INFORMASI terkini dari World Health Organization (WHO), bahwa dalam perkembangannya, proses penularan Corona Virus Disease (Covid-19) dapat terjadi melalui media udara; tak hanya lewat percikan cairan saat bersin atau batuk (droplet). Pertanyaan kritis sekaligus reflektif yang layak diajukan adalah, "Bukankah kita hidup, bernafas, dan beraktivitas dengan berbagi ruang, serta menghirup dan menghembuskan  udara yang sama?"
Bila demikian halnya, maka perlu menjadi perhatian bersama bahwa masa kenormalan baru sebagai dampak ikutan dari pandemi Covid-19 sejogyanya perlu didekati secara komprehensif; perilaku dan kebiasaan yang baru, norma baru, dan budaya baru terkait upaya meningkatkan kualitas kesehatan dan kehidupan di masa pandemi ini.
Perlu diingat bahwa disetiap kebaruan yang ada (perilaku, norma, dan budaya), senyatanya perlu menyertakan kehadiran karakter dan integritas unggul sebagai spirit (roh) yang menjiwai dan menghidupkan semangat dari kebaruan tersebut. Pengabaian atas unsur karakter dan integritas, niscaya hanyalah akan menjadikan setiap langkah perubahan menjadi tak bermanfaat dan tak bermakna.
Belajar dari sejarahÂ
Ketika Tiongkok ingin hidup tenang, mereka membangun tembok Cina yang sangat besar. Mereka berkeyakinan tidak akan ada orang yang sanggup menerobosnya karena tinggi sekali, sekaligus tebal. Akan tetapi seratus tahun pertama setelah tembok selesai dibangun, Tiongkok terlibat tiga kali perperangan besar.
Memang, pada setiap kali terjadi perang, pasukan musuh tidak menghancurkan tembok atau memanjatnya, tapi cukup dengan menyogok penjaga pintu gerbang. Tiongkok di zaman itu terlalu sibuk dengan pembangunan tembok, tapi mereka lupa membangun karakter manusia. Membangun karakter manusia seharusnya dilakukan sebelum membangun apapun.
Pernah ada pendapat yang mengatakan bahwa apabila ingin menghancurkan peradaban sebuah bangsa, ada tiga cara untuk melakukannya, yaitu: Pertama, hancurkan tatanan keluarga. Kedua, hancurkan pendidikan. Dan ketiga, hancurkan keteladanan dari para tokoh masyarakat.
Untuk menghancurkan keluarga caranya dengan mengikis peran para ibu agar sibuk dengan ragam aktivitas, sehingga menyerahkan urusan rumah tangga; termasuk pola asuh anak kepada asisten rumah tangga (pembantu). Dengan rasionalisasi atas dasar hak asasi dan emansipasi, dihembuskan pemikiran bahwa para ibu akan lebih bangga menjadi wanita karir daripada ibu rumah tangga.
Pendidikan bisa dihancurkan dengan cara mengabaikan peran guru. Kurangi apresiasi atas kinerja guru, alihkan perhatian guru dengan berbagai macam kewajiban administratif, agar guru hanya fokus dalam penyelesaian penyampaian materi ajar semata, hingga mereka abai terhadap fungsi utama sebagai pengajar dan pendidik, serta sebagai sosok teladan bagi peserta didik dalam berpikir, berkata, bersikap, dan bertindak. Â Â
Untuk menghancurkan keteladanan para tokoh masyarakat adalah dengan cara melibatkan mereka ke dalam politik praktis yang hanya berorientasi pada materi dan jabatan, demi kepentingan diri dan kelompoknya sendiri. Menjadikan mereka terjerumus dalam krisis integritas, hingga tidak ada lagi orang pintar di negeri ini yang patut dipercayai, didengarkan perkataan, dan diteladani perbuatannya.
Jared Mason Diamond, ilmuwan berkebangsaan Amerika; penerima penghargaan Pulitzer di tahun 1997, dalam pidatonya pernah mengatakan bahwa negara seperti Indonesia, Columbia dan Philipina, merupakan beberapa peradaban yang sebentar lagi akan punah.
Apabila peran ibu rumah tangga mulai luntur dan menghilang, para guru yang ikhlas dan berbudi lenyap, serta dan para tokoh panutan masyarakat sudah sirna, maka siapa lagi yang bisa diharapkan dan diandalkan untuk menabur, menanam, merawat, dan menumbuhkembangkan karakter unggul dan merawat peradaban bangsa ke depan?
Filosofi sumpit
Tiongkok telah menjadi kiblat dunia dalam menatap perkembangan ilmu, pengetahuan, dan tekhnologi di masa depan. Pepatah bijak berujar, "Tuntutlah ilmu sampai ke negeri Tiongkok". Masyarakat Tionghoa, menggunakan sumpit sebagai peralatan untuk makan. Dimana, makna yang terkandung dalam sumpit mempunyai filosofi kehidupan yang sangat mendalam, yang layak untuk kita renungkan dan pelajari bersama.
Panjang sumpit sekitar 7. 6 inchi, menyimbolkan 7 perasaan dan 6 keinginan. Perasaan senang, marah, sedih, gembira, sengsara, takut, khawatir, dan keinginan yang muncul dari indera mata, telinga, hidung, lidah, badan, pikiran. Sumpit ada sepasang, artinya bahwa di dunia ini akan selalu ada dualisme; ada yang positif dan negatif; ada sehat -- sakit, baik - buruk. Â
Sumpit ujungnya bulat, pangkalnya kotak sebagai simbol dari langit dan bumi, artinya bahwa agar perbuatan kita harus selaras dengan alam semesta dan kehendak Tuhan. Â Cara memegang sumpit bukan di pucuk, tapi agak di tengah, menyimbolkan agar antara langit, bumi dan manusia dapat selalu berada dalam kesetimbangan (harmonis). Cara memakai sumpit pun tidak boleh terlalu kuat, juga tidak boleh terlalu lemah, Bila terlalu kuat sumpit tidak bisa terbuka, terlalu lemah tidak bisa menjepit. Dimaksudkan agar dalam menjalani kehidupan sebagai manusia haruslah luwes; jangan terlalu keras kaku, tapi juga jangan terlalu lemah akibat tak punya prinsip.
Bercermin pada muatan filosofis dari sumpit, kita dapat menggunakan 'sumpit' untuk menangkal penyebaran pandemi. Dengan mengimplementasikan nilai yang terdapat pada sumpit, Â maka dinamika perubahan dan ritme kehidupan bersama komunitas dapat dikelola dan disikapi dengan bijaksana.
Pandemi Covid-19 usahlah menjadikan kita panik, namun justru menjadikan kita semakin waspada dan konsisten dalam menerapkan perilaku, norma, dan budaya baru di era kenormalan baru ini; Â mengenakan masker, jaga jarak, dan rajin mencuci tangan, lengkap dengan menyertakan dan menjunjung tinggi karakter dan integritas sebagai bangsa yang beradab; peduli dan solider terhadap kondisi kesehatan sesama anak bangsa. Sebagaimana ungkapan jernih dari Hillel, "Kalau aku bukan untuk diriku, lalu untuk siapa aku ini. Tapi, jika aku hanya untuk diriku, lalu untuk apa aku ini."
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI