“RTH bukan hanya berarti Ruang Terbuka Hijau – lebih dari itu ia juga merupakan Ruang Tempat Hidup (RTH) Warga Kota – Melupakannya sama artinya dengan Membawa Kota kepada Kebinasaan”
Bisakah anda bayangkan jika 2/3 paru-paru kita tidak berfungsi dengan baik ?
Apakah 1/3 Paru-paru yang kita miliki cukup untuk menjalankan fungsi bernafas dengan sempurna ?
Sebelum melanjutkan ilustrasi diatas , saya ingin mengajak kita semua untuk mendalami permasalahan kronis yang dihadapi Jakarta saat ini.
Jakarta kota yang luasnya hanya 650 Km2 dan dihuni hampir 10 juta jiwa – memiliki berbagai macam fungsi dan kedudukan : Ibu kota Negara , Pusat Pemerintahan, Pusat Ekonomi, Pusat Aktivitas Politik sekaligus juga Episentrum Pendidikan,
Jakarta yang dulu bernama Batavia – sesungguhnya tidak pernah di rancang untuk dihuni puluhan juta jiwa – Kota yang termasuk kecil dari segi luas wilayah ini hanya dipersiapkan untuk dihuni 500.000 sd 1.000.000 jiwa oleh Pemerintah Hindia Belanda.
Meledaknya jumlah penghuni Jakarta disebabkan daya tarik ekonomi yang ada di kota ini menjadi magnet bagi pendatang untuk memperbaiki nasib diri dan keluarga mereka – dan ritual ini telah berjalan sejak lama.
Melihat Wajah Jakarta hari ini kita akan dihadapkan pada kenyataan betapa kondisi lingkungan Kota ini sudah berada di level krisis dan perlu Kebijakan yang strategis untuk mengembalikan kembali Kota ini menjadi “Venesia dari Timur “ sebagaimana yang sering digambarkan oleh Sejarawan yang banyak menulis tentang Jakarta.
Saat ini paling tidak terdapat 3 permasalahan Lingkungan Jakarta yang sudah memasuki tahap krisis dan memerlukan penanganan segera.
1. Air Bersih
Krisis Air Bersih di Jakarta sudah sangat mengkhawatirkan, pasokan PDAM hanya mampu memenuhi 38% kebutuhan warga Kota, pilihan menggunakan air tanah ternyata terhalangi karena 94% air tanah Jakarta tercemar bakteri e-coli, masih terkait air, Intrusi air laut sudah masuk hampir 1/3 wilayah daratan Jakarta dan akan terus bertambah dari waktu ke waktu.
2. Udara Bersih
Kualitas Udara Jakarta juga sangat mengkhawatirkan – hanya lebih baik dari Mexico City dan Bangkok – sepanjang tahun hanya 22 hari yang kualitas udara Jakarta layak untuk dihirup. – hal ini merupakan resultante dari emisi gas buang yang dihasilkan oleh hampir 8 juta kendaraan setiap harinya.
3. Sampah
Masyarakat Jakarta menghasilkan sampah sekitar 6200 ton setiap harinya, ini merupakan gejala bahwa program pengurangan sampah dari sumbernya belum berhasil dengan baik.
Ketiga permasalahan lingkungan diatas ternyata bisa diselesaikan dengan “sekali pukul” yaitu dengan meningkatkan cakupan Ruang Terbuka Hijau Kota. Luas RTH Jakarta saat ini masih berada pada kisaran 9,04 % (6.190 Ha )- jauh dari target 30 % sebagaimana diamanatkan dalam UU no 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang. Untukdapat memenuhi target 30 % diperlukan RTH seluas 7.150 Ha – atau setara dengan 25 kali luas Gelora Bung Karno.
Jangan pernah main-main dengan RTH – karena RTH merupakan paru-paru kota, sederhana nya untuk melayani kebutuhan oksigen 200 warga Jakarta – diperlukan setidaknya 1 hektar RTH- coba anda hitung jika penduduk Jakarta saat ini 10 juta jiwa maka setidaknya diperlukan 50.000 Ha RTH atau hampir 80% luas Kota Jakarta, atau jika menggunakan standar WHO dimana untuk setiap warga Kota diperlukan RTH seluas 12,5 M2 maka saat ini diperlukan paling tidak 12.500 hektar RTH di Jakarta , jumlah ini tentu bertambah jika pengalinya lebih dari 10 juta .
Dibeberapa Kota besar lain di beberapa Negara, luasan RTH nya ternyata lebih besar dari Jakarta, Newyork misalnya masih menyediakan 25% lahannya untuk RTH, begitu juga dengan Tokyo yang masih memiliki 29% RTH , London bahkan 39% wilayahnya masih dipertahankan sebagai RTH. Angka ini menunjukkan bahwa Kota-kota besar dan maju di Eropa dan Amerika sadar betul akan fungsi penting RTH .
Dengan jumlah RTH yang kita miliki saat ini maka diibaratkan Paru-paru Kota Jakarta hanya berfungsi 30 % (+ 10 % dari target 30 % ) – suatu kondisi yang bisa diilustrasikan sebagai Kota dengan Kanker Paru-paru tingkat Kronis.
Pertanyaan besarnya ialah bagaimana caranya untuk mengejar pemenuhan RTH 30% bagi Jakarta dengan dihadapkan pada kondisi keterbatasan lahan yang ada , apakah mesti dilakukan rekonstruksi ulang penempatan bangunan yang ada di Jakarta ? –yang berarti akan dilakukan penertiban bangunan di hampir 12.000 hektar kawasan. Tentu solusi semacam ini akan sulit dilakukan dan dampaknya pasti akan memukul sektor ekonomi secara langsung , lalu kembali pertanyaannya – bagaimana caranya ?
Konsep Landed RTH tentunya sudah tidak cocok lagi untuk diterapkan di Jakarta, sebagaimana konsep landed house untuk relokasi warga – jelas sudah tidak dapat manjadi solusi ketika pemerintah mencoba untuk melakukan relokasi.
Maka Konsep Vertical RTH harus sudah mulai dikembangkan – Green Building – Vertical Garden – Rooftop Garden adalah beberapa konsep yang mesti dijalankan untuk mengejar RTH 30 % bagi Jakarta – kemudian Pemerintah Jakarta juga harus sudah mulai mengamankan daerah-daerah hijau yang masih tersisa saat ini seperti lahan sawah di Marunda, Rorotan serta Cipayung dan ciracas sebagai daerah cadangan (buffer zone) Ruang terbuka.
Sebagaimana ditulisan sebelumnya pernah diulas – Jakarta sebetulnya surplus air pada saat musin penghujan – namun ketiadaan tekhnologi pengolahan air yang modern mengakibatkan potensi air yang melimpah tersebut berubah menjadi musibah.
Solusi alternatif untuk menambah RTH Publik diantaranya ialah dengan menjadikan lahan sepanjang sungai yang ada di Jakarta menjadi Ruang Terbuka Hijau / Publik – Jakarta merupakan Delta City – Kota Sungai yang dialiri oleh 13 sungai dan 2 Banjir Kanal belum lagi sodetan lain seperti Cakung Drain dan Cengkareng Drain, disepanjang daerah aliran sungai serta Banjir Kanal dan sodetan mesti bebas dari bangunan liar dan dibiarkan terbuka serta direkayasa sehingga memiliki kemampuan menyerap air dengan baik. Mewujudkan hal ini jelas bukan merupakan hal mudah namun untuk menambah RTH yang bersumber dari Ruang yang ada di dalam Kota Jakarta – hal ini mesti coba dilakukan oleh Pemerintah Jakarta sebelum melakukan langkah lain bekerja sama dengan daerah penyangga.
Untuk memenuhi target 30% RTH tidak akan mungkin jika hanya mengandalkan luasan lahan yang ada di dalam wilayah Kota Jakarta saja , Pemda Jakarta sudah harus bekerjasama dengan daerah penyangga seperti Depok, Tanggerang, Bekasi, dan Bogor.
Pemerintah Jakarta bisa saja membeli lahan hijau diperbatasan wilayah Jakarta yang digunakan untuk menambah cakupan luas RTH Jakarta tanpa harus mengokupasi wilayah administrasi pemerintahannya – yang diperlukan hanyalah komunikasi yang baik dengan daerah penyangga tersebut – menyampaikan tentang urgensi kebutuhannya dan menawarkan keuntungan yang bisa dinikmati bersama.
Konsep RTH bersama antara Jakarta dan Kota Penyangga dapat dicoba untuk dikembangkan, ini merupakan solusi alternatif yang dapat ditempuh dan menguntungkan semua pihak. Jakarta terbantu karena luasan RTH nya bertambah sedangkan daerah penyangga mendapatkan keuntungan karena daerah yang disiapkan sebagai RTH menjadi lebih tertata dan terkendali.
“RTH bukan hanya berarti Ruang Terbuka Hijau – lebih dari itu ia juga merupakan Ruang Tempat Hidup (RTH) Warga Kota – Melupakannya sama artinya dengan Membawa Kota kepada Kebinasaan”.