TANGGAL 2 Mei diperingati sebagai Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas). Melalui tema peringatan Hardiknas di tahun kedua pandemi ini 'Serentak Bergerak, Wujudkan Merdeka Belajar', diharapkan menjadi katalisator bagi para insan pendidikan di tanah air dalam menjaga agar pijar spirit edukasinya tetap menyala, bahkan diharapkan semakin berkobar dalam menghidupi dan memaknai predikat dan panggilan karya sebagai edukator di masa pandemi ini. Â
Perlu diingat bahwa kualitas pendidikan nantinya akan sangat terkait erat dengan martabat bangsa karena nantinya kualitas pendidikan akan menentukan nasib perjalanan bangsa ini di kemudian hari. Secara visioner, proklamator kemerdekaan bangsa dengan jelas telah menyatakan bahwa agar tidak menjadi bangsa kuli, dan menjadi kuli di antara bangsa-bangsa, maka kita harus menjadi bangsa yang terdidik.
Untuk itu, peringatan Hardiknas merupakan momentum bagi para guru untuk melakukan refleksi dan introspeksi diri, sejauh mana kesediaan dan kesungguhan diri untuk melakukan perubahan dan penyesuaian atas rancangan pembelajaran di masa kenormalan baru (new normal) ini. Apakah tetap resisten dengan gaya lama (konvensional), atau terstimulus untuk belajar lagi, khususnya terkait learning management system; aplikasi perangkat lunak untuk program/ kegiatan pembelajaran dalam jaringan (online) di masa pandemi ini.
Di masa pandemi ini, dunia pendidikan dituntut untuk semakin cakap dan luwes dalam mengkomunikasikan perannya dalam konteks kekinian. Komunitas pendidikan haruslah mampu beradaptasi, menjawab dan merespon dengan cerdas segala tuntutan dan kebutuhan zaman; tanpa mengesampingkan karakter dan nilai-nilai luhur. Mengingat tujuan dari rangkaian proses pendidikan nantinya adalah untuk menyemai dan memanen insan manusia; yang selain cerdas, sekaligus unggul dalam hal karakter.
Terkait tuntutan tersebut, kiranya lonceng pesan RM. Soewardi Soerjaningrat (Ki Hadjar Dewantara) sebagai Bapak Pendidikan Nasional boleh menyadarkan dan membangunkan kembali spirit para insan pendidik dalam meneladankan dan menghidupi semboyan "ing ngarso sung tulodo, ing madyo mbangun karso, tut wuri handayani" (di depan menjadi teladan, di tengah turut membangun semangat, di belakang memberikan dorongan). Melalui kesiapan dan kesediaannya menjadi insan-insan pemelajar sepanjang hayat.
Kesediaan guru untuk kembali belajar guna memperlengkapi kompetensi dan keterampilan diri, nantinya akan menentukan kualitas dan kebermaknaan dari proses pembelajaran. Proses pendidikan haruslah sarat makna mengingat proses pendidikan berkelindan dengan keseluruhan aspek kehidupan manusia, mencakup pemikiran, sikap, dan perilaku kesehariannya.
Proses pendidikan di sekolah diharapkan mampu memetakan dan memberdayakan (empowerment)Â potensi anak murid. Jika tidak demikian halnya, maka artinya proses pendidikan berlangsung kering tanpa makna; yakni saat proses pendidikan tak lagi mampu berkontribusi secara konkrit atas proses tumbuhkembang anak murid. Ketidakbermaknaan dalam proses belajar semacam inilah yang menyebabkan siswa enggan untuk datang dan belajar ke sekolah (Willingham, 2009).
Terkait dengan proses tumbuhkembang potensi diri, Shihab (2017) dalam bukunya berjudul "Semua Murid Semua Guru" menuliskan bahwa tujuan jangka panjang dari pendidikan adalah "kemenangan dari diri sendiri." Kemenangan atas diri ini berarti usaha sepanjang hayat untuk terus (konsisten) mencapai pertumbuhan, menjadi lebih baik dari titik sebelumnya. Bukankah tujuan akhir dari proses mengajar dan mendidik anak murid adalah untuk  nantinya bisa membuatnya maju tanpa gurunya?
Â
Memerdekakan dan Memartabatkan
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!