Mohon tunggu...
Thio Hok Lay
Thio Hok Lay Mohon Tunggu... Guru - Penulis Buku 'Mendidik, Memahkotai Kehidupan'

Teaching Learning Curriculum Department, Yayasan Citra Berkat, Jakarta

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

Pulihkan Bumi Kita

22 April 2021   10:04 Diperbarui: 22 April 2021   10:08 556
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Apabila upaya pembangunan hanya berorientasi pada materi (uang) sebagai ukuran atas tingkat kesejahteraan hidup, dengan menyudutkan aspek wawasan lingkungan dan unsur keberlanjutannya maka ungkapan kegelisahan Eric Weiner dalam The Geography of Bliss merupakan lonceng peringatan bagi umat manusia, "Ketika pohon terakhir telah ditebang, dan ikan terakhir telah ditangkap. Barulah manusia akan menyadari bahwa ternyata uang tidak dapat dimakan."

 Tindakan pengawahan hutan (deforestasi) dan penebangan/penambangan liar (illegal logging) di mana masyarakat sedang berusaha mengentaskan diri dari banjir dan longsor sebagai musbiah laten; bukanlah tindakan yang mencerminkan perilaku ekologis, sekaligus humanis. Akibat dari penebangan pohon tersebut nantinya akan berdampak terhadap kerusakan lingkungan yang lebih luas (global).

Tajuk pepohonan nan rindang dan berlapis yang semestinya dapat berperan menjadi filter alami bagi derasnya pukulan air hujan sebelum jatuh ke permukaan tanah menjadi hilang. Habitus pepohonan dan akar di permukaan tanah yang berperan untuk menghambut laju arus permukaan (run off) juga turut lenyap. Dampak ikutannya, bisa ditebak, yakni hilangnya porositas tanah untuk menyerap air hujan akibat terkikis (tergerus) nya permukaan tanah oleh air hujan akibat dari penebangan pohon secara masal.

Dalam upayanya untuk menyehatkan dan melestarikan bumi; meremajakan kembali kondisi ideal bumi sebagai tempat tinggal dan hidup semua makhluk, maka perlu upaya penyadaran dalam memaknai hakekat alam dan pemanfaatan SDA dengan bijaksana. Pemanfaatan SDA haruslah tepat guna, tidak boros, dan berorientasi pada masa depan.

Sebagai upaya penyadaran, perlu diingatkan terus-menerus bahwa saat ini kita sedang 'meminjam' alam semesta (bumi) ini dari anak cucu kita, dimana nantinya wajib 'mengembalikan' berikut dengan bunganya. Artinya, kita perlu menjaga, merawat, bahkan berupaya untuk meningkatkan kualitas bumi bagi generasi mendatang.

Setiap kita bisa memulainya dengan menerapkan gaya hidup hijau; model gaya hidup keseharian yang ramah lingkungan, antara lain seperti:  Belajar membuang sampah pada tempatnya, memanfaatkan kembali barang yang telah terpakai (Reuse), pendaurulangan limbah rumah tangga (Recycle), hingga gemar dan giat menanam pepohonan di lahan kritis (Reboisasi). 

Diharapkan melalui aksi konkret personal yang secara konsisten dan berkelanjutan, nantinya akan menstimulus tumbuhkembangnya pemikiran, dan kesadaran global (think global, act local). Dengan demikian, nantinya kita boleh berharap secara perlahan namun pasti, bumi kita akan kembali sehat, meremaja kembali, dan awet muda. Mengingat upaya yang dilakukan untuk memulihkan bumi hari ini, sesungguhnya merupakan upaya dalam merawat kehidupan di masa mendatang.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun