Mohon tunggu...
thomas edison soinbala
thomas edison soinbala Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - Pelajar sekolah

Jika kemarin adalah luka, maka usahakan agar hari ini adalah obatnya

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Sebermula I

30 Juli 2024   21:43 Diperbarui: 30 Juli 2024   21:59 82
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Fiksiana. Sumber ilustrasi: PEXELS/Dzenina Lukac

                   Biar aku memulainya dengan sebuah kesimpulan yang terpahat dari setiap peristiwa, merangkak bersama waktu hingga akhirnya berakar permanen dalam dimensiku. Terlahirlah sebuah obsesi. Bergemuruh, menggema, memaksa, menuntut. 

Akhirnya aku harus membedahnya. Bukan apa-apa, tetapi itu sungguh merepotkan. Aku tidak akan menyebutnya sebagai tanggungjawab, karena yang namanya tanggungjawab sifatnya wajib. Ini sesuatu yang terjadi begitu saja. 

Sakit memang! Tetapi yang pasti, itu mengandung zat adiktif, membuatku menjadi candu hingga aku tak menggubris kenyataan bahwa aku sedang menukar jiwaku dengan sesuatu yang tidak aku minta sama sekali. Tidak masalah karena aku terlanjur menggilaimu dan tak ingin kau dimiliki oleh siapapun. Kau pantas mendapat semua pengorbanan.


                       Desa ini sedang diselimuti hujan tatkala hidupku harus berubah dengan hadirmu yang tiba-tiba tiba.  Mengapa aku menyebutnya tiba-tiba tiba? Karena bahkan untuk membuat progres paling receh pun aku tidak sempat. Engkau bak malaikat yang diutus untuk merubahku? Itu mutlak! 

Tetapi apakah malaikat kehidupan? Tak bisa aku pastikan! Mengapa? Karena kau tidak hanya membuatku mati-matian untuk mematikan rasamu menjadi milikku utuh dan permanen, tetapi aku juga mati dalam rasa bahkan mati ketika kau kembali ke asalmu yang "entah" bersama seluruhmu dengan rutinitasmu yang sistematis. Aku berusaha mendekatimu, kau pelor hilang dalam tikungan. 

Aku mati gila dalam kegilaan dari hadirmu yang gila, sementara kamu semakin menggila dalam jarak yang kau paut sendiri. Kau sangat skeptis dan egoistik tidak hanya dalam alam pikiran, malainkan menyata dalam detak jantung yang berusaha kuselaraskan dengan degupmu walau itu sangat mustahil.


Walau begitu, aku semakin ngotot mengejar sekalipun kau popot dalam larimu. Itu menjijikan tetapi harus diakui sebagai konsekuensi dari hadirmu yang sangat lekas.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun