Nikah, jika membahasnya maka tidak luput dari yang namanya syahwat bersenggama dengan sepuasnya di malam pertama. Saat itulah keduanya merasakan kenikmatan yang belum dirasakan sebelumnya. Kelezatan terasa seakan dari ujung rambut hingga ujung kaki.Â
Dari syahwat itulah manusia akan memperoleh dua kehidupan yang sejahterah, yaitu kebahagian mendapatkan keturunan dan hidup bersamanya serta kehidupan yang dinanti-nantikan di keabadian.
Khususnya para remaja yang sudah siap mental mengarungi lautan bersama pasangannya, mereka lebih cenderung menikah mengedepankan syahwat bersenggama dari pada menolak mudharrat. Meskipun bersenggama adalah termasuk tujuan nikah yang memunculkan kenikmatan luar biasa, tapi bukan menjadi pokok tujuan.
Kata-kata syahwat secara umum konotasinya tertuju pada kejelekan meskipun rasanya lezat. Artinya dalam satu segi ketika melakukannya akan merasakan kesenangan, kenikmatan dan kebahagiaan.Â
Namun setelah itu seseorang akan merasakan kasta dan menanggung resiko yang besar yang kadang kebanyakan orang tidak sanggup untuk menanggungnnya.Â
Ada juga yang sampai mengahiri hidupnya gara-gara tak mampu menanggungnya. Ini semua sudah termaktub dalam sabda Rasulullah, "bahwa surga diliputi sesuatu yang tidak mengenakkan. Dan neraka dihiasi dengan kesenangan." Maka kesenangan apapun rasanya yang timbul dari syahwat, arahnya pada jahannam. Naudzubillah.
Dalam beberapa keterangan mengatakan kalau syahwat adalah senjata paling ampuh dari beberapa senjatanya setan untuk mengalahkan manusia. Bahkan Nabi pun minta perlindungan untuk dijauhkan dari syahwat, apalagi manusia. Seperti Nabi Yusuf yang hampir terjatuh dalam rayuan si cantik Zulaikhah.
Namun syahwat yang selalu di pandang jelek oleh kebanyakan orang, disikapi lain dengan Hujjatul Islam Imam Ghazali. Beliau mampu melihat dari sudut pandang yang tidak semua orang bisa melihatnya. Beliau menyikapi kalau syahwat itu keburukan dan mewanti-wanti untuk dijauhi. Tapi syahwat itu justru bisa mengantarkan pada kebaikan.Â
Beliau mengatakan, kenikmatan dunia adalah satu motivasi untuk bisa merasakan kenikmatan yang abadi, yaitu surga. Mengapa bisa demikian, sebab jika seseorang merasakan kenikmatan dunia, maka paling tidak dia bisa berpikir bahwa kenikmatan dunia tidaklah seberapa dengan kenikmatan surga.Â
Jika nikmat dunia lezatnya sedemikian rupa, seperti bersenggama, maka bagaimana dengan kenikmatan yang abadi. Tentunya tidak bisa dibayangkan. Dengan begitu, di benak sebagian orang akan muncul untuk giat dan semangat melakukan ibadah, karena giat beribadah balasannya sudah jelas, yaitu surga.
Nikah yang diamalkan mengikuti sunnah dan juga timbul dari rasa syahwat untuk mengamalkannya, sebenarnya tujuan aslinya adalah untuk menolak syahwat. Berbeda dengan orang yang tidak mau menikah. Maka jika syahwatnya mengalahkan takwa dan imannya, akibatnya adalah kerusakan dan menarik pada kekejian.
Maka nikah saat bersenggama dengan istri dan merasakan kenikmatan yang sangat istimewa dan dinanti-nantikan oleh para remaja yang hendak mengarungi bahtera rumah tangga bersama istri idaman, maka paling tidak kenikmatan itu dirasa belum ada apa-apanya dari kenikmatan surga yang selalu didamba-dambakan. Sehingga akan timbul rasa semangat atau gerakan giat beribadah dalam dirinya. Wallahu a'lam.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H