Jawa sebagai entitas memiliki sejarah kearifan hidup bak mutiara yang terus berkilau sepanjang zaman. Namun, sejarah seolah sedikit memberi ruang bagi generasi muda untuk mengenal nilai-nilai luhur Jawa. Bahkan kebudayaan atau tradisi Jawa
Kwaruh jiwa merupakan pandangan bahwa manusia bisa merasa, menyaksikan, memahami secara langsung dan mandiri, dan tak seorang pun dapat memonopoli makrifat. Sedangkan pethukan adalah pertemuan rasa antarmanusia yang menghasilkan rasa sama.
Masyarakat adat Jawa lumrahnya dengan peliharaan berupa burung Perkutut di rumahnya.
Namun, ternyata ada beberapa yang meyakini bahwa burung Perkutut ada yang memiliki khodam pendamping sama seperti manusia.
Diyakini oleh sebagian orang, Perkutut yang memiliki khodam akan memancarkan aura atau energi positif bagi pemeliharanya.
Sehingga, dipercaya adanya Perkutut tersebut merupakan perantara dari Sang Pencipta untuk benteng tolak bala dan juga sebagai pemancing kelancaran rezeki.
Namun, disini Ki Paut Anomsari dari Spiritual Perkutut Putih menekankan dari tutur tinular yang diketahui bahwasanya dalam sastra jawa kuna tidak mengenal bahasa Khodam. Karena bahasa Khodam diadobsi dari bahasa Arab.
Namun, kami lebih percaya apa yang disampaikan Ki Paut Anomsari bahwa Perkutut memiliki tuah tertentu sesuai dengan katuranggannya atau ilmu titen dari leluhur Jawa.
Tuah itu sendiri dari bahasa Petuah yang artinya kalimat nasehat kehidupan.
Mana yang lebih ndoro yakini?