Mohon tunggu...
THE SPPTV
THE SPPTV Mohon Tunggu... Perawat - Spiritual Perkutut Putih
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

CATATAN The SPPTV Official: Dapatkan pengalamanmu tentang ilmu spiritual dan budaya bersama kami Spiritual Perkutut Putih. Channel Youtube : The SPPTV https://www.youtube.com/c/THESPPTV17 Konten : Ilmu Spiritual dan Budaya Kreator : Ki Paut Anomsari

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Memayu Hayuning Bawana Filosofi atau Nilai Luhur

17 Juni 2022   13:56 Diperbarui: 17 Juni 2022   14:01 8640
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Memayu hayuning bawana (aksara Jawa: ) adalah filosofi atau nilai luhur tentang kehidupan dari kebudayaan Jawa. Memayu hayuning bawana jika diartikan dalam bahasa Indonesia menjadi memperindah keindahan dunia. Orang Jawa memandang konsep ini tidak hanya sebagai falsafah hidup namun juga sebagai pekerti yang harus dimiliki setiap orang.

Filosofi memayu hayuning bawana juga kental terasa dalam ajaran kejawen. Memayu Hayuning Bawana memiliki relevansi dengan wawasan kosmologi Jawa atau kosmologi kejawen.

Kejawen memiliki wawasan kosmos yang tidak lain sebagai perwujudan konsep memayu hayuning bawana. Memayu hayunig bawana adalah ihwal space culture atau ruang budaya dan sekaligus spiritual culture atau spiritualitas budaya. Dipandang dari sisi space culture, ungkapan ini memuat serentetan ruang atau bawana.

  1. Bawana adalah dunia dengan isinya.
  2. Bawana adalah kawasan kosmologi Jawa.

Sebagai wilayah kosmos, bawana justru dipandang sebagai jagad rame. Jagad rame adalah tempat manusia hidup dalam realitas. Bawana merupakan tanaman, ladang dan sekaligus taman hidup setelah mati. Orang yang hidupnya dijagad rame menanamkan kebaikan kelak akan menuai hasilnya.

Selain itu, memayu hayuning bawana juga menjadi spiritualitas budaya. Spiritualitas budaya adalah ekspresi budaya yang dilakukan oleh orang Jawa di tengah-tengah jagad rame (space culture). Pada tataran ini, orang Jawa menghayati laku kebatinan yang senantiasa menghiasi kesejahteraan dunia.

Realitas hidup di jagad rame perlu mengendapkan nafsu agar lebih terkendali dan dunia semakin terarah. Realitas hidup tentu ada tawar-menawar, bias dan untung rugi. Hanya orang yang luhur budinya yang dapat memetik keuntungan dalam realitas hidup. Dalam proses semacam itu, orang Jawa sering melakukan ngelmu titen dan petung demi tercepainya bawana tentrem atau kedamaian dunia. Keadaan inilah yang dimaksudkan sebagai hayu atau selamat tanpa ada gangguan apapun. Suasana demikian oleh orang Jawa disandikan ke dalam ungkapan memayu hayuning bawana.

Memayu hayuning bawana memang upaya melindungi keselamatan dunia baik lahir maupun batin. Orang Jawa merasa berkewajiban untuk memayu hayuning bawana atau memperindah keindahan dunia, hanya inilah yang memberi arti dari hidup. 

Di satu fisik secara harafiah, manusia harus memelihara dan memperbaiki lingkungan fisiknya. Sedangkan di pihak lain secara abstrak, manusia juga harus memelihara dan memperbaiki lingkungan spritualnya. Pandangan tersebut memberikan dorongan bahwa hidup manusia tidak mungkin lepas dari lingkungan. Orang Jawa menyebutkan bahwa manusia hendaknya arif lingkungan, tidak merusak dan berbuat semena-mena.

  • MEMAYU berasal dari kata ayu, Memayu berarti membuat ayu. Ayu berarti cantik, indah.
  • Hayuning bawana, artinya kecantikan alam semesta, karena bawana sejak Tuhan menciptakannya sudah ayu.
  • Ambrasto berarti menghilangkan, memberantas.
  • Dur angkara, sifat jahat, angkara murka. Bawana bisa kita sebut 'alamin atau jagat raya dan seisinya.

Jadi Tuhan mencipta alam ini sudah melengkapinya dengan kecantikan, keindahan. Maka tugas kita adalah memayu, membuat yang sudah indah tetap indah bahkan dengan rekayasa kita menjadi lebih indah. Tugas kita memayu hayuning bawana identik dengan apa yang biasa disebut menjadi rahmatan lil'alamin menjadi rahmat bagi segenap jagat raya. Membuat yang ada di jagat raya ini menjadi satu sistem yang harmonis, seperti saat Tuhan menciptakannya sehingga mendatangkan rahmat dan manfaat bagi seisi jagat raya berupa keselamatan, kesejahteraan dan kebahagiaan.

Agar keharmonisan jagat raya ini tidak rusak atau terganggu, maka pitutur ini juga mengingatkan untuk dur angkara, meniadakan sifat tercela, sombong, dan perbuatan yang merusak harmoni yang timbul karena keangkaramurkaan manusia. Sehingga mestinya tak ada keserakahan, permusuhan, penindasan dan perbudakan sesama manusia, bahkan terhadap makhluk yang lain.

Untuk itu dibutuhkan komitmen manusia untuk bersama-sama mewujudkan hayuning bawana itu dengan cinta kasih. Kita bersyukur bahwa para pendiri bangsa ini telah sangat baik menyiapkan rumusan undang-undang dasar sebagai pengejawantahan pitutur kali ini. Mereka abadikan rumusan itu dalam empat alinea mukadimah atau pembukaan undang-undang dasar.

Kami mencoba memyampaikan secara singkat.

Pada alinea satu,
Mereka nyatakan bahwa kemerdekaan adalah hak semua manusia, semua bangsa, dan penjajahan tidak boleh ada karena bertentangan dengan kemanusiaan dan keadilan.

Pada alinea dua,
Mereka nyatakan bahwa perjuangan mereka adalah mulia yaitu mewujudkan Indonesia merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur.

Pada alinea tiga,
Nampak sekali ketidak sombongan mereka. Mereka merendah dengan menyatakan bahwa kemerdekaan itu mereka peroleh berkat kemurahan Allah yang meridoai perjuangan luhur mereka.

Pada alinea empat,
Mereka menyatakan bahwa keberhasilan yang telah mereka peroleh itu akan dipergunakan untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteran umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasar kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial berdasar kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.

Betapa hebatnya para pendiri negara ini dan para sepuh memberi pitutur sekaligus tugas kepada para pendiri bangsa begitu juga segenap kita semua.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun