Mohon tunggu...
thiananda argadahani
thiananda argadahani Mohon Tunggu... Wiraswasta - Lulusan Sastra dan Ilmu Komunikasi; Penikmat Jurnaling, Pecinta buku nonfiksi dan pengembangan diri, mencintai kopi

Penikmat buku-buku nonfiksi terutama pengembangan diri, motivasi, dan biografi

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Jejak Waras: Surat Cinta untuk Esih

2 Februari 2024   17:40 Diperbarui: 2 Februari 2024   17:45 205
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Akhirnya dia pun membuka buku catatannya, berharap untuk bisa mengundang rasa kantuk yang dia harap-harapkan dari tadi. Dibuka perlahan lembar demi lembar buku catatan berwarna hitamnya. Dia membaca satu persatu tulisan di dalamnya, dan menyadari bahwa semua isinya hanyalah tentang dia dan kekesalannya, dia dan ketidakmampuannya, dia dan ketidakpercayaan dirinya, dia dan kebenciannya kepada semua orang yang menurutnya menyakitiya.... . Bagaikan petir di siang bolong, ditambah angin puting beliung akhirnya dia menyadari kalau semua masalahnya itu berpusat pada cara dia menyikapi dan menanggapi semua tantangan dan masalah yang datang padanya.

Esih menangis sejadi-jadinya di kamar kos yang sepi itu, kenapa dia baru menyadari kalau dia sangat tidak mencintai dirinya sendiri, selalu menyalahkan apa yang tubuh kecilnya lakukan bahkan membenci semua yang ada pada dirinya, padahal ia sudah begitu banyak melakukan hal yang bahkan sulit untuk dia lakukan. Dia mulai menyelami dirinya sendiri, dia menyelami batinnya yang begitu terluka, innerchild yang tumbuh dengannya begitu terkoyak. Sendiri, selalu disalahkan bahkan oleh diri nya sendiri yang sudah dewasa. Anak kecil itu sedang duduk sendiri menelungkupkan kepalanya. Kedua lututnya menopang dahi dengan kulit yang sangat tipis itu. Menangis karena merasa sendiri, tidak dimengerti. Esih tidak menyalahkan atas apa yang terjadi di masa lalu, ketika ia tumbuh menjadi gadis kecil yang ceria, tidak mempunyai daya dan kekuatan untuk apapun. Tidak ada dendam untuk ayah atapun ibunya, dia menyadari kalau ini sudah menjadi masalah dirinya. Ia sendiri yang harus menuntaskan apa yang belum selesai untuk bisa menjadi Esih yang baru. Dapat hidup dengan versi terbaik dirinya. 

Dengan cepat Esih membersihkan buku catatannya yang basah karena air matanya, dan mulai menulis surat cinta, hanya kali ini ia tahu kepada siapa surat itu ditujukan....

...........

............

Dear Esih, 

Bagaimana kabarmu hari ini? Iya, menjadi dewasa itu sulit ya. Tapi menjadi menjadi anak kecil pun lebih sulit lagi, karena kamu tidak punya suara maupun daya untuk mempertahankan apa yang kamu inginkan. Tahukah kamu? Kamu hebat sudah sampai tahap ini, kamu sudah bertahan dan selalu bangun setiap harinya dan menjalani takdir Tuhanmu. Aku bangga padamu Esih. 

.......

Keesokan harinya Esih kembali membuka buku catatannya dan menuliskan kembali surat cinta untuk seseorang yang selalu menemaninya selama ini. 

Dear Esih,

Apakah hari ini kamu ceria? Terimakasih kamu selalu berjuang setiap hari, meski ada hal yang tidak kamu mengerti sampai bikin dada kamu sakit, tidak apa-apa, aku ngerti kalau kamu merasa bingung untuk menghilangkan rasa sakit didada kamu itu. Yang harus kamu ingat Esih, Tidak ada yang menyalahkan kamu atas ketidaktahuan kamu, ketidakmampuan kamu saat itu, ketika kamu kecil dan lemah. Aku yakin kamu sudah berusaha semaksimal kamu. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun