Malam hari di sebuah pos ronda.
"Eh, loe tau nggak, kampung kita ini masih belom aman?" kata seorang pria dengan topi biru pada pria berponi di sampingnya.
"Belom aman dari apa? Maling?" jawab si pria berponi. "Kalo maling doang sih biar gw yang hajar."
"Bukan, tapi-"
Ucapan si pria bertopi terputus ketika ia melihat seorang perempuan berambut panjang yang menutupi wajahnya serta memakai pakaian 'perawat' atau 'suster' tengah menyeret tubuhnya dari jauh ke arah dia dan temannya duduk.
"Su-suster Ngesot!!!" teriak si pria bertopi yang langsung terperanjat.
"Hah??" Si pria berponi menengok ke arah yang dilihat si pria bertopi. Ia pun langsung tak kalah terperanjatnya. "Da-dari dia ya??" tunjuknya pada sosok yang dipanggil 'Suster Ngesot' tadi.
Si pria bertopi mengangguk dan langsung berlari. Si pria berponi mengikutinya.
"Gila! Loe tau kan seserem apa tuh setan?" kata si pria bertopi sambil berlari dengan napas memburu.
"Iya, mana katanya makan orang, lagi." Si pria berponi menimpali.
Namun, langkah mereka langsung terhenti dan kaget kepalang tanggung begitu tiba-tiba Suster Ngesot tadi muncul menghadang mereka. Ketika kepalanya mengadah, rambut panjang yang menutupi wajah Suster Ngesot itu membuka, memperlihatkan wajahnya yang hancur dengan darah dimana-mana.
"UWAAAAA!!!" teriak kedua pria tersebut.
Akan tetapi, persis ketika mereka ingin lari lagi, gerakan mereka terhenti ketika melihat mata merah menyala milik si Suster Ngesot. Setelah itu, sang setan membuka mulutnya serta memanjangkan lidahnya ke arah kepala si pria bertopi.Â
Lidah tersebut melilit leher pria itu dan memutuskan kepalanya. Darah segar menyembur. Kepala pria bertopi tersebut ditarik oleh lidah Suster Ngesot dan kemudian dimakan oleh setan itu sampai habis. Selanjutnya, lidah Suster Ngesot menarik putus kepala si pria berponi lalu memakannya. Setelah itu, Suster Ngesot memakan tubuh kedua pria itu hingga tak bersisa.
Keesokan paginya, di Mansion Al Fatih sesudah melatih fisik seperti yang sebelumnya ia lakukan, Satria pergi mandi lalu sarapan. Ia kini mengenakan kemeja putih lengan panjang dan celana panjang hitam.
"Walaupun hari ini loe masih trainning, tapi loe harus pinter-pinter bawa diri," ucap seorang 'bapak-bapak' berambut keriting yang sudah ubanan, begitu pula kumis dan janggutnya. Badannya bisa dikatakan cukup besar.
"Tenang aja," jawab Satria yang kemudian mengolesi selai strawberry pada roti bakar yang ada di piring kecil di atas meja, sebelum akhirnya memakan roti itu.
"Kita tuh jadi orang jangan egois," kata seorang ibu-ibu berambut ikal panjang.
"Siapa juga yang egois?" batin Satria.
"Oh iya, tunangan Satria si Mutia kemana?" tanya si ibu-ibu.
"Nggak tahu, maen kali," jawab Satria ketus.
Mendengar jawaban anaknya, wajah 'Ibu Dewi' yang merupakan ibu Satria terlihat tidak senang. "Kalo ditanya orangtua tuh yang bener apa jawabnya!"
"Tau loe! Jadi orang yang sopan dikit napa!" protes si bapak-bapak pada Satria. Ia adalah ayah Satria yang biasa dipanggil 'Pak Dewa'.
Satria hanya menghela napas. Setelah sarapannya habis, ia beranjak ke arah motor sport putih yang terparkir tak jauh dari sana dan mengeluarkan motor itu dari dalam rumah. Kemudian, ia segera tancap gas.
Tiga puluh menit kemudian, Satria sampai di sebuah restoran besar bertuliskan 'Naga Restaurant'. Ia pun segera memarkirkan motornya di lahan parkir yang tersedia di sana, kemudian masuk ke dalam restoran tersebut. Restoran itu sangat ramai.Â
Para pelanggan nampak sangat menikmati makanan mereka sambil mengobrol dan ada pula yang menyuapi anak mereka. Beberapa pelayan yang berseragam putih berlambang 'garuda' dan tulisan 'Naga Restaurant' terlihat sedang mengantarkan makanan dan ada beberapa yang menawarkan menu 'andalan' di restoran tersebut.Â
Semua makanan yang ada di sana, diolah dengan cara dibakar dan rata-rata makanannya adalah makanan 'pedas'. Di tengah langkahnya, Satria berpapasan dengan seorang perempuan yang kemarin malam ia tolong. Ya, perempuan itu adalah 'Gadis'.
"Lho, kamu?" kata Gadis.
"Kerja disini rupanya," kata Satria.
Gadis tersenyum. "Baru masuk ya?" Kemudian ia mengulurkan tangannya. "Gadis Fahira... Kamu?"
Satria menjabat tangan Gadis. "Satria. Satria Al Fatih," katanya setelah itu.
"Makasih ya, waktu itu udah nolongin." Gadis tersenyum.
"Emangnya orang yang nyerang loe itu siapa?" tanya Satria setelah berhenti berjabat tangan.
"Itu abang aku. Tapi nggak apa-apa, aku malah seneng abang aku mati." Gadis kembali tersenyum.
Satria tersentak. "Dasar aneh."
Gadis tertawa kecil, lalu bertanya, "Kamu anak trainning kan?"
"Ya," jawab Satria.
"Pasti mau nemuin Team Leader. Ayo ikut aku!" ajak Gadis yang kemudian memegang tangan Satria, mengajaknya jalan. Satria hanya bisa mengikuti.
Gadis membawa Satria ke sebuah tempat dengan pintu bertuliskan 'Team Leader'. Lalu, Gadis mengetuk pintu itu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H