Esoknya di taman belakang Futuran, Rainer yang lukanya masih belum pulih betul terlihat tengah membaca buku filosofi beladiri yang dibuat oleh ahli kungfu hebat bernama 'Bryan Lee' sambil memakan cemilan berupa keripik kentang. Ia nampak serius membaca buku tersebut, sebelum kemudian seseorang menepuk pundaknya.
"Rainer Dzulfiqar, kan?" kata orang tersebut. Orang tersebut adalah pria berjaket jeans dengan rambut keribo.
"Darimana kau tahu namaku?" tanya Rainer datar.
"Dari salah satu dosen dan beberapa informasi kudapat dari beberapa orang disini," jawab si keribo. "Kau punya nyali juga ya berani mengganti nama One Hit di atap kampus."
Dahi Rainer mengernyit. "Ternyata mendapatkan info disini begitu mudah."
Si keribo tertawa. "Memangnya kenapa kau melakukan itu?"
"Ingin menjadi yang terkuat disini."
Si keribo tertawa lagi. "Tapi, aku puji kekuatanmu ketika melawan Preman Faust. Jika kau ingin menjadi yang terkuat, ayo ikut aku!" Ia kemudian melangkah pergi. Rainer mengikutinya dari belakang.
Si keribo yang memperkenalkan dirinya pada Rainer di tengah perjalanan membawa Rainer ke suatu tempat di Futuran, yang mana tempat tersebut merupakan kolam tempat anak-anak Futuran biasanya nongkrong, merokok, mabuk-mabukan, dan main perempuan. Tempat tersebut tak kalah kotornya dengan gedung kampus. Kotor dengan coret-coretan. Nama si keribo adalah 'Beni'. Beni mengenalkan Rainer pada kedua temannya, yang satu bertopi hitam dengan rambut ikal bernama 'Doddy' dan yang satu bermata sipit dengan rambut mohak bernama 'Made'.
"Selamat datang di tim terkecil Futuran," ucap Beni. "Jika dipikir, aksimu melawan Preman Faust lumayan juga. Kami banyak berharap darimu, Rai!"
"Berharap apa?" tanya Rainer.