnya. Tapi tak perlu khawatir, karena warung lesehan yang satu ini berbeda dari yang lainnya
Tugini adalah salah satu penjual makanan lesehan dengan nama warungnya yakni Lesehan Rizky yang berlokasi di daerah Jl. Anggajaya I, Condongcatur, Depok, Sleman. Tugini (48) sudah merintis usahanya dari tahun 2011 atau sudah bertahan kurang lebih selama delapan tahun lamanya.
Usahanya kini sebagian dipegang oleh anak-anaknya yang membuka cabang ditempat lain dan sebagian dipegang Tugini sendiri. Tugini dalam kesehariannya dibantu oleh tiga orang karyawan yang merupakan anggota keluarganya sendiri. Dalam menyiapkan makanan yang akan dijual, Tugini dan karyawan biasanya sudah bersiap-siap dan mulai memasak sejak pukul 5 pagi.
Banyak pekerjaan yang dilakukan pada jam tersebut, mulai dari membersihkan ikan, memarinasi ayam dan bebek, memotong sayuran, memasak nasi dan lainnya. Tugini biasanya berjualan pada pukul 9 pagi sampai habis dan warungnya buka 7 hari dalam seminggu. Tugini dalam menjalankan usahanya sudah menggunakan alat-alat memasak yang sudah modern dan menggunakan tabung gas karena dinilai lebih praktis dan efisien.
Harga perporsi yang dijual oleh bu Tugini memiliki harga yang bervariasi tergantung dari apa saja yang dipesan oleh pelanggan. Harga perporsi makanan lesehan bu Tugini mulai dari harga Rp 10.000,00-Rp 25.000,00. Selama hampir delapan tahun berjualan, bu Tugini menceritakan tentang menu andalannya yang membuat nama warungnya terkenal hingga bisa membuka cabang baru yang letaknya tidak berjauhan dengan tempat awal ia berjualan.
Menu ayam goreng tulang lepas adalah menu andalannya yang sudah dijual sejak awal bu Tugini berjualan. Ayam goreng buatannya dinilai menjadi menu yang paling banyak digemari dan diminati oleh pengunjung dari berbagai kalangan. Hal itu diakui oleh bu Tugini yang sampai-sampai harus memesan sebanyak 15-20 kilogram ayam potong per harinya untuk memenuhi permintaan pelanggan.
"Kalau saya boleh jujur ayam itu yang paling laris. Bebek goreng juga laris sih, tapi ayam yang tetap diminati banyak orang. Bahkan kalau mau dibandingkan saya pesan ikan itu mentok hanya 5 kilogram, kalo ayam bisa belasan sampai puluhan kilogram," tutur bu Tugini saat ditemui pada Senin (12/11/2019) saat jam makan malam.
Bu Tugini kemudian berbagi cerita sedikit soal rahasia dibalik tekniknya yang ajaib dalam mengolah ayam goreng tulang lepas andalannya. Menurutnya, tidak ada rahasia tertentu yang membuat kenapa ayam gorengnya memiliki tekstur yang lembut sampai dapat lepas tulang. Bu Tugini mengakui hanya menggunakan bumbu-bumbu ayam goreng kuning pada umumnya dan mengolahnya dengan menggunakan dandang biasa, bukan dengan panci bertekanan atau presto pot.
"Kalau saya masak si ayamnya ini kurang lebih 1 sampai 1,5 jam supaya semua bumbunya meresap dan awet sampai lama. Dan saya itu selalu masak ayam itu diluar, sama seperti kayak sama masak pas jualan hari-hari," tuturnya.
Selain terkenal karena ayam goreng tulang lepasnya, sambal bawang manis serta kremesan tepung beras juga menjadi daya pikat pelanggan dan pelanggeng usaha lesehannya. Sejak buka dari tahun 2011, bu Tugini mengakui bahwa warung lesehannya adalah warung pertama yang menjajakan kremesan goreng dan sambal bawang manis di kawasan Jl. Anggajaya I.
Hal itu terlihat dari banyaknya pelanggan yang suka memesan sambal bawang manis lengkap dengan aneka gorengan dan kremesan. Bahkan sampai-sampai ada yang rela menambah dua keping tahu hanya untuk mencari cocolan bagi si sambal bawang manis ini. Kebanyakan pelanggan setianya adalah mahasiswa yang selalu datang ke warung lesehannya setiap hari. Adapun juga pelanggan dari berbagai kalangan lain, seperti orang tua dan pekerja kantoran.Â
"Awal buka sampai dengan hari ini kremesan, sambel bawang  manis itu harus ada karena itu sudah jadi identitas warung lesehan saya. Dan saya itu selalu punya pesen kalo yang masak itu tangannya harus sama supaya rasa masakannya enak," tuturnya.
Dibalik semua cerita manis dan sukses dari lesehan miliki bu Tugini, selalu ada cerita tentang jatuh bangun, perjuangan dan air mata yang menyelimutinya. Usaha dan perjuangan bu Tugini ternyata jauh lebih lama dari pada usaha lesehannya saat ini. Usaha dan perjuangan bu Tugini sudah dimulai sejak tahun 2003 saat ia dan suaminya masih harus bekerja bersama dengan orang lain untuk menyambung hidupnya.
Suaminya dahulu sudah bekerja sebagai karyawan penjual ayam kremes yang kini sudah menjadi miliknya sendiri 100%. Sedangkan bu Tugini dahulu berjualan jenang angkrak bersama bu Muji tetangganya.
Perjuangannya bersama sang suami akhirnya menemui titik terang saat sang majikan dari suami Tugini diberikan kepercayaan untuk melanjutkan usahanya dan diberikan hak 100% untuk mengelolanya secara penuh. Menurut penuturan cerita dari bu Tugini, hal itu terjadi saat sang majikan mengalami keretakan hubungan keluarga yang akhirnya berimbas pada kehancuran bisnisnya.
"Jadi selepas suami saya dapat kabar kayak gitu saya pusingnya bukan main. Sedih mas kalau mikirin zaman dulu karena ibaratnya kita mulai itu dari nol lagi sampai besar seperti sekarang ini," tuturnya.
Saat ini bu Tugini sudah memiliki dua cabang warung lesehan yang jaraknya tidak terlalu berjauhan. Satu warung dipegang oleh anak-anaknya dengan nama warung Lesehan Rizky 1 dan satu warung lagi dipegang oleh bu Tugini sendiri dengan nama warung Lesehan Rizky 2.
"Harapan saya itu ya sederhana kok mas, semoga anak cucu saya nanti bisa neruske bisnis saya, supaya mereka ga kelaparan, supaya tetap bisa menghidupi mereka sendiri," tuturnya.
Di akhir pembicaraan, bu Tugini sempat untuk mengungkapkan besaran omzet yang dterima perharinya. Saat ditanya, bu Tugini dengan terbuka dan jujur mengakui bisa meraih omzet sebesar Rp 3.500.000,00-Rp 4.000.000,00 per harinya yang menurutnya sangat cukup untuk kehidupannya bersama keluarga selama berbulan-bulan.
Lantas inilah yang menjadi perbedaan mendasar antara warung lesehan pada umunya dengan warung lesehan yang dimiliki oleh bu Tugini. Ditengah keseragaman menu dan sajian makanan yang cukup monoton pada setiap warung lesehan, sekiranya warung lesehan bu Tugini bisa menjadi salah satu warung lesehan terunik dari segi menu andalannya yang mungkin jarang untuk ditemui di banyak warung lesehan lainnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H