Mohon tunggu...
Thomas Panji
Thomas Panji Mohon Tunggu... Freelancer - Content Writer

Berusaha dengan sebaik mungkin

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Sekolah Pemuda Desa sebagai Representasi Keadilan Sosial

11 November 2019   10:00 Diperbarui: 16 Oktober 2022   11:22 332
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Logo Sekolah Pemuda Desa tahun 2020 | instagram.com/ketjilberegerak

Sekolah Pemuda Desa (SPD) mendorong anak-anak muda desa untuk berdikari bagi desa dan bangsa. 

Pemuda adalah harapan dan aset terbaik dari sebuah bangsa. Pernyataan ini selaras dengan perjalanan sejarah dari setiap bangsa yang selalu melibatkan elemen pemuda dalam mendukung visi misi pembangunan serta pergerakan dari sebuah bangsa dan negara. Definisi pemuda menurut Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2009 tentang kepemudaan, menjelaskan bahwa pemuda adalah seluruh warga negara Indonesia yang telah memasuki periode penting dalam masa pertumbuhan dan perkembangan manusia, yakni mulai dari usia 16 (remaja) sampai dengan 30 tahun (dewasa madya).

Lantas, tidak mengherankan jika pemuda sering kali diasosiasikan sebagai calon harapan, masa depan, dan tulang punggung bangsa, karena dipercaya memiliki tenaga, pemikiran dan inovasi segar dalam mendukung dan mendorong proses pembangunan negara, termasuk proses serta perjuangan penegakan keadilan sosial ditengah masyarakat (Sari, 2016). Keadilan sosial menurut Suteki dalam Purwanto (2017) adalah keadilan yang pelaksanaannya tidak lagi tergantung pada kehendak pribadi atau pada kebaikan-kebaikan individu yang bersikap adil, tapi bersifat struktural. 

Secara sederhana, keadilan sosial dapat dipahami sebagai keadaan yang adil dan berlaku dalam masyarakat di segala bidang kehidupan, baik materil dan spiritual, artinya hal tersebut berlaku bagi seluruh kalangan yang tertuang dalam sebuah prinsip persamaan (equality) dan solidaritas yang berpatokan pada penghargaan hak asasi manusia. Adapun syarat-syarat tertentu yang diajukan agar keadilan sosial bisa berjalan, yakni (Purwanto, 2017):

a). Semua warga wajib bertindak, bersikap adil, karena keadilan sosial dapat tercapai jika tiap individu bertindak dan mengembangkan sikap adil bagi sesamanya.

b). Semua manusia hidup sesuai dengan nilai kemanusiaan dan berhak untuk menuntut dan mendapatkan segala sesuatu yang bersangkutan dengan kebutuhan hidupnya.

Keadilan sosial yang bersifat struktural salah satunya terwujud dalam Undang Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Prioritas Pembangunan Desa. Dalam konteks tersebut masyarakat desa di harapkan dapat mendukung melaksanakan pembangunan desa tempat tinggalnya secara mandiri serta sesuai dengan kebutuhan masyarakatnya. Namun, terbitnya Undang-Undang tersebut telah memunculkan sebuah masalah baru, khususnya pada diperlukannya keterlibatan publik (masyarakat) desa dalam mengawal pendanaan desa untuk kegiatan pembangunan desa itu sendiri.

Pengawalan dana desa ini dinilai sangat diperlukan untuk mencegah terjadinya praktek korupsi dan mark-up yang sering kali terjadi dalam setiap pembangunan desa, utamanya yang berkenaan dengan pembiayaan produktif. Sebagai contoh, kasus korupsi yang dilakukan oleh Pranajaya seorang Kepala Desa Dukuhmojo, Jombang, Jawa Timur telah merugikan desanya sebesar Rp 278,4 juta yang seharusnya dipakai untuk kegiatan pembangunan infrastruktur dan dana kegiatan sosial. Maka dari itu, pengawasan dan pemanfaatan dana desa adalah hal penting untuk mencegah praktek korupsi saat ini.

Aktivitas dari pemateri Sekolah Pemuda Desa 2020 | instagram.com/ketjilbergerak
Aktivitas dari pemateri Sekolah Pemuda Desa 2020 | instagram.com/ketjilbergerak

Untuk dapat menanggulangi dan mencegah hal tersebut terjadi yang dapat menghambat pembangunan sebuah desa, maka di bentuklah sebuah program bernama Sekolah Pemuda Desa (SPD). Berdasarkan wawancara dengan manajer Sekolah Pemuda Desa sekaligus co-founder dari komunitas Ketjilbergerak, Vani Herliana menjelaskan jika Sekolah Pemuda Desa secara khusus dibangun dengan visi dan misi untuk menumbuhkan keterampilan dalam membangun peran serta pemuda desa untuk mendapatkan tempat dalam manfaatkan dan mengawasi dana desa bagi pembangunan desanya.

"Banyak sekali masalah yang terjadi di desa yang kebanyakan berhenti pada ketidakmampuan pemuda desa untuk ikut serta dalam pembangunan desanya," tutur Vani.

Program ini diluncurkan untuk menjawab tantangan tersebut. Beberapa hal yang dilaksanakan dalam Sekolah Pemuda Desa secara garis besar adalah dengan mengadakan berbagai macam pelatihan untuk mengembangkan kapasitas para pemuda desa serta memberi ruang yang sebesar-besarnya kepada pemuda desa yang ada untuk menuangkan ide dan gagasannya dalam pembangunan desa. Sekolah Pemuda Desa sendiri berasal dari program yang digagas oleh Ketjilbergerak yang merupakan komunitas anak muda asal Yogyakarta yang banyak terlibat di bidang pendidikan, sosial, seni, dan budaya serta sejarah.

Vani membagikan kisahnya tentang Sekolah Pemuda Desa. Awalnya program Sekolah Pemuda Desa lahir pada bulan November tahun 2017 dan pertama kali digelar di desa Girikerto, Yogyakarta serta mengundang Pimpinan KPK Saut Situmorang pada masa itu sebagai pembicara utama. Program yang seutuhnya melibatkan KPK ini nyatanya merupakan buah dari kerjasama antara KPK dengan Ketjilbergerak sejak tahun 2014 lalu hingga sekarang. Secara khusus, Sekolah Pemuda Desa adalah salah satu programnya yang dibuat untuk mengaktifkan peran masyarakat desa dalam memanfaatkan semua potensi yang dimiliki oleh sebuah desa.

Sebelum menjadi Sekolah Pemuda Desa, program ini awalnya bernama Sekolah Desa, yang saat itu banyak menemukan banyak masalah mengenai pemanfaatan dana desa, pengelolaan potensi desa, pengawasan pembangunan desa, dan pengembangan pemuda desa sebagai motor penggerak sosial. Vani menjelaskan bahwa permasalahan ini juga yang akhirnya menjadi visi dan misi utama dari program Sekolah Desa yang kemudian menjadi Sekolah Pemuda Desa. Sekolah Pemuda Desa sendiri lahir karena adanya kesadaran dari Ketjilbergerak dan KPK untuk membutuhkan partisipasi aktif dari pemuda desa itu sendiri dalam mendukung pembangunan.

Dari situ, hal ini lantas membuat KPK dan Ketjilbergerak kembali berdiskusi untuk membuat dan membahas sebuah konsep program baru yang tujuannya adalah melibatkan pemuda desa secara utuh dan menyeluruh dalam pemanfaatan dan pengawasan dana desa untuk berbagai kepentingan. KPK saat itu juga menggandeng Kemendesa PDTT untuk memperkuat program pelatihan. Kemendesa PDTT dan KPK kemudian membuat sebuah mutual agreement bersama Ketjilbergerak untuk merancang sebuah program pilot bernama Sarasehan Pemuda Desa dengan mengundang Ketua KPK Agus Rahardjo serta Menteri Desa Eko Putro Sandjojo saat itu. 

Program percobaan ini awalnya dihadiri oleh lebih dari 327 desa dari seluruh Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Dalam program percobaan ini, pemuda dan pemudi desa diajak untuk berdiskusi menemukan jawaban atas berbagai permasalahan dan tantangan bagi desa tempat tinggalnya akibat ketiadaan ruang dalam proses pengawasan dan pemanfaatan dana desa yang dipegang oleh masyarakat desa itu sendiri. Selain itu, mereka juga diajak untuk melihat dan menemukan semua potensi yang ada ditempatnya dengan pendekatan yang kreatif, inovatif, dan karitatif. 

Profil para pemateri di Sekolah Pemuda Desa 2020 | instagram.com/ketjilbergerak
Profil para pemateri di Sekolah Pemuda Desa 2020 | instagram.com/ketjilbergerak

Vani menjelaskan bahwa program percobaan tersebut berhasil dilaksanakan dan kemudian dicetuskanlah sebuah program baru yang bernama Sekolah Pemuda Desa, akhirnya konsisten dilaksanakan bersama dengan KPK dan Kemendesa PDTT hingga sekarang. Di dalam program, ini terdapat pembagian peran dan fungsi dari setiap pihak yang saling terkait. KPK berperan untuk memberikan materi kepada pemuda desa tentang bagaimana cara mencegah dan menanggulangi korupsi dalam setiap pembangunan desa, sedangkan Kemendesa PDTT bertugas dalam monitoring implementasi, substansi regulasi, dan partisipasi.

"Sekolah Pemuda Desa memiliki perbedaan fokus dengan Sekolah Desa. Sekolah Pemuda Desa secara khusus berfokus pada pelatihan pemuda desa dalam pemanfaatan dan pengawasan dana pembangunan desa," tutur Vani.

Ketjilbergerak memiliki tugas untuk menemukan kurikulum yang digagas antara KPK dan Kemendesa PDTT agar dapat ditemukannya formula untuk melatih kreativitas pemuda desa yang bisa diterapkan bagi pembangunan desa. Ketjilbergerak menurut keterangan Vani, secara selektif hanya menerima dan melatih pemuda desa yang memang terlibat dalam kegiatan organisasi desa. Selain itu, Sekolah Pemuda Desa juga membuat kebijakan pengajuan proposal yang berisi tentang pemahaman pemuda desa soal potensi daerahnya, tatangan apa yang sedang dihadapi serta gagasan, dan solusi untuk menjawab tantangan tersebut.

Pembatasan jumlah peserta yang hanya boleh diikuti oleh 60 peserta dari 20 desa juga menjadi indikator penting dalam menguji kesungguhan dan kemauan peserta untuk mau menerima segala ilmu yang bermanfaat yang kemudian mereka bawa untuk pembangunan desanya. Tujuan selektif ini dimaksudkan agar hasil dari pelatihan yang dilaksanakan setidaknya dapat membuat dampak yang tepat guna bagi pemuda, utamanya dalam kontribusi mereka bagi pembangunan desa dan pelibatan peran pemuda secara luas dan berkelanjutan

"Jadi ya kita ingin seleksi dengan jelas agar semuanya bisa dapat perspektif yang baik tentang program ini," jelas Vani.

Di sini, kita bisa melihat betapa pentingnya pembinaan dan pengembangan pemuda desa dalam konteks keadilan sosial yang dimaksudkan untuk mengembangkan seluruh kemampuan, keterampilan, bakat dan pengetahuan dalam mempersiapkan sumber daya manusia yang bermanfaat bagi sekitarnya. Dari sini kita boleh belajar bahwa pembangunan pemuda pemudi desa adalah gerakan pembangunan manusia dari bawah, karena desa seringkali dianggap sebagai tempat yang dianggap masih terbelakang karena kurangnya berbagai macam akses, seperti komunikasi, infrastruktur, pendidikan dan lainnya (Babari, 1987).

Menurut Babari dalam buku Pemuda dan Masa Depan (1987), berbagai macam persoalan yang dialami dirasakan oleh para pemuda pemudi desa banyak berkutat di pada seputar pada kurangnya lapangan kerja, kurangnya keterampilan, kekurangan gizi, kurangnya daya serap kerja, dan akses pendidikan yang adil. Kenyataan seperti ini di khawatirkan dapat menimbulkan sikap-sikap, seperti rendahnya motivasi dalam melihat perubahan dan pembangunan; rasa rendah diri; cepat patah semangat; dan berbagai sikap inferior lainnya yang dapat menghalangi pertumbuhan serta perkembangan SDM.

Lantas, ini menjadi urgensi bersama untuk dikawal dan dipecahkan. Melalui program Sekolah Pemuda Desa, secara perlahan mimpi untuk mewujudkan sumber daya manusia dari desa yang berkualitas sedang terwujud dan sedang terus dirawat serta diupayakan. Ini adalah program untuk merubah sikap, cara berpikir, dan tindakan jika pemuda desa juga pantas untuk mendapatkan ruang dan perhatian dalam mendukung kecakapannya, supaya bisa berkontribusi untuk memperjuangkan keadilan sosialnya lewat pelatihan dan pembangunan di desanya yang nantinya dapat berdampak pada negara serta bangsa. 

Daftar Pustaka

Lahuri R, Babari. 1987. PEMUDA dan MASA DEPAN. Jakarta. CSIS.

Sari D, dkk. (2016). PERANAN KARANG TARUNA DALAM MENINGKATKAN KEPEDULIAN SOSIAL PEMUDA KELURAHAN MARGODADI. Jurnal Kultur Demokrasi, 4(6): 1-12. Universitas Lampung

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG DESA.

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2009 TENTANG KEPEMUDAAN. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun