Pada hari Minggu, 7 Desember 1941, tepat 79 tahun yang lalu, terjadi serangan dadakan yang dilakukan oleh Angkatan Laut Kekaisaran Jepang terhadap pangkalan angkatan laut Amerika Serikat di Pearl Harbor, Hawaii. Serangan tersebut menyeret Amerika Serikat ke Perang Dunia II pada keesokan harinya.Â
Jepang bermaksud bahwa serangan tersebut sebagai tindakan preventif agar Amerika Serikat tidak mengganggu agresi militer Jepang terhadap wilayah jajahan Inggris, Belanda, dan Amerika Serikat di Asia Tenggara. Selama tujuh jam, terdapat serangan Jepang yang terkoordinasi di wilayah Filiphina, Guam, dan Pulau Wake yang dikuasai Amerika Serikat serta wilayah Malaya, Singapura, dan Hongkong yang dikuasai Kerajaan Inggris.
Jepang mengumumkan deklarasi perang pada hari itu juga, tetapi deklarasi tersebut tidak terkirim hingga keesokan harinya. Pada tanggal 8 Desember, Kongres Amerika Serikat menyatakan perang terhadap Jepang. Ada banyak teladan sejarah untuk serangan dadakan Jepang.Â
Serangan tersebut terjadi ketika negosiasi perdamaian masih berlangsung dan membuat Presiden Amerika Serikat, Franklin D. Roosevelt, mengumumkan 7 Desember 1941 sebagai "tanggal yang tetap berlaku kekejiannya" karena serangan tersebut terjadi tanpa pernyataan perang dan tanpa peringatan yang jelas. Serangan terhadap Pearl Harbor kemudian dinyatakan dalam Pengadilan Tokyo sebagai kejahatan perang.
Latar Belakang Konflik
Sejak tahun 1920-an, Jepang dan Amerika Serikat telah menduga bahwa perang diantara mereka akan terjadi. Namun, hubungan kedua negara masih cukup ramah sehingga tetap menjadi mitra dagang. Ketegangan tidak tumbuh secara serius sampai invasi Jepang ke Manchuria pada tahun 1931.Â
Selama dekade berikutnya, Jepang menginvasi Tiongkok yang mengakibatkan Perang Tiongkok-Jepang Kedua pada tahun 1937. Jepang menghabiskan banyak upaya untuk mengisolasi Tiongkok dan berusaha untuk mengamankan sumber daya yang cukup untuk mencapai kemenangan di daratan Tiongkok. Doktrin Ekspansi Selatan (Nanshin-ron) dirancang untuk membantu upaya ini.
Mulai bulan Desember 1937, berbagai peristiwa seperti insiden USS Panay, insiden Allison, dan Pembantaian Nanking mengubah opini publik Barat dengan tajam terhadap Jepang. Khawatir terhadap invasi Jepang, Amerika Serikat, Inggris, dan Prancis membantu Tiongkok dengan pinjamannya untuk kontrak pasokan perang.
Pada tahun 1940, Jepang menginvasi Indochina Prancis dan mencoba menghalangi aliran pasokan yang mencapai Tiongkok. Akibatnya, Amerika Serikat menghentikan pengiriman pesawat, suku cadang, peralatan mesin, dan bensin penerbangan ke Jepang, yang dianggap sebagai aksi tidak ramah. Amerika Serikat tidak menghentikan ekspor minyak karena tindakan tersebut kemungkinan besar akan dianggap sebagai provokasi yang ekstrim.
Pada Juli 1941, Amerika Serikat menghentikan ekspor minyak ke Jepang setelah Jepang merebut wilayah Indochina Prancis. Karena keputusan tersebut, Jepang melanjutkan rencana untuk merebut Hindia Belanda yang kaya minyak. Pada 17 Agustus, Roosevelt memperingatkan Jepang bahwa Amerika siap mengambil langkah melawan jika "negara tetangga" diserang. Jepang dihadapkan dengan dilema, mundur dari China dan kehilangan muka atau merebut sumber bahan mentah baru di wilayah koloni Eropa yang kaya sumber daya di Asia Tenggara.
Jepang dan Amerika Serikat terlibat dalam negosiasi selama tahun 1941. Dalam proses negosiasi ini, Jepang menawarkan untuk menarik diri dari sebagian besar wilayah Tiongkok dan Indochina setelah berdamai dengan pemerintah Nasionalis. Ia juga mengusulkan untuk mengadopsi interpretasi independen dari Pakta Tripartit dan menahan diri dari diskriminasi perdagangan, asalkan semua negara lain membalas.Â
Washington menolak usulan tersebut. Perdana Menteri Jepang, Konoye kemudian menawarkan diri untuk bertemu dengan Roosevelt, tetapi Roosevelt bersikeras untuk mencapai kesepakatan sebelum pertemuan apapun. Duta Besar Amerika Serikat untuk Jepang berulang kali mendesak Roosevelt untuk menerima pertemuan itu dan memperingatkan bahwa itu adalah satu-satunya cara untuk menjaga perdamaian di Pasifik.Â