"Dia orangnya Bunda?" tanya Rahmad anakku yang paling bungsu. Jari telunjuknya menunjuk  kepada seseorang yang berada beberapa meter dari aku dan putra bungsuku.
Aku mengangguk. "Could you do it Jeffrey?" tanyaku pada lelaki bule asal negaranya Paman Sam itu.
"You give me the right price, I won't let you down," jawabnya sambil menghisap rokoknya.
Aku adalah seorang janda yang telah disia-siakan oleh seorang laki-laki yang memilih berbahagia dengan wanita lain. Kini saatnya untuk membayar semua sakit hati ini.
Aku,. Rahmad, serta Jeffrey seorang lelaki yang aku kenal dari grup FB pecinta serial killer sedang menikmati siang yang mendung di bulan Februari ini. Sudah lama aku menanti saat ini datang. Jeffrey bekerja dengan sangat baik. Ini adalah pertama dan terakhir kalinya Rahmad melihat ayah kandungnya dalam keadaan hidup.
"Dia mengakuimu sebagai anaknya, tapi tidak sejengkalpun dia bangga memilikimu," aku berbicara pada Rahmad. Aku hasud dia untuk membenci laki-laki yang membuatnya ada tapi memilih melupakan.
Rahmad terlihat merenung. Dia membuka bungkus rokok milik Jeffrey. "Well Jeff, I never know him in my life. I less care," ucapnya sambil menyalakan puntung rokok itu.
Terlihat lelaki itu berbahagia dengan keluarga kecilnya. Dia memiliki dua anak laki-laki. Ya, Allah masih menyanyangiku. Doa dan pintaku agar dia hanya memiliki anak perempuan dariku dikabulkanNya.Â
"Do you prepare everything?" tanyaku pada Jeffrey yang kini tidak berhenti memotret kegiatan lelaki berusia 53 tahun itu.
"The same thing like Jeffrey Dahmer did? No big problemo. If he can do it, I can too." Jeffrey tetap fokus pada mantanku yang beberapa hari lagi akan draw his last breath. "You really hate him do you?"
Aku menatap wajah Jeffrey. "Time makes me hate him. Time make me, want to hear that he is no longer exist in this world."
Iphone milik Rahmad berbunyi. Dia membaca pesan yang tertulis disana. "Bunda, pergi dulu ya?" pamitnya lalu mencium punggung tanganku setelahnya bersalaman dengan Jeffrey. "Have fun with him," pesannya kepada Jeffrey sebelum menghilang di keramaian malam di jalan Malioboro itu.
"So ..." tanya Jeffrey sambil meminum kopi hitamnya.
"Two days again. After it, I want him gone," titahku lalu pergi meninggalkannya seorang diri di warung soto yang sedang ramai.
********
"Khoiri Sakban?" tanya seorang lelaki ketika dia mendatangi ruangan tempat Khoiri bekerja.
Terlihat aura kebingungan diwajahnya. "Maaf ..."
Sebelum Khoiri melanjutkan kalimatnya, si lelaki misterius beraksen bule itu memperlihatkan foto istri dan dua anak Khoiri.
"Biarkan aku masuk atau ... dan berikan ponselmu!" titahnya dengan nada sangat pelan.
Khoiri mengijinkan lelaki asing itu masuk ke dalam kantornya dan memberikan ponselnya. Sangat disayangkan di dalam ruangan Khoiri tidak terdapat CCTV.
Tidak berapa lama Khoiri dan lelaki asing itu keluar dari ruangan yang tidak terlalu luas. Mereka berjalan menuju tempat parkir kantor lalu masuk ke dalam mobil milik Khoiri. Mereka berdua pergi ntah kemana.
Aku tersenyum ketika mendengar sebuah berita bahwa seorang lelaki asal Indonesia ditemukan termutilasi tepat dimana dulu apartement Jeffrey Dahmer melakukan kejahatannya berdiri.Â
"Semoga istri dan anak-anakmu bisa memaafkanku ..." ucapku pelan lalu melakukan toast bersama Jeffrey dan Rahmad.
Agus, suamiku yang membersamaiku selama ini bingung. "Ada apa ini Bun?" tanyanya lalu duduk disampingku.
"Merayakan ultah Rahmad yang ke 20 tahun sayang," jawabku.
"Selamat ulang tahun le ..." ucap Dea, putri sulungku.
"Toast ..."
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H