Mohon tunggu...
Thobib Al-Asyhar
Thobib Al-Asyhar Mohon Tunggu... -

Seorang penulis, peneliti, dan dosen luar biasa di PPs Universitas Indonesia. Sering mengisi seminar, diskusi, dan workshop tentang keremajaan, kepenulisan, psikologi Islam, dan isu-isu pemikiran keislaman.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Metode Mama-Papa, Cara Cepat Baca Alquran, 3 Jam dari Nol

17 Agustus 2016   20:13 Diperbarui: 17 Agustus 2016   21:07 345
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Awalnya saya gak percaya. Masa belajar baca Alquran berbahasa Arab hanya butuh 3 jam. Terus terang saya sudah mengikuti beberapa metode baca Alquran sebelumnya. Metode Baghdadi, mengeja waktu kecil. A fathah a, ba fathah ba, ta fathah ta, abata. Mim fathah ma, ta fathah ta, mim dhammah mu, matamu, dan seterusnya. Ya itulah metode kuno. Metode orang jadul belajar baca alquran saat saya masih kecil. Bisa? Pastinya saya bisa lah, alhamdulillah, saya fasih baca Alquran, dengan makharijul khuruf yang pas.  

Jika dirunut, saya belajar baca Alquran bertahun-tahun. Sejak kecil, saya diajarin bapak saya sendiri, kadang ibu saya. Kalau salah, saya dijewer, atau dicubit dan diteot (cubit dengan dipelintir). Hadeuuhhh, pokoknya belajar mengeja saat itu berat banget. Setiap sore harus pergi ke masjid dan selepas maghrib harus belajar. Bersama temen-temen sepermainan harus “sorogan” dengan guru ngaji kampung. Guru ngaji yang ikhlas. Tidak pernah diberi honor seperti guru privat sekarang ini. Maklum pengalaman jadi guru privat saat kuliah di Ciputat dulu.. Hehe..  

Tidak sampai di situ, habis shalat shubuh juga harus ngaji lagi dengan guru yang berbeda. Karena antri, maka sebelum subuh harus naruh antrian Alquran, lalu tidur lagi. Maklum, tidurnya di masjid. Saat bangun ambil Alquran untuk masang antrian ngaji, kami harus ambil wudhu dulu sambil lari. Tapi ada juga yang nakal, gak pake wudhu. Yang lebih nakal lagi, sebelum tidur, mereka sudah pasang Alquran…. Hehe… Lucu, ada-ada saja.  

Intinya, belajar baca Alquran dengan metode “mengeja” sangat mengesankan. Bisanya lama. Tertatih-tatih. Namun, saat sudah bisa, pengenalan bacaan dan pengenalan huruf begitu mendalam, dan rasikh atau tertancap di pikiran dan hati.  

Nah selepas saya keluar pesantren, muncul beberapa metode baca Alquran yang lebih cepat dari metode Baghdadi, atau mengeja. Yang paling dikenal adalah metode baca Alquran dengan metode Iqra, dan dikenal hingga kini. Waktunya tidak selama mengeja. Hanya perlu 6 bulan dengan belajar hampir setiap hari, sehingga santri bisa baca Alquran dengan baik plus pengenalan tajwidnya.  

Tidak lama kemudian muncul metode Qiraati, baca Alquran dengan penekanan pada bacaan. Agak mirip dengan metode Iqra, namun oleh sebagian orang dianggap lebih dalem dari metode Iqra, namun tetap saja masih membutuhkan waktu yang kurang lebih sama dengan Iqra. Ada juga metode Bayani. Nah yang metode ini saya belum paham.  

Juga ada metode lain  yang diklaim lebih cepat waktunya, namanya metode An-Nur, yaitu metode belajar baca Alquran yang butuh waktu hanya 8 jam. Metodenya dengan sistem asosiasi dan adaptasi dengan bahasa Indonesia. Namun, belakangan saya kurang mendengar metode ini dianggap sukses atau tidak. Entahlah, kenapa hal ini bisa terjadi. Yang terkini, beberapa waktu lewat saya ikut Training of Trainer (TOT) belajar baca Alquran cepat hanya dengan 3 jam. Metode ini dinamakan metode “Papa-Mama”. Ups… namanya mengindonesia banget yah. Sebelum mengikuti ini, sempat muncul ketidakpercayaan, masa sih hanya 3 jam bisa baca Alquran dari nol. Tetapi setelah saya mengikuti training yang disampaikan oleh penemunya langsung, yaitu ustad Muhammad Taslim, saya cenderung percaya dan bertekad ingin mendorong metode ini bisa dipakai oleh masyarakat muslim. Terus apa kelebihan metode ini? Yuks simak di bawah ini.  

Kelebihan Metode Mama-Papa  

Metode belajar Alquran "Mama-Papa”, menurut saya menarik. Sengaja namanya dipilih sangat familiar. Penemunya ingin, semua orang bisa baca Alquran dan tidak perlu takut nggak bisa. Kadang soal istilah saja bisa menjadi hambatan psikologis. Apalagi orang yang agak-agak alergi sama Alquran, merasa jauh dari nilai-nilai agama. Mereka merasa tidak mampu dan pantas bisa baca Alquran. Jadi, saya bisa pastikan metode ini cocok banget sama siapapun. Dari balita sampai orang tua, bahkan kakek dan nenek.  

Dari sisi cara yang dibangun, menurut saya metode ini bukan hal baru. Pendekatannya sangat psikologis. Menggunakan teknik memori dan asosiasi agar mudah diingat. Pola yang dikembangkan menjadi menarik dan mudah dipahami. Metode ini dikembangkan dengan cara bercerita. Ada 4 cerita. Ceritanya sangat familier bagi siapapun yang ingin bisa baca Alquran. Waktunya pun tidak dipaksakan harus lama. Diselingin dengan jok atau humor segar, sehingga orang yang sedang belajar menjadi enjoy dan tidak merasa tertekan.  

Sebagai bocoran, cerita yang pertama, menggambarkan tentang rumah. Ada alat bantu dengan gambar rumah. Ada pertanyaan yang diajukan kepada yang sedang belajar, “rumah itu biasanya ada siapa?”. Pasti semua orang akan menyebut beberapa penghuni rumah, seperti mama, papa, kaka, saya, pembantu, kakek, nenek, dan lain-lain. Pada cerita awal ini dibatasi dengan beberapa nama utuk mempermudah asosiasi. Sehingga orang yang di rumah itu disebut: “ada mama, papa, kakak, dan saya.”  

Terus apa hubungannya antara jawaban tersebut dengan metode baca Alquran? Tenang bro! Dari jawan tersebut, maka dengan sendirinya muncul huruf hijaiyyah, yaitu: a (alif), da (dal), ma (mim), pa (fa), ka (kaf), sa (sin), ya (ya’). Pada pertemuan pertama ini, dikenalkan 7 huruf, sambil disampaikan dengan harakat dengan istilah aksesoris atas (fathah), bawah (kasrah), atas ada buletannya (dhammah), dan bulet atas (sukun). Selain itu juga dikenalkan perubahan saat disambung, dan juga saat ada alifnya yang dibaca panjang, ya’ mati, dan wawu mati.  

Demikian juga cerita yang kedua, ketiga, dan keempat. Cerita-cerita yang dibangun didasarkan pada sejarah dasar. Artinya sejarah Islam yang sudah sangat dikenal oleh semua kalangan, khususnya anak-anak sekolah dasar, apalagi orang dewasa. Setiap cerita selalu mengandung unsur huruf hijaiyyah, hingga pada pertemuan terakhir lengkap 28 khuruf hijaiyyah. Dengan pola cerita seperti ini, maka santri dengan mudah mengasosiasi khuruf hijaiyyah yang dianggap paling sulit dihafal.

Kenapa menghafal huruf hijaiyyah tergolong sulit? Bagi yang sudah hafal tentu sangat mudah. Namun, bagi yang belum kenal sama sekali terhadap khuruf hijaiyyah menjadi momok menakutkan dan pada akhirnya mereka batal bisa baca Alquran. Saya sendiri ada pengalaman, suatu kali saya diminta untuk mengajar baca Alquran kepada salah satu direktur sebuah lembaga penyiaran terkenal. Dia seorang muallaf dan sangat ingin bisa baca Alquran.  

Untuk mengajarkannya, saya menggunakan metode Iqra sebagaimana saya biasa mengajarkan sama anak-anak TPQ. Di pertemuan pertama dia merasa enjoy, karena khuruf yang dikenalkan tidak tertalu kompleks. Namun setelah beberapa lama dia merasa agak kesulitan, karena metode Iqra mengenalkan khuruf-khuruf yang mirip dalam waktu bersamaan. Akibatnya, setelah beberapa minggu, dia tidak bisa mengaji dengan berbagai alasan, rapat lah, acara keluarga lah, kerjaan kantor lah, dan seterusnya. Akibatnya gagal! Itulah salah satu penyesalan hidup saya yang tidak bisa dilupakan, karena mengajarkan baca Alquran tidak sampai tuntas, bahkan bisa disebut gagal total.  

Nah, untuk metode “Mama-Papa”, saya menemukan keunikan, dimana pengenalan khuurf hijaiyyah tidak secara berurutan dengan alasan banyak khuruf yang beriringan dengan model yang mirip, seperti ba’, ta’, tsa’; cha, kha’, jim; dan seterusnya. Kemiripan khuruf ini yang sering menjadi kendala bagi santri untuk mengingat khuruf hijaiyyah. Sementara pada metode ini, pengenalan khuruf yang mirip atau sulit diakhirkan, atau dimasukkan dalam rangkaian cerita yang ketiga dan keempat. Sehingga, santri merasa nyaman terlebih dahulu dan akhirnya mereka bisa baca Alquran dengan memerlukan waktu yang singkat.  

Ada pertanyaan yang sering diajukan, apakah benar hanya butuh waktu 3 jam? Tentu jawabannya relatif ya. Waktu tiga jam itu merupakan waktu ideal dengan tingkat pemahaman santri yang bagus, dan intens belajar mandiri di luar jam pembelajaran. Waktu belajarnya pun bisa dilakukan secara klasikal, tidak seperti metode lain yang harus privat, sehingga jika dalam satu kelas berjumlah 10 orang, maka dikalikan pertemuan @15 menit dikalikan 10 orang, sehingga waktu yang digunakan untuk mengaji di kelas sekitar 150 menit. Sementara dengan metode ini, dengan 30 menit bisa mencakup seluruh siswa, selebihnya waktu bisa digunakan untuk yang lain.  

Satu hal penting metode ini adalah karena menggunakan asosiasi atau teknik memory yang sejak awal digunakan dalam pembelajaran modern. Dalam psikologi, teknik memory digunakan dalam cara baca cepat (speed reading), dan memahami konteks yang digunakan dalam test bahasa asing, seperti TOEFL (inggris), TOAFL (arab), dan lainnya. Dengan metode asosiasi ini akan memudahkan otak manusia untuk memahami, dan menghafal suatu obyek tertentu dengan waktu singkat.  

Oleh karena itu, maka metode cara cepat baca Alquran “Papa-Mama”, perlu menjadi pilihan bagi pembelajaran membaca Alquran, oleh dan untuk semua kalangan. Tentu merode ini masih terbuka lebar untuk terus dikembangkan, dan bisa jadi mengandung kelemahan. Karena tidak ada sebuah metode yang tidak memiliki kelemahan.   Jadi, bagi yang penasaran boleh lah mencobanya, dengan semangat untuk memberantas buta aksara Alquran yang hingga kini mencapai 65% umat Islam Indonesia. Sebagai umat Islam, kita semua punya kewajiban untuk memberantasnya. Yuks kita libatkan diri untuk memasyarakatkan Alquran demi kehidupan umat yang lebih baik.  

 

Thobib Al-Asyhar

(Guru Ngaji Ponpes Al-Istiqomah, Pondok Cabe Tangsel, Banten, Penasehat TPQ Al-Madina, Bekasi)

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun