Mohon tunggu...
thomas edison soinbala
thomas edison soinbala Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - Pelajar sekolah

Jika kemarin adalah luka, maka usahakan agar hari ini adalah obatnya

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Cangkir Tampan dan Aku

5 Februari 2024   23:00 Diperbarui: 5 Februari 2024   23:19 138
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sekarang, dari kesepuluh anak dalam keluarga kami, yang masih di rumah bersama mama dan bapak tinggal empat orang. Enam yang lainnya sudah di luar termasuk aku. Ada yang sekolah, ada juga yang kerja. Aku masih sekolah. Ada yang sudah keluar dari kartu keluarga dan ada juga yang belum. Aku masih belum. Bahkan aku masih jomblo keras. Aku, sepanjang umur hidupku mantanku cuma satu. Itu pun bukan aku yang meninggalkannya tetapi sebaliknya. Padahala aku sudah berulang kali menembak beberapa cewek untuk kujadikan sebagai pacar. Aku biasanya di tolak. Alasan mereka macam-macam. Ada yang alasannya malas pacaran, ada yang sengaja menghilang saat aku mulai pdkt, ada yang karena takut pacaran dan ada yang menolakku mentah-mentah. Suatu kali ada yang berjanji padaku bahwa ia akan berpacaran ketika ia sudah selesai sekolah SMA, walaupun sebelum tamat ia malah hamil. 

Bahkan di luar nikah. Ada yang telah berkeluarga dan ada juga yang belum. Walau demikian, setiap natalan tiba kami selalu pulang karena rumah bukan hany aekadar tempat untuk bertumbuh. Rumah bagi kami adalah suatu pulang yang kudus. Menariknya bahwa setiap kali pulang liburan, hal pertama yang ditanyakan bukan mama dan bapak, tetapi cangkir itu. Semua pasti bertanya di mana cangkir iru. Berbeda dengan aku. Biasanya aku justru penasaran apakah cangkir itu sudah pecah atau sudah dihilangkan. Sudah dua puluhan kali aku tanya dan sudah empat ratus kali aku mendapat jawaban selalu diluar dugaan saya. "Cangkir itu masih ada". Tidak pecah bahkan pernah di gunakan oleh bapak untuk melempar anjing yang naik ke atas meja dan menghabiskan daging ayam yang lupa di tutup.

Hingga pada suatu ketika, aku akhirnya benar-benar berdamai dengan cangkir itu. Kala itu aku sesak napas dan akan mati dalam satu atau seperdua menit jika cangkir  itu tidak ada. Semua gelas yang ada di rumah terisi penuh dengan obat-obatan yang tak bisa dikonsumsi oleh aku yang masih kecil. Namun mengingat cangkir itu memiliki kelainan yang lumayan positif, mama akhirnya menuangkan kira-kira dua teguk obat tradisional yang ada di dalam cangkir itu, tanpa takut aku akan mati total. Toh kalau aku matipun, paling-paling mereka bersyukur karena bukan cangkir itu. Dan benar. Aku tidak jadi mati. Syukur. Mama senang, bapak senang dan kami semua bersenang-senang karena aku sembuh sekaligus berdamai dengan cangkir itu. Walau pun harus kuakui bahwa ketampanan yang dimiliki cangkir itu merampok tujuh puluh tujuh persen cinta yang diporsikan untukku. Kir-kira sudah puluhan tahun. Aku sedih, tapi ya sudahlah. Aku memang jelek. Apa boleh buat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun