Mohon tunggu...
Thibbur Ruhany
Thibbur Ruhany Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Tidak ada yang menarik dalam kehidupan saya. Tapi ketahuilah, hidup akan lebih menarik ketika bersama saya !

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Susahnya Jadi Orang Jawa

24 September 2012   15:06 Diperbarui: 24 Juni 2015   23:47 383
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dalam suatu diskusi mengenai budaya Jawa di ruang perkuliahanlah yang membuat saya kemudian berpikir bahwa menjadi orang Jawa itu susah. Bagaimana tidak ? Budaya yang kental dengan muatan-muatan filosofis dengan mudahnya "dilecehkan" . Beberapa teman menilai bahwa budaya Jawa seperti grebeg maulud, gunungan, tumpengan, sekatenan, dimana terdapat ritual pembakaran dupa dan kemenyan tidak sesuai dengan aturan agama. Hal ini membawa saya dalam sebuah pertanyaan, apakah itu arti kata "budaya" ?

Sepengetahuan saya semasa duduk di bangku sekolah menengah hingga perguruan tinggi, budaya adalah hasil karya manusia. Budaya menulis, budaya membaca, budaya naik sepeda, dan lain sebagainya. Ya, itulah budaya. Toh, tidak ada bedanya dengan budaya dan adat istiadat suku Jawa. Lantas kenapa ?

Saya kemudian mencoba menelaah pemikiran dari beberapa sahabat yang menilai bahwa budaya Jawa tidak sesuai dengan aturan agama. Ternyata, sahabat saya sendiri tidak mengetahui hakikat dari arti kata "budaya" . Nah, kemudian saya berasumsi bahwa penggunaan kata budaya ini telah selesai pada masa yang silam. Itu berarti kita sekarang hidup dalam suatu keadaan tidak berbudaya. Apakah seperti itu ? Saya rasa kita sepakat menjawab tidak ! Dan saya sebagai orang yang hidup diantara budaya dan adat-istiadat Jawa jelas tidak setuju dengan pendapat sahabat saya ini.

Pertanyaan saya kemudian, apakah memang orang-orang Jawa itu salah ketika meletakkan makanan dan dupa di dekat pohon yang katanya ada penunggunya ? Jika memang jawabannya adalah salah. Pertanyaan yang harus dijawab berikutnya adalah apakah salah ketika kita membelikan pulsa pada alat komunikasi yang katanya ada sinyalnya ? Bukankah dupa dan pulsa hanyalah sarana ? Sarana untuk memenuhi naluri menusia sebagai mahkluk sosial. Jawabannya anda bisa pikirkan sendiri.

Penolakan saya terhadap pemahaman seperti ini tidak dilandaskan egoisitas atau etnosentrisme sesaat. Namun seyogyanya kita berpikir dan menelaah lebih dalam lagi sebelum kita menghakimi sesuatu yang kita anggap salah.

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun