[caption id="attachment_354472" align="aligncenter" width="300" caption="Mandarin Oriental"]
Ketika sampai di stasiun MRT Chinatown, saya berniat mengambil deposit dari pembelian STP (Singapore Tourist Pass) yang saya beli di hari pertama di Singapura. Hari adalah hari terakhir masa berlaku STP, dan saya tidak kemana-mana lagi malam ini. Lumayan, dapat 10 SGD. Pengambilan deposit dari pembelian STP tidak harus dilakukan langsung saat habis masa berlakunya, tapi bisa sampai 7 hari setelah masa berlakunya habis.
Minggu, 2 Februari 2014
Ini adalah hari terakhir saya di Singapura. Saya bersyukur karena semalam tidak ada lagi yang mendengkur seperti di malam sebelumnya. Saya memikirkan lagi apa yang akan saya lakukan di hari terakhir ini. Melalui berbagai pertimbangan, hari ini saya memutuskan untuk berkeliling kota saja dengan naik bus. Ada sejumlah itenary yang sudah saya susun dari Jakarta akhirnya batal terlaksana, seperti naik Singapore Flyer dan menyusuri Singapore River menggunakan kapal dari Clarke Quay. Inti dari keduanya hampir sama, menikmati pemandangan di kawasan Marina Bay. Tiketnya pun lumayan mahal. Saya tak perlu memaksakan diri, toh saya sudah dua kali ke Marina Bay siang dan malam.
Sejak hari pertama di Singapura, saya selalu naik MRT kemana-mana, dan itu membuat saya tidak bisa melihat jalanan di Singapura karena hampir semua lintasan MRT berada di bawah tanah. Saya hanya bisa melihat jalanan yang kebetulan berada di sekitar objek yang saya kunjungi. Alasan itu pula yang membuat saya ingin lebih berlama lagi berkeliling naik bus. Menggunakan bus umum biasa rasanya agak riskan. Bus umum di Singapura lumayan banyak dan kompleks, potensi kesasar lumayan ada, apalagi saya belum mempelajari seluk-beluk bus umum di Singapura. Belum lagi saya tidak boleh terlambat ke bandara karena mesti terbang hari ini. Daripada pusing memikirkan rute bus umum yang dapat membuat perjalanan jadi tidak nyaman, saya pilih berkeliling menggunakan Hoho Bus.
Saya membeli tiket Hoho Bus di resepsionis penginapan sekalian check out. Harganya 27 SGD, bisa dipakai sehari penuh ke semua rute. Selengkapnya mengenai Hoho Bus bisa dilihat di www.city-sightseeing.com. Hoho Bus adalah bus pariwisata Singapura dengan rute mengelilingi hampir semua bagian di Singapura. Ada tiga rute, Yellow Route, Purple Route, dan Red Route. Masing-masing rute memiliki belasan halte pemberhentian, dengan sejumlah halte berfungsi sebagai halte transfer antar rute. Kurang lebih sistemnya hampir sama dengan naik bus Trans Jakarta di Jakarta. Setelah melihat peta masing-masing rute, saya mulai merencanakan urutan rute yang akan saya naiki, termasuk di halte mana mesti berpindah rute.
Hoho Bus ini memiliki 2 lantai tempat duduk, yaitu di dalam bus yang dilengkapi AC, dan di bagian atas bus dengan jendela terbuka. Awalnya saya memilih duduk di atas biar bisa melihat lebih luas. Namun karena semakin siang semakin panas, akhirnya saya berpindah ke bawah. Hoho Bus juga dilengkapi sistem informasi yang bisa diakses setiap penumpang. Cukup mengambil earphone yang disediakan gratis di samping sopir, lalu menghubungkannya dengan sistem yang terdapat di kanan kiri kursi penumpang. Informasi yang diberikan seputar rute yang sedang dilalui ataupun fakta-fakta mengenai Singapura, dan bisa diubah-ubah ke berbagai bahasa termasuk bahasa Indonesia. Salah satu informasi yang masih saya ingat sampai sekarang, pemerintah setempat menerapkan kebijakan yang sangat ketat terhadap kepemilikan kendaraan pribadi. Jadi tak heran jika disana hampir tak ada macet, karena warganya pasti berpikir dua kali untuk memiliki kendaraan pribadi. Dan kebijakan pembatasan kepemilikan kendaraan pribadi tersebut bisa sukses karena disana didukung oleh sistem transportasi publik yang sangat baik.
Ketika memasuki jam makan siang, saya berhenti dulu di daerah Bugis. Tujuannya tentu saja makan siang di Kampung Glam Café lagi. Hehehe. Kali ini saya memesan nasi goreng, minumannya teh tarik dingin. O iya, kita bisa sesuka hati naik turun di semua halte Hoho Bus tanpa harus membayar lagi selama kita masih memegang tiketnya, hanya saja tidak bisa dipakai lagi di hari lain.
[caption id="attachment_354473" align="aligncenter" width="300" caption="Hoho Bus (Sumber : Google Image)"]
Selama berkeliling dengan Hoho Bus, perasaan saya campur aduk, antara senang sekaligus sedih. Senang karena bisa menikmati keindahan Singapura yang begitu bersih dan tertata. Sedih karena teringat Jakarta mengapa tidak bisa seperti itu. Suka atau tidak suka, saya harus jujur mengatakan jika Jakarta tertinggal jauh dalam hal transportasi, kebersihan, dan tata ruang kotanya. Soal modernisasi bangunan-bangunannya, Jakarta tidak kalah. Namun bila modernisasi itu tidak terkontrol, akibatnya bisa menurunkan kualitas kota itu sendiri. Perjalanan saya menggunakan Hoho Bus berakhir di halte Suntec Hub yang juga merupakan titik pertemuan ketiga rute tersebut. Dari Suntec Hub, saya berjalan kaki ke stasiun MRT Promenade untuk menuju ke bandara Changi.
Ini adalah pengalaman pertama saya menggunakan mesin tiket MRT otomatis karena sebelumnya selalu memakai STP. Meskipun saya sudah melihat di youtube bagaimana cara memakai mesin otomatis, tetap saja saya merasa grogi, khawatir bakal terlalu lama di depan mesin otomatis sehingga dapat memperlama antrean. Saat masih berdiri di antrean, mata saya tak lepas dari orang di depan saya yang sedang membeli tiket. Namun ternyata kekhawatiran saya terlalu berlebihan, saya pun bisa memakainya dengan cepat dan lancar. Tinggal pilih stasiun MRT yang ada di peta, lalu akan muncul jumlah uang yang harus dibayar, segera masukkan uang sesuai tarif, lantas tiket MRT beserta uang kembaliannya bisa langsung kita ambil. Hehehe.
[caption id="attachment_354474" align="aligncenter" width="300" caption="Mesin Otomatis Tiket MRT (Sumber : Google Image)"]
Saya memang sengaja menyiapkan waktu berlebih di bandara karena ingin mengeksplore Changi lebih jauh. Saat kedatangan beberapa hari lalu, tidak banyak yang bisa saya lakukan disini karena mesti dikejar waktu. Sekaranglah saat yang tepat untuk berkeliling ke tiap sudutnya. Seperti yang saya sampaikan sebelumnya, segala tentang bandara Changi bisa dilihat di www.changiairport.com. Bandara Changi memiliki 3 terminal, dimana masing-masing terminal memiliki sejumlah atraksi yang cukup menarik. Saya merasa nyaman berada di Changi. Suasana internasionalnya sangat terasa karena orang-orang dari berbagai ras di dunia tumpah ruah disini. Berada di Changi membuat saya merasa menjadi bagian dari masyarakat internasional. Soal makanan, banyak pilihan yang tersedia. Di terminal 1 yang merupakan terminal keberangkatan saya, ada sejumlah restoran yang bisa dipilih jika anda adalah tipikal orang yang Indonesia banget soal makanan seperti saya. Diantaranya adalah KFC ataupun di foodcourtnya. Berbeda dengan McD Singapura yang tidak terdapat menu nasi, di KFC Singapura masih menyediakan beberapa menu nasi. Sementara di foodcourt, kita bisa memilih masakan Padang ataupun ayam penyet. Nasi Padang disini agak berbeda dengan di Indonesia. Bumbu rendangnya tidak pedas, dan malah lebih mirip nasi rames. Dan anehnya lagi, ada pilihan masakan ayam teriyaki diantaranya. Hahaha. Satu lagi yang yang sukai dari Changi adalah wifi yang super cepat. Saya memanfaatkannya untuk mengupdate sejumlah aplikasi di handphone. Lumayan, gratis dan super cepat. Tak terasa pesawat saya akan segera berangkat. Saatnya kembali ke Jakarta. Sebenarnya tak perlu sampai ke Jakarta untuk segera merasakan kembali suasana Jakarta. Di ruang tunggu keberangkatan pun saya sudah merasakan atmosfer Jakarta karena hampir semua penumpangnya adalah orang Indonesia. Overall, perjalanan saya ke Singapura cukup menyenangkan. Selamat tinggal Singapura!
[caption id="attachment_354475" align="aligncenter" width="300" caption="The Slide di Terminal 3 Changi"]
[caption id="attachment_354476" align="aligncenter" width="300" caption="Terminal 2 Changi"]
[caption id="attachment_354477" align="aligncenter" width="300" caption="Kinetic Rain Sculpture di Terminal 1 Changi"]
[caption id="attachment_354478" align="aligncenter" width="300" caption="Orchid Garden di Terminal 3 Changi"]
[caption id="attachment_354479" align="aligncenter" width="300" caption="Social Tree di Terminal 1 Changi"]
Awalnya saya agak ragu dengan perjalanan ke Singapura ini. Baru pertama kali ke luar negeri, sendirian pula. Modal saya adalah keberanian dan mengumpulkan informasi sebanyak mungkin untuk menyingkirkan keraguan itu. Saat sudah benar-benar di Singapura, segala kekhawatiran yang sempat muncul saat masih di Jakarta, akan hilang dengan sendirinya. Karena saat itu kita hanya berpikir apa jalan terbaik yang mesti diambil. Harus diakui, Singapura memang negara kecil yang hebat dan maju, namun itu sama sekali tak mengurangi kecintaan saya terhadap tanah air Indonesia. Dan saya berharap Indonesia mau mencontoh segala yang positif dari Singapura. Akhir kata, jangan takut untuk mencoba backpacker sendiri ke luar negeri. Sampai jumpa di tulisan berikutnya (Backpacker ke Kuala Lumpur). J
TAMAT
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H