Mohon tunggu...
Tholut Hasan
Tholut Hasan Mohon Tunggu... Guru - Maaf

Maaf

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Lidahmu Ularmu

14 Juni 2019   08:31 Diperbarui: 14 Juni 2019   08:41 17
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kita mengenal istilah lisan. Dan kemudian istilah ini berkembang arti yang bermacam-macam. Lisan dapat berarti bahasa, surat, risalah, perkataan. Bisa juga berarti mulut, lidah dan kefasihan. Tetapi juga bisa berarti mengumpat, memfitnah atau menyengat. Wajarlah jika Ibnu Katsir mengungkapkan arti lisan sebagai 'sesuatu yang digunakan manusia untuk mengungkapkan apa yang tersimpan di dalam batinnya'.

Sejalan dengan Ibnu Katsir, Yahya bin Muadz memberikan ungkapan dengan sangat jelas dan menarik, 'hati laksana tempat air, dan lisan adalah ciduknya. Maka lihatlah seseorang yang sedang berbicara. Pada saat itu lisannya sedang menciduk apa-apa yang ada di dalam hatinya. Dan hasil cidukannya adalah apa yang di ungkapkan.'

Dari arti yang beragam ini, maka tak mengherankan jika Allah memerintah untuk selalu mensyukuri nikmat-Nya, "Bukankah kami telah memberikan kepada manusia dua mata, satu lisan dan sepasang bibir." (QS al-Balad [90]:8-9)

Dengan lisan setiap orang dapat mengucapkan syahadat, bershalawat, amar makruf nahi mungkar, serta berkomunikasi dengan baik, yang semua itu baik menurut Allah. 

Satu pekerjaan yang sangat susah bila dilakukan oleh orang yang mengalami ketunaan. Itu sebabnya Nabi Musa, lantaran lidahnya cacat selalu memohon kepada Allah,
.
 "Lepaskanlah kekakuan lidahku, supaya mereka mengerti perkataanku." (QS Thaha;[20]:27-28)

 "Saudaraku (Nabi Harun) lebih fasih lidahnya daripadaku." (QS al-Qashash [28]:34)
Di sisi lain, Allah dan RasulNya memperingatkan kita agar waspada dan sangat hati-hati terhadap lisan, karena lisan juga menjadi pangkal segala penyakit, seperti fitnah, ghibah (memperbincangkan keburukan orang lain), saling membanggakan diri, su'udhan (berburuk sangka) dan tanabuz (menjuluki dengan gelar yang buruk).

Banyak fakta yang mengisyaratkan akan musibah yang menimpa diri sebab tidak menjaga lisannya. Dahulu pembuat kapal terbesar di Dunia, yaitu Titanic pernah mengatakan dengan sangat sombongnya, "Tidak ada yang bisa merobohkan atau menghancurkan kapal sebesar ini, bahkan Tuhan pun." Tapi kemudian, kapal tersebut roboh hanya karena menyerempet gunung es.

Tragedi tragis lainnya dari seseorang yang mati akibat kesombongannya menyepelekan Tuhan terjadi di Brazil. Tragedi ini terjadi di tahun 2005, di mana beberapa orang anak muda yang telah terpengaruh minuman beralkohol menjemput teman gadisnya di rumahnya. Karena mengetahui teman-temannya mabuk maka sang Ibu dari gadis itu menjadi khawatir dengan keadaan anaknya nanti. Rasa kekhawatiran ibunya lantas membuat sang ibu berkata kepada anak gadisnya dengan maksud mendoakannya, "Semoga Tuhan Bersamamu putriku."

Namun bukan merasa senang didoakan, anak gadis tersebut malah menjawab doa sang ibu dengan berkata, "Boleh saja Tuhan bersamaku, asalkan dia mau duduk di bagasi, soalnya kursi di sini sudah penuh."

Setelah kepergiannya dari rumah, tak lama berselang mobil yang di tumpangi gadis dan teman-temannya itu mengalami kecelakaan hebat. Saking hebatnya bagian depan hancur membuat seluruh penumpang mobil itu tewas hingga bentuknya tidak lagi bisa dikenali. Yang paling aneh dari kejadian ini adalah bagian dari bagasi mobil tersebut masih tetap utuh, bahkan sekotak telur di dalamnya tidak ada yang pecah.

Fakta lain, keluarga Rasulullah juga mengalami bencana hanya karena disebabkan mulut orang munafik. Sayidah Aisyah difitnah secara keji oleh Abdullah bin Ubai bin Salul. Bahwa beliau telah berselingkuh dengan Safwan bin Muatthal. Berita ini membuat Aisyah sakit beberapa hari. Hingga datanglah kesucian Aisyah sebagaimana yang dimuat dalam surah an-Nur ayat 11-12.
.
"Sesungguhnya orang-orang yang membawa berita bohong itu adalah dari golongan kamu juga. Janganlah kamu kira bahwa berita bohong itu buruk bagi kamu bahkan ia adalah baik bagi kamu. Tiap-tiap seseorang dari mereka mendapat balasan dari dosa yang dikerjakannya. Dan siapa di antara mereka yang mengambil bahagian yang terbesar dalam penyiaran berita bohong itu baginya azab yang besar.Mengapa di waktu kamu mendengar berita bohon itu orang-orang mukminin dan mukminat tidak bersangka baik terhadap diri mereka sendiri, dan (mengapa tidak) berkata: "Ini adalah suatu berita bohong yang nyata"

Tampak jelas bahwa lisan memiliki sifat destruktif luar biasa saat menularkan kesombongan dan kebohongan. Dan ironisnya kita menanggapinya sebagai sesuatu yang ringan-ringan saja. Ingatlah, sewaktu kamu menerima kabar bohong dari mulut ke mulut, lalu kamu katakan dari mulutmu apa yang tidak kamu ketahui sedikitpun, dan kamu menganggapnya sebagai sesuatu yang ringan saja, padahal di sisi Allah sangatlah besar.

Orang bijak mengatakan, 'Mulutmu Harimaumu'. Artinya segala perkataan yang diucapkan apabila tidak dipikirkan terlebih dahulu dapat merugikan diri sendiri. Etika berkata harus diperhatikan dengan sangat detailnya, sedikit pun lidah terpleset, dampaknya sangat besar.

Ucapan ada yang baik dan ada yang buruk. Ucapan yang mendatangkan keridhaan Allah, maka itulah yang baik, sedangkan yang mendatangkan kemurkaan-Nya maka itulah yang buruk.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun