Mohon tunggu...
Thio Hok Lay
Thio Hok Lay Mohon Tunggu... Guru - Penulis Buku 'Mendidik, Memahkotai Kehidupan'

Teaching Learning Curriculum Department, Yayasan Citra Berkat, Jakarta

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Insan Pembelajar Sepanjang Hayat

28 Juli 2020   12:22 Diperbarui: 29 Juli 2020   13:20 175
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

If you plan for a year, plant a seed. 

If for ten years, plant a tree. 

If for hundred years, teach the people. 

When you sow a seed once, you will reap a single harvest. 

When you teach the people, you will reap a hundred harvests. 

(Kuan Tzu, 551 - 479 B.C)

"Kemajuan bangsa perlu terus dijaga. Kudu bisa move on", tulis Mang Usil di Pojok Kompas (2/5). Tak dipungkiri, jaman telah berubah. Dan sebagai insan pemelajar, guru dituntut untuk sadar dan peka guna segera melakukan perubahan (Tempora mutantur, et nos autem cum illis). Mengingat maju mundurnya kualitas suatu bangsa, nantinya akan sangat terkait erat dengan relevansi dan kualitas pendidikan dalam menjawab tantangan jaman yang terus berubah dan berbenah  dari waktu ke waktu.

Proses pembelajaran dan pendidikan siswa di sekolah yang didampingi oleh guru senyatanya merupakan representasi dari kegiatan investasi kualitas sumber daya manusia (SDM). Untuk itu, agar kelangsungan dan kualitas pendidikan dapat terus terjaga dan semakin meningkat, maka perlu dikembangkan secara kontinyu perihal kesadaran, pemahaman, tanggungjawab dan peran strategis dari para pelaku pendidikan.

Perlu diingat bahwa kegemaran akan belajar tidaklah secara alamiah dan otomatis dimiliki dan tumbuh dengan sendirinya dalam diri seseorang. Sebaliknya, dibutuhkan proses waktu, banyak faktor dan pihak yang perlu dilibatkan untuk melahirkan dan menumbuhkembangkan kegemaran belajar dalam diri seseorang. Oleh karenanya kegemaran belajar perlu dibiasakan dan dilatihkan sejak dini.

Terkait dengan kualitas pendidikan dan SDM, secara bernas dan visioner, proklamator bangsa pernah menyatakan bahwa, "Jika tidak ingin menjadi bangsa kuli, dan menjadi kuli di antara bangsa-bangsa, maka kita harus menjadi bangsa yang terdidik." Dalam koridor spirit merdeka belajar di tengah pandemi covid-19 sebagai wabah global, situasi dan kondisi kekinian dapat dimanfaatkan sebagai titik tumpu bagi anasir bangsa ini dalam menyoal seputar kualitas pendidikan dan SDM di bumi pertiwi Indonesia.

Perlu disadari bersama bahwa segenap elemen bangsa ini berharap banyak atas peningkatan kualitas pendidikan dalam rangka menghasilkan SDM yang unggul. Segenap daya dan upaya, waktu, pikiran, dan biaya dikerahkan guna menghasilkan generasi bangsa nan unggul; cakap dalam ilmu, pengetahuan, teknologi; serta mumpuni dalam hal sikap dan karakter.

Peran Guru

Dalam rangka meningkatkan kualitas pembelajaran, kreativitas guru (masih) menjadi kunci; sebagaimana diberitakan dan diulas di Kompas (2/5). Nantinya, bagaimana cara guru mengajar akan jauh lebih efektif daripada apa yang diajarkan. Oleh karenanya, metode dan strategi pemelajaran yang berpusat pada siswa (student centered) senantiasa terus diupayakan dan dikembangkan, guna seoptimal mungkin melibatkan peran dan memberdayakan murid dalam proses pemelajaran.

Disamping itu, sebagai sosok dan figur pendidik, guru perlu memastikan bahwa perkembangan prestasi akademik (academic excellent) murid, perlu dibarengi secara seimbang dengan bertumbuh dan berkembangnya karakter ungul; integritas, profesionalisme, dan entrepreneurship dari dalam diri murid. Mengingat fungsi guru adalah menyiapkan masa depan anak. Meminjam pendapat Elbert Hubbard, bahwa tujuan akhir dari mengajar dan mendidik murid adalah untuk nantinya bisa membuatnya bisa maju tanpa gurunya.

Dengan demikian, akan menjadi jauh lebih bermakna apabila di dalam proses pemelajaran, sosok guru tidak sekedar melakukan transfer ilmu dan pengetahuan, namun perlu diperlengkapi dengan kompetensi sebagai motivator untuk menumbuhkan kegemaran belajar dalam diri sang murid.  Oleh karenanya, pola komunikasi dan interaksi antarsiswa dan guru di sekolah perlu berlangsung lebih terbuka dan dialogis; setara dan sederajat.

Guru tak lagi menjadi satu-satunya sumber dalam belajar, melainkan lebih menjadi teman seperjalanan bagi murid dalam upayanya untuk menumbuhkembangkan keseluruhan aspek dalam dirinya; kognitif, afektif, dan psikomotorik secara utuh dan seimbang melalui proses oleh pikir, olah rasa, dan olah laku secara ilmiah.

Najelaa Shihab (2017) dalam bukunya yang berjudul "Semua Murid Semua Guru" menyatakan bahwa pendidikan kita perlu berpihak kepada rasa ingin tahu. Saat ini, anak yang mempertanyakan pertimbangan orangtuanya bukanlah anak yang kurang ajar. Dan peserta didik yang mengajukan argumen berlawanan dengan buku bukanlah murid yang melawan guru. Oleh karenanya, di era kekinian, orang tua dan guru bijak lebih memilih untuk memberdayakan anak - muridnya, bukannya memberi larangan tanpa alasan.

Di era transformasi dan disrupsi dunia seperti saat ini; dengan ditandai oleh semakin cepat dan canggihnya perkembangan media informasi, komunikasi, dan teknologi maka tantangan dalam melakukan proses pendampingan kepada para murid (generasi muda) juga semakin beragam dan kompleks. Sekiranya tidak segera disikapi dengan bijak, fenomena perubahan nan serba cepat ini nantinya akan berdampak terhadap ketangguhan (resiliensi) pada diri anak didik; khususnya dalam hal perkembangan psikomotorik, emosional, dan keterampilan sosial (social skills).

Karakteristik Pemelajar

Dalam artikelnya yang berjudul "Natur Pembelajar", Ruth Deakin--Crick dalam Stronks (2012), mengungkapkan hasil studi yang dilakukan terhadap 1500 pelajar terkait dengan karakteristik dan sifat yang dimiliki oleh pembelajar seumur hidup yang efektif, antara lain yaitu: antusiasme. berorientasi pada pertumbuhan, tanggungjawab, membuat arti (makna), dan kemampuan untuk berpikir kritis.

Hasil studi tersebut paralel dengan keterampilan inti yang dibutuhkan di abad 21 bahwa proses pertumbuhan dan perkembangan kecerdasan intelektual (kognitif) para murid perlu dilengkapi dan disempurnakan dengan tertanam dan bertumbuhkembangnya keterampilan berpikir kritis, kreatif, komunikasi dan kerjasama, kepemimpinan, dan pengembangan diri.

Ringkasnya, perubahan nan efektif dalam proses pendidikan, senyatanya tidaklah berawal dari perubahan yang spektakuler dan instan. Sebaliknya, justru dimulai dari perubahan -- perubahan sikap dan karakter yang kecil nan sederhana, namun secara riil dan konsisten dilakukan dan diteladankan setiap hari, dan berkelanjutan.

Dimulai dari melatihkan kedisiplinan, tanggungjawab, bekerjasama, menghargai pendapat sesama, dinamis dalam mengelola perbedaan, sampai dengan belajar memecahkan masalah dan memberikan solusi. Dan batasan waktu untuk menjadi tuntas; terampil dan kompeten atas sikap dan karakter tersebut, bukanlah dalam rentang kurun waktu menyelesaikan program wajib belajar dua belas tahun; namun sepanjang hayat.  

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun