Mohon tunggu...
this is rin
this is rin Mohon Tunggu... Mahasiswa - mahasiswa

saya merupakan seorang mahasiswa pertanian yang senang membaca, mengobservasi, dan memiliki ide solusi berdasarkan ilmu yang saya peroleh dibangku perkuliahan untuk memecahkan masalah dari isu-isu terkini seputar pertanian.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Alam & Tekno

Upaya Penyelesaian Penyakit Serius Kering Alur Sadap (KAS) pada Tanaman Karet dengan Pendekatan Agronomis

20 Desember 2023   09:36 Diperbarui: 20 Desember 2023   09:51 253
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber foto: PondokAgribisnis.blogspot.com/2014 (Gambar Pohon Karet terkena penyakit KAS)

                     Arini Shufia Dwi Sukmawati dan Sundahri
Program Studi Agronomi, Fakultas Pertanian, Universitas Jember
                  Korespondensi : Sundahri.faperta@unej.ac.id 

Menurunnya Produksi Karet Alam Dunia

      Berdasarkan data dari International Rubber Study Group (IRSG) (2020), kenaikan konsumsi karet alam (lateks) mengalami pertumbuhan di angka 3,5% hingga tahun 2020 dan akan terus mengalami peningkatan pesat setiap tahunnya (Gambar 1). Tentunya dalam upaya pemenuhan akan permintaan karet alam tingkat dunia, maka penting pula untuk melakukan peningkatan hasil dan produktivitas lateks pada tanaman karet. Namun, hal ini menjadi kendala pada sebagian besar negara eksportir karet alam dunia termasuk Indonesia.
       Menurut BPS (2021), Indonesia mengalami penurunan produksi ekspor karet alam dunia di angka 2,33 juta ton pada tahun 2021 dan angka produksi ini cenderung fluktuatif dalam periode waktu lima tahun terakhir. Penurunan produksi karet secara nasional ini tidak lain disebabkan oleh banyak faktor, dimana salah satu yang paling banyak berpengaruh adalah faktor teknik budidaya dan penyadapan karet.
       Luasan lahan karet yang ada di Indonesia, sekitar 85% merupakan lahan karet yang dikelola oleh perkebunan rakyat (Hutapea, et al., 2020). Perkebunan rakyat umumnya melakukan praktik penyadapan yang identik dengan penyayatan berlebih, cenderung intens serta sistem sadapan yang kurang menyesuaikan dengan tipologi klon tanaman karet. Kondisi inilah yang menyebabkan tanaman karet hampir di sebagian besar wilayah Indonesia mengalami Penyakit Kering Alur Sadap (KAS) (Hutapea, et al., 2020; Purtanto, 2020).

Sumber foto: PondokAgribisnis.blogspot.com/2014 (Gambar Pohon Karet terkena penyakit KAS)
Sumber foto: PondokAgribisnis.blogspot.com/2014 (Gambar Pohon Karet terkena penyakit KAS)

Apasih Penyakit Kering Alur Sadap (KAS) pada Tanaman Karet ?

      Menurut Nugrahani, et al., (2016) Kering Alur Sadap (KAS) merupakan suatu kondisi dimana kulit pada tanaman karet tidak mampu lagi mengeluarkan lateks saat dilakukan penyadapan karena telah terjadi penyumbatan jaringan pembuluh lateks akibat eksplorasi berlebih. Kondisi ini terjadi sebagai bentuk mekanisme pertahanan dan upaya melanjutkan hidup tanaman karet karena tanaman mengalami gangguan fisiologis berupa keletihan dalam pembentukan kembali lateks yang tereksploitasi dibanding yang sedang di produksi. Kelelahan secara fisiologis dalam pembentukan lateks tanaman karet ini terjadi akibat intensitas penyadapan yang tinggi, penggunaan perangsang lateks pada kulit sadapan, hingga kesalahan pemilihan sistem penyadapan yang kurang sesuai dengan tipologi klon yang digunakan.

Gejala dan Akibat Serangan Penyakit Kering Alur Sadap (KAS)

       Tanaman karet yang  terkana KAS menunjukkan gejala serangan yang ditandai dengan beberapa parameter apabila dilakukan test tusuk (untuk mendeteksi penyebaran KAS), antara lain yaitu :

  • Gejala awal dapat dilihat dari tanda pohon karet dengan lateks yang tidak mengalir pada sebagian alur sadapan saja (KAS Parsial)

  • Memasuki jangka waktu 1 bulan, keseluruhan alur sadap yang tadinya kering sebagian, meluas menjadi kering keseluruhan

  • Alur sadap yang kekeringan akan berwarna coklat dan terbentuk blendok (gum) yang berupa getah menyerupai lem yang keluar

  • Kulit tampak retak pecah-pecah dan terbentuk benjolan pada batang tanaman

  • Penyebaran meluas dengan cepat pada kulit sadapan yang seumur dan setipe

      Akibat yang ditimbulkan oleh Penyakit KAS terhadap tanaman dan produksi lateks yang dihasilkan menunjukkan bahwa KAS mampu menurunkan kemampuan produktif tanaman karet dalam menghasilkan lateks akibat serangan KAS mendominasi sebesar 7,5 -- 15% pada perkebunan besar dan 15-22% serangan KAS pada perkebunan rakyat. Selain itu, tanaman karet yang diserang juga memerlukan waktu pemulihan yang cukup lama yaitu sekitar 2-3 bulan untuk tidak di sadap terlebih dahulu. Oleh karena itu, produksi lateks yang dihasilkan pun semakin menurun seiring banyak nya tanaman karet yang terserang oleh penyakit KAS.

Upaya Penyelesaian Masalah secara Agronomis

  • Upaya Preventif

      Upaya preventif dilakukan untuk mencegah terjadinya serangan penyakit KAS pada tanaman karet. Adapun beberapa upaya tersebut dalam pendekatan agronomi  menurut Hartati (2015),  antara lain dapat berupa : pemilihan klon tanaman yang sesuai, teknik dan pelaksanaan penyadapan yang tepat serta menggunakan sistem sadap menyesuaikan tipologi klon, serta pemeliharaan tanaman yang tepat.

    1.  Pemilihan Klon dan Sistem Sadap menyesuaikan Tipologi Klon

       Klon -- klon yang berproduksi dengan metabolisme tinggi atau Quick Starter akan lebih rentan pada penyakit kering alur sadap dan kurang responsif pada pemberian perangsang lateks. Sehingga, bila diterapkan sistem penyadapan yang terlalu berlebih seperti double cutting (sadap ganda) justru akan semakin mengeksploitasi klon QS serta mengurangi kualitas dari tanaman dalam mengupayakan produksi lateks di dalam tubuhnya secara optimal (Nugrahani, et al., 2016). Contoh klon QS antara lain yaitu : PB235, PB260, PB280, IRR1, IRR2, IRR 3, dsb.
      Disamping itu, pada klon-klon dengan metabolisme rendah / Slow Starter (SS) seperti BPM 107, BPM 109, TM6, TM8, TM9, dsb., akan menghasilkan tetesan lateks yang lebih perlahan daripada klon QS sehingga hasil hariannya lebih sedikit. Namun, masyarakat justru menganggap hal ini harus diinovasikan dengan penambahan stimulan sebagai upaya meningkatkan laju keluarnya lateks. Ketidak tahuan tersebut, justru menimbulkan upaya menggunakan perangsang / stimulan lateks pada klon SS yang berujung pada pemberian stimulan berlebih dengan intensitas penyadapan yang lebih sering.
       Hal ini tentu memperlihatkan bahwa, ketidaktahuan pekerja karet mampu menyebabkan turunnya produksi lateks karena kerentananan tanaman terhadap penyakit KAS. Berdasarkan hal tersebut, maka upaya preventif dapat dilakukan dengan cara menggunakan sistem penyesuaian tipologi klon adalah : melakukan sistem sadapan rendah pada  klon quick starter (QS): misal S, d/3 atau S d/3.ET 1.5% Ga1.0,9/y(m). Sedangkan, pada sistem sadapan slow starter (SS), maka dapat dilakukan eksploitasi tinggi dengan sistem double cut (DC) namun tidak melebihi standart sadapan sesuai SOP, seperti contohnya S, d/3 atau ET2.5%Ga1.018/y (2w).

     2. Pelaksanaan Penyadapan Yang Tepat

      Kegiatan penyadapan karet menjadi faktor penting penentu kuantitas dan kualitas dari produksi lateks. Faktor yang harus diperhatikan pada pelaksanaan kegiatan penyadapan agar tidak menimbulkan penyakit KAS antara lain adalah waktu sadap dan intensitas sadapan. Menurut Susanti & Widiyastuti, (2019) waktu terbaik untuk melaksanakan penyadapan karet  dapat dilakukan pada pukul 05.00 -- 06.00 WIB, dimana hal tersebut dilakukan karena kondisi tekanan turgor tinggi dan laju transpirasi tanaman karet rendah. Sedangkan, rekomendasi intensitas atau frekuensi penyadapan dapat dilakukan berdasarkan kriteria umur yaitu dilakukan penyadapan sebanyak 3 hari 1x  ketika tanaman memasuki 2 tahun pertama, serta dapat dilakukan penyadapan setiap 2 hari sekali ketika umut tanaman bertambah di tahun setelahnya.

  • Upaya Kuratif

      Upaya kuratif dilakukan bila serangan penyakit KAS pada tanaman karet telah terjadi, sehingga perlu dilakukan penanganan agar penyakit tidak semakin menyebar ke bagian kulit tanaman yang lain. Adapun beberapa upaya tersebut dalam pendekatan agronomi menurut Hartati (2015), antara lain dapat berupa : pengerokan kulit sadapan yang terkena penyakit, pengolesan hormon (pengobatan), perlakuan pada tanaman selama masa pengobatan, serta pemberian dosis pupuk yang tepat untuk pemulihan kulit yang diobati.

1.  Pengerokan Kulit (back scraping)

       Pengerokan dapat dilakukan menggunakan pisau yang tajam dan steril pada bagian kulit yang sakit. Kegiatan pengerokan dapat dilakukan pada kedalaman 3 - 4 mm dari lapisan kambium, lalu dilanjutkan dengan pengolesan hormon sebagai obat mempercepat pemulihan sel dari kulit pulihan.

2. Perawatan Tanaman selama Masa Pengobatan

      Selama masa pengobatan, perlakuan yang diberikan pada kulit kerokan adalah pemberian insektisida dan pengolesan hormon. Adapun sebelum dilakukan pengolesan hormon, dapat diberikan perlakuan berupa penyemprotan insektisida (dapat menggunakan jenis Decis Matador/Akodan) untuk pencegahan serangan hama bubuk pada kulit kerokan. Selanjutnya dapat dilakukan pengaplikasian insektisida pada kulit kerokan selama 1 bulan masa pemulihan dengan interval waktu seminggu sekali.
     Setelah penyemprotan maka dapat diberikan hormon berupa formula NoBB atau Antico F-96 menggunakan kuas yang dioles secara rutin setelah dilakukan pengerokan kulit yaitu pada hari ke- 1, 30 dan 60, dengan dosis 50 ml/pohon. aplikasi insektisida pada kulit kerokan dapat dilakukan selama 1 bulan masa pemulihan dengan interval waktu seminggu sekali. Apabila ditemukan pecah pada kulit pulihan, maka pengolesan hormon dilakukan kembali di bulan ke-4 dan bulan ke-8 setelah pengolesan pertama.
    Untuk memastikan regenerasi tanaman berhasil, dan kulit pulihan dapat berproduksi kembali, maka upaya yang tak kalah penting adalah selama masa perawatan dan pengobatan tanaman yang terkena KAS maka tanaman tersebut tidak boleh disadap sekitar 2-3 bulan baik pada kulit pulihan maupun panel yang sehat dalam pohon yang sama. Sedangkan perawatan rutin untuk mempercepat pemulihan maka dapat dilakukan pemberian nutrisi sesuai dosis agar tanaman cepat melakukan regenerasi sel kulit yaitu penambahan KCl 160 gr/pohon/ tahun.

KESIMPULAN

Penyakit KAS merupakan masalah serius yang dihadapi oleh Indonesia sebagai negara eksportir karet alam dunia. Kerugian dari penyakit KAS selain dari hasil lateks yang berkurang namun kualitas dari pohon yang terserang juga semakin buruk apabila tidak mendapatkan penanganan. Oleh karena itu, dilakukan penanganan dengan pendekatan agronomi berupa upaya preventif dan upaya kuratif. Upaya preventif meliputi : pemilihan klon dengan sistem sadap menyesuaikan tipologi klon, dan pelaksanaan penyadapan yang tepat, sedangkan Upaya Kuratif meliputi : pengerokan kulit dan perawatan tanaman selama masa pemulihan. Kombinasi kedua upaya ini apabila dilaksanakan dengan tepat mampu meningkatkan efektivitas penyembuhan hingga mencapai angka 85 -- 95%.


DAFTAR PUSTAKA

Badan Pusat Statistik [BPS]. (2021). Statistik Karet Indonesia 2021. Diakses pada tanggal 12 November 2023.

Cameron, R. R. (2023). The Tapping Panel Disease attacked on Soeciety's plantations in Desa Pulau Harapan Banyuasin Regency South Sumatera. Agrinula: Jurnal Agroteknologi dan Perkebunan, 6(1), 31-39.

Hartati,Sri. 2015. Petunjuk Teknis Pelaksanaan Kaji Terap Pengendalian Kering Alur Sadap Tanaman Karet. Penyuluh Pertanian BPTP Kalsel : Kalimantan Selatan.

Hutapea, S., Panggabean, E.L., Aziz,R., Siregar, T.H.S., Suswati. 2020. Aspek Agronomi Pohon Karet dan Masalah yang Dihadapi Petani Karet. Jurnal Pengabdian Masyarakat, 6 (2), : 74-79.

International Rubber Study Group [IRSG]. (2020). Rubber statistical bulletin. 75(4--6).

Nugrahani M, Rouf Akhmad, Berlian I, Hadi H. 2016. Kajian Fisiologis Kering Alur Sadap Pada Tanaman Karet (Hevea brasiliensis). Jurnal Warta Perkaretan. 35 (2): 135-146.

Putranto, R.A. 2020. Lesunya Penelitian Karet di Indonesia dan Ancaman Kering Alur Sadap. Penelitian PPBBI. 6(1), 12-16.

Susanti, D., & Widiyastuti, D. A. (2019). Pengaruh Waktu Sadap Terhadap Hasil Karet (Hevea brasiliensis Muell. Arg.) Di Desa Sidomulyo, Kalimantan Tengah. Agrisains, 5(01), 22-28.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Lihat Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun