Bullying ataupun bully sudah menjadi makanan sehari hari di kehidupan masyarakat di seluruh dunia. Mari menyempit dalam ruang, terutama di Indonesia. Tindakan bully ataupun perundungan sering kali terjadi, terutama dilingkungan yang masih maraknya ragam pergaulan, seperti di sekolah. Perundungan ini biasanya dilakukan secara berkelompok dan individu pun demikian. Tak pandang sebelah apakah target ataupun seseorang yang di jadikan korban memiliki gender yang sama ataupun berbeda.
Adapun beberapa survey yang saya lakukan mengenai definisi bully menurut pendapat masyarakat disekitar, dikatakan bahwa "bully itu suatu perbuatan yang di lakukan seseorang dan bersifat menggangu terhadap orang lain, ada yang berupa bully secara biasa seperti meledek satu sama lain.Â
Bully yang sudah cukup fatal bisa yang bisa mengakibatkan depresi, seperti kontak fisik" dan ada juga  yang berpendapat "bullying itu adalah tindakan atau kegiatan penindasan yang dilakukan seseorang atau kelompok dengan motif kesengajaan dalam rentan waktu yang singkat dan dilakukan secara terus menerus yang bertujuan menjatuhkan harga diri seseorang tanpa memperdulikan akibat atau dampak dari kegiatan yang dilakukannya".
Dari opini-opini tersebut dapat kita ketahui bahwa tindakan bully ada beragam macam. Tindakan yang dilakukan pun dapat bermacam juga seperti bully fisik, bully secara verbal dan yang paling sering terjadi pada masa pandemi ini, cyber bullying. Meskipun tindakan bulllying mempunyai beragam macam, dampak yang dihasilkan tetaplah sama.
Mari kita ambil sebuah contoh, seorang siswa yang diledekin oleh temannya karena kekurangan dari segi fisiknya.
Pada awalnya sang korban tertawa terhadap si korban, dialnjutkan dengan mengata- ngatainya, pada akhirnya hal tersebut sudah pasti akan berkesinambungan untuk kedepannya.
Mungkin hal ini merupakan bentuk dari  "Candaan" tentu saja bagi mereka si pelaku. Kita tidak mengetahui apa saja hal yang berdampak pada korban tersebut dalam benak ataupun dirinya.
Kemungkinan terburuk yang mungkin akan terjadi adalah proses pengikisan dari mental korban tersebut. Korban bullying mungkin hanya akan merasa sebatas terganggu pada saat awal awal terjadinya tindakan tersebut, tetapi lama kelamaan jika hal tersebut sudah menjadi kebiasaan korban pun akan mengalami dampak seperti mengurangnya kepercayaan diri.Â
Memutuskan interaksi sosial dengan lingkungannya, dan ia akan dianggap menjadi sampah masyrakat oleh orang orang yang bahkan tidak terjerumus oleh tindakan perundungan tersebut. Kemungkinan terburuknya adalah si korban mengalami depresi dan bunuh diri
Layaknya pandemi ini, bully merupakan hal  yang menular. Kabar-kabar yang tidak enak selalu menyebar dengan cepat ke telinga para masyarakat. Bayangkan saja jika hal tersebut terjadi di seluruh indonesia setiap harinya, banyak orang yang akan mati secara mental dan terburuknya secara fisik.
Perlu kita ingat kembali bahwa bully sudah menjadi hal yang tidak dapat dihentikan saat ini, yang dapat kita upayakan adalah bagaimana meminimalisir dampak ataupun terjadinya tindakan bully, dengan menanamkan pedoman pada diri kita masing masing.
Sakit pada diri kita mungkin menjadi alasan seseorang untuk tertawa, tetapi tawaku tidak boleh menjadi sakitnya seseorang.
Dalam menghadapi hal tersebut, saya sebagai siswa SMA Methodist Tanjung Morawa, ikut berpartisipasi sebagai Agen Perubahan dalam Program Roots. Program Roots tersebut bertujuan untuk mencegah berbagai bentuk perundungan di sekolah. Dalam Program tersebut, kami diajarkan banyak hal. Seperti latihan kepemimpinan, Teori Jejaring Sosial, upaya pencegahan bully, dan banyak hal lainnya. Kegiatan kami juga dilakukan secara berkelompok, yang dimana hal tersebut membantu kami sebagai agen perubahan untuk memahami betapa pentingnya interaksi terhadap sesama siswa dalam menghadapi bully.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H