Bila yang dimaksud adalah integrasi pendidikan karakter ke dalam mata pelajaran atau ke dalam kegiatan belajar mengajar, maka seharusnya karakter inti yang dibangun sekolah itu termuat secara menyatu dengan indikator atau tujuan pembelajaran, bukan  sebagai daftar khusus yang sekadar tempelan. Sebab  pada indikator dan tujuan belajar itulah hasil belajar diukur.
Kelima, tidak dipahami secara utuh perbedaan karakter dengan kebiasaan, keterampilan, dan kompetensi. Dalam 18 rumusan karakter amanat Depdiknas keempat hal yang berbeda bercampur aduk. Karakter dalam diskursus pendidikan karakter setidaknya harus memenuhi dua syarat berikut: 1) berupa perilaku atau sikap yang dibutuhkan untuk berinteraksi dengan orang lain. Maka membaca bukan karakter sebab itu hanya bersifat internal tidak untuk berinteraksi; 2) sikap tersebut bersifat universal dan transenden. Artinya bisa diterima oleh semua lapisan masyarakat melampaui perbedaan suku, ras, dan agama. Maka cium tangan misalnya bukan karakter sebab bagi suku tertentu mungkin tidak berlaku. Aspek karakter bukan pada cium tangan tetapi pada sikap hormat. Sebab suku, ras, dan agama apapun sama-sama mengajarkan sikap hormat.
Nah, apakah menurut Anda masih ada kesalahan lainnya?
Sumber tulisan:
http://www.marfu78.com/masalah-dalam-penerapan-pendidikan-karakter.html
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H