Mohon tunggu...
Thomas Arkananta Basirin
Thomas Arkananta Basirin Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - Siswa Kolese Kanisius Jakarta

Sudut Pandang Baru.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Ini Kunci Kemenangan Palestina yang Tidak Pernah Dibahas

29 April 2024   06:09 Diperbarui: 29 April 2024   06:50 710
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kegagalan Palestina

Upaya kemerdekaan Palestina sudah lama tidak berhasil. Saat ini, 139 dari 193 negara anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa mengakui Palestina. Selain itu, Amerika Serikat telah memveto resolusi yang menerima Palestina sebagai anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa. Padahal, Amerika Serikat dan sekutu telah menyatakan bahwa mereka mendukung two-state solution. Bahkan, Inggris pertama kali mengajukan usulan pembagian tanah antara Yahudi dan Arab sejak tahun 1937. Satu dekade setelah itu, Perserikatan Bangsa-Bangsa mengadopsi rencana pembagian Palestina menjadi dua negara, yaitu Israel dan Palestina. Sejak saat itu, Israel dengan mudah mendeklarasikan kemerdekaannya, tapi mengapa Palestina belum? Jika two-state solution memang sesederhana itu, mengapa hal ini belum diterapkan lebih dari 70 tahun kemudian?

Ada beberapa alasan mengapa two-state solution tidak mudah diimplementasikan. Pertama, perbatasan antara Israel dan Palestina sulit ditentukan. Klaim wilayah Israel semakin besar semenjak perang 1967. Negara-negara tidak dapat menyetujui satu peta yang benar. Selain itu, Israel telah membangun pemukiman-pemukiman ilegal di daerah Palestina. Hal itu mendorong banyak rakyat Israel untuk tinggal di tanah Palestina sehingga memperkuat klaim wilayah Israel. Kedua, terdapat asumsi bahwa kemenangan bagi Palestina akan mendatangkan hari kiamat. Asumsi itu bisa mendorong sebagian orang untuk berharap agar perang ini tidak pernah selesai untuk menghindari hari kiamat. Ketiga, memisahkan tanah suci menjadi dua negara berdasarkan kelompok agama akan meningkatkan radikalisme dan kekerasan. Mantan Perdana Menteri Israel, Yitzhak Rabin, dibunuh oleh kelompok radikal karena dia mendukung adanya pemerintahan Palestina. Di sisi lain, kelompok Hamas juga semakin keras menentang Israel. Kekerasan seperti ini tidak bisa diteruskan di tanah suci.

Faktor-faktor di atas berkontribusi terhadap pengabaiannya rakyat Palestina. Tanpa tanah Palestina yang merdeka, rakyat Palestina tidak memiliki suara di tingkat nasional maupun internasional. Tanpa negara Palestina yang berdaulat, tidak ada pemerintah, tentara, atau hukum yang melindungi rakyat Palestina. Dengan demikian, Israel bebas untuk menyerang tanah Palestina di Gaza dan West Bank. Hal ini mengakibatkan semakin banyak kematian bagi rakyat Palestina.

Menentang Ide Mainstream

Sekarang, seluruh dunia sedang terobsesi dengan ide two-state solution. Ide tersebut sudah disetujui oleh Amerika Serikat, Tiongkok, Jerman, India, Inggris, Prancis, Kanada, Australia, Selandia Baru, Arab Saudi, dan masih banyak lagi. Hanya ada dua negara yang menentangnya, yaitu Israel dan Iran. Meskipun two-state solution menerima dukungan banyak negara, ide tersebut masih gagal diimplementasikan. Terdapat pepatah yang berbunyi, "Jika kedengarannya terlalu bagus untuk menjadi kenyataan, mungkin itu tidak benar." Mungkin, selam ini dunia terobsesi dengan solusi yang salah. Jadi, sudah saatnya dunia meninggalkan ide two-state solution.

Melawan Israel dengan Demokrasi

Ketika berbicara tentang masa depan, kita harus belajar dari masa lalu. Sebelum ada gagasan untuk membagi tanah Palestina menjadi dua negara, orang Yahudi dan orang Arab hidup bersama dengan damai di tanah suci itu. Mereka berdiri bahu-membahu, mereka hidup berdampingan, dan bersama-sama mereka bersatu dalam satu tanah yang damai dan suci. Persatuan itu adalah solusi untuk memberhentikan peperangan ini.

Daripada memisahkan Israel dari Palestina, bagaimana jika kita menggabungkan Israel dan Palestina menjadi satu negara demokratis? Statistika menunjukkan jika Israel dan Palestina digabungkan, persentase orang Yahudi adalah 48,6% dan orang Arab 47,7%. Demografi yang seimbang sudah sangat mendukung kedamaian. Selebihnya, negara tersebut harus memiliki parlemen representatif melalui demokrasi supaya representasi orang Yahudi dan Arab proporsional.

Ada beberapa alasan mengapa solusi ini baik. Pertama, Parlemen yang seimbang akan memastikan semua orang di tanah tersebut menerima keadilan dalam hukum negara. Artinya, rakyat Palestina akan mendapat perwakilan di Parlemen secara proporsional dan hak mereka akan dilindungi di Parlemen. Solusi ini akan memenuhi keinginan rakyat Palestina yang selama ini diabaikan. Kedua, negara yang bersatu mengundang perdamaian. Mereka harus belajar hidup berdampingan kembali seperti dahulu kala sebelum penjajahan Inggris di Palestina. Mereka harus belajar merawat tanah suci mereka bersama. Kelompok radikal akan menjadi minoritas dan mereka akan musnah. Perdamaian yang ada sebelum penjajahan Inggris di Palestina akan dikembalikan. Ketiga, solusi ini memenangkan rakyat Palestina. Persatuan dan demokrasi adalah cara efektif supaya kesengsaraan rakyat Palestina berhenti. Selama ini, Palestina gagal mengalahkan Israel dengan sanksi dan militer. Namun, mereka bisa mengalahkan Israel dengan demokrasi.

Harapan Rakyat Palestina

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun