Episode 1
Kalau menang beta harus begini, kenapa harus jadi begitu, usi? Apoqi duduk agak jauh dari pesisir pantai, di bawah pohon entah apa yang rindang, di antara semak-semak kopas[1] dan sufmuti[2] sambil sesekali memandang jauh ke pegunungan yang samar di ujung lautan sejauh mata memandang. Sesekali tunduk sambil menghela nafas dan kadang juga dari wajahnya terpancang ciri-ciri orang namkak[3] tingakat akut yang sungguh-sungguh mengundang kasihan. Situasi pesisir pantai sedikit agak menyedihkan jika ada manusia berlibur atau mengambil keputusan untuk berekreasi di situ. Bagaimana tidak? Pasirnya sembrono, ada begitu banyak putri malu yang tumbuh, ta'I sapi berhamburan di mana mana, dan lebih jeleknya lagi, pantai itu tersembunyi di dalam belukar. Kalau sampai-sampai ada yang datang di sini untuk rekreasi maka dia tidak lebih dari manusia paling namkak di seluruh dunia. Dan itu dilakukan oleh Apoqi. Berarti jelas, Apoqi memang namkak. Bisa dikatakan ia!Â
Â
Apoqi khusuk menikmati deru ombak yang ganas mengahantam karang dan desau angin yang sejuk walau beraroma ta'I sapi. Tak hanya itu, apoqi juga berpikir tentang gadis berbetis aduhai yang ia lihat sewaktu pergi ke kios membeli softex pesanan Lina, nona di sebelah rumah pak rt, kurang lebih tujuh rumah dari rumahnya. Sebetulnya Apoqi tidak tahu fungsi softex itu, tapi ia pastikan kalau barang itu biasa digunakan oleh Lina untuk membersihkan karburator motornya. Gagasan itu sukses terbentuk karena waktu itu di bengkel dekat kios, ada om Marten sedang tole[4] membersihkan motor dengan sesuatu berwarna hampir mirip dengan softex yang ia pegang itu. Apoqi membayangkan betis gadis itu, ia merasa ada salah satu organ tubuhnya yang mendadak berubah menjadi mengeras dan lurus. Bersamaan, terciptalah suatu sensasi eksotis yang sangat sulit diterjemahkan sebagai apakah itu.Â
Apoqi tidak memahaminya, tapi ia menikmatinya sambil terus bertanya-tanya apalah artinya sehingga semua ini terjadi kepadanya? Yang pasti betis aduhai itu begitu ingin ia raih, ingin ia ramas dan selebihnya ingin ia gigit. Kini, dikesendirian yang agung, ditepi pantai yang luar biasa kontemplatif, ia mereplay gadis itu. Kali ini ia mengamati dengan saksama betapa betis itu mampu merasuknya hingga ia mengalami seuat kekhususan yang membikin frustasi, dan ia berpikir jangan-jangan ia mengalami suatu kelainan. Dari ujung kaki, perlahan ia mulai membedah dengan matanya yang tajam, merasakan sensasi yang muncul. Sambil menutup mata, ia menghayalkannya kembali. Perlahan. Tidak terburu-buru.Â
Begitu matanya tiba pada betis gadis itu, ia justru merasa biasa biasa saja. Penasaran, ia melanjutkan pengamatannya dari betis ke atas. Tanpa sadar, apoqi telah mengambil jalur kontinuitas yang akan menjadi teka-teki super misterius dalam separoh hidupnya. Dari betis kini ia melanjutkan pembedahan hingga tiba pada gumpalan yang berbentuk sepasang bukit dengan lentingan empuk ketika tiba pada drama kaki kiri dan kaki kanan bertukar saling mendahului, yang Apoqi tahu itu adalah salah satu kekhasan yang melekat pada manusia yakni jalan dan dua gumpalan itu adalah pantat gadis itu. Tidak dipungkiri, pantat milik gadis itu, betapa montok, semok dan gemulainya. Tiba pada kesimpulan itu, Apoqi tersentak dan sontak membuka matanya. Wow ada apa ini? Kok enak ya? Tapi, kenapa begini? Ada apa ini? Â Ia pencongkan matanya ke laut dan berusaha merasakan udara yang nikmat itu.Â
Dadanya berdesir kencang, dan ternyata, pengamatan saksama dalam hayalannya berhasil membangkitkan lagi organ tubuhnya itu. Spontan ia merogohnya, alih-alih heran, lalu mengembalikannya pada tempatnya dan mejadi paniklah ia. Kenapa begini. Oh tuhan, jika hamba-Mu ini harus mati, jangan dengan perisitwa ini. Hamba-Mu ini takut. Kenapa ketika membayangkan pantat saja, Hamba-Mu ini jatuh dalam pencobaan? Mengapa hamba-Mu ini yang harus mengalami ini Tuhan? Kenapa begini kalau harus begitu Tuhan? Apoqi bangkit lalu berjalan diantara semak-semak sambil membayangkan peristiwa apa yang akan terjadi jika salah satu anggota tubuhnya itu mengulang hal yang sama lagi. Apakah Hamba-Mu benar-benar akan mati? Gawat. Ia kembali duduk, mengangakan lagi celana dan  serta menatap penuh cemas benda itu. Loh? Kok sudah layu ya? Kenapa begini?.Â
BERSAMBUNG.....
berikan komentar untuk lanjutan yang sederhana...........................
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H